Indonesia-Jepang Perkuat Transformasi Digital untuk Atasi Stunting dan Pelayanan Kesehatan Ibu-Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dan Jepang memperkuat kerja sama dalam transformasi digital guna mengatasi masalah stunting dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Kolaborasi ini merupakan bentuk nyata dari komitmen pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan teknologi dalam sektor pelayanan kesehatan . Plt Kepala LAN RI Muhammad Taufik mengatakan pentingnya sinergi lintas instansi untuk mencapai tujuan ini.
“Birokrasi yang berpikir holistik menjadi kunci utama dalam mendorong digitalisasi pelayanan kesehatan yang inklusif. Dengan kemajuan teknologi, pemerintah optimis bahwa hambatan ini dapat diatasi melalui pendekatan kolaboratif yang kuat," kata Taufik dalam seminar Digitalization of Public Services By Local Governments: Indonesia and Japan's Experiences in Reforming Digital Services to Ensure Maternal and Child Health as well as Overcoming Stunting Issue di Jakarta pada Selasa 29 Oktober 2024.
Jepang memiliki sejarah panjang dalam menangani stunting selama lebih dari 40 tahun, dengan pendekatan holistik yang mengutamakan peningkatan nutrisi dan pemantauan kesehatan anak sejak dini. Pada 1948, prevalensi stunting di negara ini mencapai 50 persen.
Melalui program intensif yang menitikberatkan pada periode 1000 hari pertama kehidupan anak dan nutrisi ibu hamil serta menyusui, angka stunting berhasil ditekan drastis hingga mencapai 5,7 persen pada 1986.
Direktur Departemen Kesejahteraan Anak di Kota Hirakata Tanaka Yuko menjelaskan bahwa Jepang berhasil menunjukkan contoh sukses dengan program Kodomo Shokudo, kantin anak-anak yang menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu atau orang tua tunggal.
Program yang dimulai di Tokyo pada 2012 ini tidak hanya mendukung kebutuhan nutrisi anak, tetapi juga memperhatikan kesehatan mental dan kesejahteraan mereka. Kota Hirakata pun menjadi pionir dalam pemanfaatan teknologi untuk mendukung Kodomo Shokudo, memperluas dukungan sosial bagi anak-anak di luar rumah dan sekolah.
"Dengan bantuan sektor swasta dan organisasi lokal, Hirakata mengembangkan platform digital yang mempercepat koordinasi dan efisiensi antara para donatur, pengelola Kodomo Shokudo, dan pihak terkait. Teknologi ini mempercepat proses distribusi makanan sehingga banyak anak yang dapat menikmati manfaatnya," jelas Tanaka.
Di sisi lain, Indonesia dan Jepang memiliki peluang besar untuk memperluas kemitraan dalam program kesehatan berbasis digital. Terutama dalam mengatasi masalah stunting yang masih tinggi di sejumlah wilayah Indonesia.
Dengan akses yang lebih luas terhadap makanan bergizi, Indonesia dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak secara signifikan melalui transfer pengetahuan, pelatihan, dan infrastruktur digital dari Jepang.
Program makan siang sekolah di Jepang, yang telah berlangsung sejak 1889, menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam menerapkan kebijakan serupa dengan efektif, membantu memperkuat upaya peningkatan nutrisi anak-anak sejak usia dini.
Sementara itu, digitalisasi layanan kesehatan menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam mengatasi tantangan stunting. Melalui teknologi, pemerintah dapat memperoleh data terkait stunting secara lebih akurat dan mudah diakses, memungkinkan intervensi yang tepat sasaran.
Misalnya, aplikasi kesehatan dapat digunakan untuk memantau perkembangan anak dan kesehatan ibu secara real-time. Sementara platform digital membantu pemerintah daerah mendeteksi masalah kesehatan sejak dini untuk pengambilan langkah preventif secara proaktif.
Transformasi digital ini tidak hanya berfungsi sebagai solusi jangka pendek, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan. Kerja sama dengan Jepang membuka peluang bagi Indonesia untuk mengadopsi teknologi terkini dan pengalaman praktis dalam menangani stunting serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara BNN Tri Widodo, menyatakan bahwa dengan teknologi digital, pemeriksaan kesehatan ibu dan anak dapat dilakukan lebih cepat dan akurat. Ia juga menyoroti bahwa program makan siang di Jepang, yang telah berjalan sejak 1889, menjadi inspirasi bagi Indonesia yang baru memulai program serupa pada 2024.
“Hal ini membuat Indonesia harus mengejar ketertinggalan tersebut dengan batu loncatan baru. Di mana Indonesia harus mengimplementasikan transformasi digital dan pelayanan kesehatan ibu-anak seperti model kantin makan siang gratis bagi anak-anak," ujar Tri Widodo.
MG/ Luh Felicia Sawetri
Kolaborasi ini merupakan bentuk nyata dari komitmen pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan teknologi dalam sektor pelayanan kesehatan . Plt Kepala LAN RI Muhammad Taufik mengatakan pentingnya sinergi lintas instansi untuk mencapai tujuan ini.
“Birokrasi yang berpikir holistik menjadi kunci utama dalam mendorong digitalisasi pelayanan kesehatan yang inklusif. Dengan kemajuan teknologi, pemerintah optimis bahwa hambatan ini dapat diatasi melalui pendekatan kolaboratif yang kuat," kata Taufik dalam seminar Digitalization of Public Services By Local Governments: Indonesia and Japan's Experiences in Reforming Digital Services to Ensure Maternal and Child Health as well as Overcoming Stunting Issue di Jakarta pada Selasa 29 Oktober 2024.
Cara Jepang Atasi Stunting
Jepang memiliki sejarah panjang dalam menangani stunting selama lebih dari 40 tahun, dengan pendekatan holistik yang mengutamakan peningkatan nutrisi dan pemantauan kesehatan anak sejak dini. Pada 1948, prevalensi stunting di negara ini mencapai 50 persen.
Melalui program intensif yang menitikberatkan pada periode 1000 hari pertama kehidupan anak dan nutrisi ibu hamil serta menyusui, angka stunting berhasil ditekan drastis hingga mencapai 5,7 persen pada 1986.
Direktur Departemen Kesejahteraan Anak di Kota Hirakata Tanaka Yuko menjelaskan bahwa Jepang berhasil menunjukkan contoh sukses dengan program Kodomo Shokudo, kantin anak-anak yang menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu atau orang tua tunggal.
Program yang dimulai di Tokyo pada 2012 ini tidak hanya mendukung kebutuhan nutrisi anak, tetapi juga memperhatikan kesehatan mental dan kesejahteraan mereka. Kota Hirakata pun menjadi pionir dalam pemanfaatan teknologi untuk mendukung Kodomo Shokudo, memperluas dukungan sosial bagi anak-anak di luar rumah dan sekolah.
"Dengan bantuan sektor swasta dan organisasi lokal, Hirakata mengembangkan platform digital yang mempercepat koordinasi dan efisiensi antara para donatur, pengelola Kodomo Shokudo, dan pihak terkait. Teknologi ini mempercepat proses distribusi makanan sehingga banyak anak yang dapat menikmati manfaatnya," jelas Tanaka.
Baca Juga
Di sisi lain, Indonesia dan Jepang memiliki peluang besar untuk memperluas kemitraan dalam program kesehatan berbasis digital. Terutama dalam mengatasi masalah stunting yang masih tinggi di sejumlah wilayah Indonesia.
Dengan akses yang lebih luas terhadap makanan bergizi, Indonesia dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak secara signifikan melalui transfer pengetahuan, pelatihan, dan infrastruktur digital dari Jepang.
Program makan siang sekolah di Jepang, yang telah berlangsung sejak 1889, menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam menerapkan kebijakan serupa dengan efektif, membantu memperkuat upaya peningkatan nutrisi anak-anak sejak usia dini.
Sementara itu, digitalisasi layanan kesehatan menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam mengatasi tantangan stunting. Melalui teknologi, pemerintah dapat memperoleh data terkait stunting secara lebih akurat dan mudah diakses, memungkinkan intervensi yang tepat sasaran.
Misalnya, aplikasi kesehatan dapat digunakan untuk memantau perkembangan anak dan kesehatan ibu secara real-time. Sementara platform digital membantu pemerintah daerah mendeteksi masalah kesehatan sejak dini untuk pengambilan langkah preventif secara proaktif.
Transformasi digital ini tidak hanya berfungsi sebagai solusi jangka pendek, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan. Kerja sama dengan Jepang membuka peluang bagi Indonesia untuk mengadopsi teknologi terkini dan pengalaman praktis dalam menangani stunting serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara BNN Tri Widodo, menyatakan bahwa dengan teknologi digital, pemeriksaan kesehatan ibu dan anak dapat dilakukan lebih cepat dan akurat. Ia juga menyoroti bahwa program makan siang di Jepang, yang telah berjalan sejak 1889, menjadi inspirasi bagi Indonesia yang baru memulai program serupa pada 2024.
“Hal ini membuat Indonesia harus mengejar ketertinggalan tersebut dengan batu loncatan baru. Di mana Indonesia harus mengimplementasikan transformasi digital dan pelayanan kesehatan ibu-anak seperti model kantin makan siang gratis bagi anak-anak," ujar Tri Widodo.
MG/ Luh Felicia Sawetri
(dra)