Mengenal Fenomena Silent Firing, Suasana Tidak Nyaman Karyawan yang Bikin Resign
loading...
A
A
A
JAKARTA - Silent firing menjadi fenomena di tengah para pekerja kantoran belakangan ini. Jika sebelumnya dikenal dengan nama Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK , kini istilah silent muncul.
Melansir Wikipedia, PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /buruh dan pengusaha/majikan.
Namun, Praktisi Pemasaran Inbound dan Pembangun Ekosistem Bisnis, Saiful Islam mengatakan bahwa sekarang bukan jamannya PHK lagi.
“Tapi ketika tidak dibutuhkan, karyawan dibikin tidak nyaman sampai mereka sendiri yang mengajukan resign. Ini yang dinamakan Silent Firing,” kata Saiful Islam dalam postingan di linkedin.
Fenomena silent firing atau constructive dismissal, perusahaan nggak langsung memutus hubungan kerja (PHK), tapi menciptakan situasi yang membuat karyawan merasa tidak betah atau tidak punya pilihan lain selain resign.
“Ini memang strategi yang sering digunakan buat menghindari kewajiban pesangon atau konflik hukum,” ujar dia.
Co-founder dan Komisaris Evapora ini juga mengungkap tanda-tanda silent firing yang kerap dialami para karyawan.
Karyawan diberikan target atau tugas yang jauh di luar kapasitasnya, sehingga merasa gagal terus. Ujung-ujungnya, jadi stres dan mikir buat keluar.
2. Kurangnya Dukungan atau Penghargaan
Karyawan diabaikan, nggak diajak dalam proyek penting, atau nggak pernah diapresiasi atas kerja kerasnya. Lama-lama, mereka merasa nggak dihargai.
3. Promosi atau Kenaikan Gaji Ditahan
Meski punya kinerja bagus, karyawan nggak dikasih kenaikan gaji atau kesempatan promosi. Ini bikin mereka merasa mentok di perusahaan.
4. Pengurangan Akses atau Fasilitas
Contohnya, meja kerja dipindahin ke tempat yang nggak nyaman, atau dikurangi hak-hak seperti fleksibilitas kerja, tunjangan, atau pelatihan.
5. Komunikasi yang Buruk
Manajer atau tim HR mulai jarang ngobrol, bahkan sengaja menunda atau menghindari pertemuan dengan karyawan tertentu.
Mengapa Perusahaan Melakukan Ini?
1. Hemat Biaya: Menghindari biaya pesangon atau kompensasi yang wajib diberikan kalau PHK.
2. Menghindari Reputasi Buruk: PHK massal bisa merusak citra perusahaan di mata publik dan calon karyawan.
3. Strategi Seleksi Alami: Dengan menciptakan tekanan, hanya karyawan yang paling tangguh yang bertahan.
Apa yang Harus Dilakukan Karyawan?
Kalau kamu merasa jadi target silent firing, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Dokumentasi Situasi
Simpan bukti-bukti, seperti email, hasil evaluasi kerja, atau perubahan kebijakan yang nggak wajar. Ini penting kalau kamu mau melapor ke HR atau mengambil jalur hukum.
2. Bicara dengan Atasan atau HR
Kalau memungkinkan, sampaikan kekhawatiranmu secara profesional. Kadang, masalah ini bisa diselesaikan lewat komunikasi terbuka.
3. Pertimbangkan Langkah Hukum
Jika situasi nggak kunjung membaik dan ada indikasi constructive dismissal, konsultasikan ke pengacara ketenagakerjaan.
4. Siapkan Rencana Exit
Mulai cari peluang kerja lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan visimu. Jangan tunggu sampai situasi terlalu menyulitkan.
Catatan untuk Perusahaan
Praktik ini memang bisa jadi strategi, tapi efek jangka panjangnya bisa buruk:
- Reputasi perusahaan memburuk, terutama di platform seperti LinkedIn atau Glassdoor.
- Moral tim yang tersisa bisa turun karena mereka merasa nggak aman.
- Talent terbaik mungkin juga akan keluar karena merasa lingkungan kerja nggak sehat.
Lebih baik perusahaan mengelola karyawan dengan jujur dan transparan, bahkan jika keputusan sulit seperti PHK harus diambil.
Melansir Wikipedia, PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /buruh dan pengusaha/majikan.
Namun, Praktisi Pemasaran Inbound dan Pembangun Ekosistem Bisnis, Saiful Islam mengatakan bahwa sekarang bukan jamannya PHK lagi.
“Tapi ketika tidak dibutuhkan, karyawan dibikin tidak nyaman sampai mereka sendiri yang mengajukan resign. Ini yang dinamakan Silent Firing,” kata Saiful Islam dalam postingan di linkedin.
Fenomena silent firing atau constructive dismissal, perusahaan nggak langsung memutus hubungan kerja (PHK), tapi menciptakan situasi yang membuat karyawan merasa tidak betah atau tidak punya pilihan lain selain resign.
“Ini memang strategi yang sering digunakan buat menghindari kewajiban pesangon atau konflik hukum,” ujar dia.
Co-founder dan Komisaris Evapora ini juga mengungkap tanda-tanda silent firing yang kerap dialami para karyawan.
Tanda-tanda Silent Firing
1. Beban Kerja yang Nggak Masuk AkalKaryawan diberikan target atau tugas yang jauh di luar kapasitasnya, sehingga merasa gagal terus. Ujung-ujungnya, jadi stres dan mikir buat keluar.
2. Kurangnya Dukungan atau Penghargaan
Karyawan diabaikan, nggak diajak dalam proyek penting, atau nggak pernah diapresiasi atas kerja kerasnya. Lama-lama, mereka merasa nggak dihargai.
3. Promosi atau Kenaikan Gaji Ditahan
Meski punya kinerja bagus, karyawan nggak dikasih kenaikan gaji atau kesempatan promosi. Ini bikin mereka merasa mentok di perusahaan.
4. Pengurangan Akses atau Fasilitas
Contohnya, meja kerja dipindahin ke tempat yang nggak nyaman, atau dikurangi hak-hak seperti fleksibilitas kerja, tunjangan, atau pelatihan.
5. Komunikasi yang Buruk
Manajer atau tim HR mulai jarang ngobrol, bahkan sengaja menunda atau menghindari pertemuan dengan karyawan tertentu.
Mengapa Perusahaan Melakukan Ini?
1. Hemat Biaya: Menghindari biaya pesangon atau kompensasi yang wajib diberikan kalau PHK.
2. Menghindari Reputasi Buruk: PHK massal bisa merusak citra perusahaan di mata publik dan calon karyawan.
3. Strategi Seleksi Alami: Dengan menciptakan tekanan, hanya karyawan yang paling tangguh yang bertahan.
Apa yang Harus Dilakukan Karyawan?
Kalau kamu merasa jadi target silent firing, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Dokumentasi Situasi
Simpan bukti-bukti, seperti email, hasil evaluasi kerja, atau perubahan kebijakan yang nggak wajar. Ini penting kalau kamu mau melapor ke HR atau mengambil jalur hukum.
2. Bicara dengan Atasan atau HR
Kalau memungkinkan, sampaikan kekhawatiranmu secara profesional. Kadang, masalah ini bisa diselesaikan lewat komunikasi terbuka.
3. Pertimbangkan Langkah Hukum
Jika situasi nggak kunjung membaik dan ada indikasi constructive dismissal, konsultasikan ke pengacara ketenagakerjaan.
4. Siapkan Rencana Exit
Mulai cari peluang kerja lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan visimu. Jangan tunggu sampai situasi terlalu menyulitkan.
Catatan untuk Perusahaan
Praktik ini memang bisa jadi strategi, tapi efek jangka panjangnya bisa buruk:
- Reputasi perusahaan memburuk, terutama di platform seperti LinkedIn atau Glassdoor.
- Moral tim yang tersisa bisa turun karena mereka merasa nggak aman.
- Talent terbaik mungkin juga akan keluar karena merasa lingkungan kerja nggak sehat.
Lebih baik perusahaan mengelola karyawan dengan jujur dan transparan, bahkan jika keputusan sulit seperti PHK harus diambil.
(tdy)