Virus HMPV Terdeteksi di Indonesia Sejak 2001, Gejalanya Batuk dan Demam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Virus Human Metapneumovirus (HMPV) dilaporkan telah lama terdeteksi di Indonesia yakni sejak 2001. HMPV umumnya menyebabkan gejala ringan seperti batuk, demam, dan hidung tersumbat, yang bisa sembuh dengan perawatan sederhana.
Kasus dengan gejala berat, seperti infeksi saluran pernapasan bawah termasuk pneumonia, sangat jarang terjadi. Berdasarkan data Cleveland Clinic 2023, hanya sekitar 5 persen hingga 16 persen anak yang terpapar HMPV mengalami komplikasi tersebut.
“Virus HMPV sudah ada sejak tahun 2001 dan merupakan penyakit musiman. Kasusnya cenderung meningkat setiap tahun pada musim dingin atau awal musim semi di daerah beriklim sedang,” kata dr. Theresia Novi, Sp.PK, Subsp.P.I (K) berdasarkan keterangan resmi Halodoc, Jumat (10/1/2025).
Menurut suatu artikel tinjauan sistemik dari Xin Wang di Lancet Global Health pada 2021, tingkat kematian akibat infeksi saluran pernapasan bawah akut pada anak di bawah usia 5 tahun yang dapat dikaitkan dengan HMPV adalah sebesar 1 persen.
Penelitian dari berbagai periode dan wilayah juga menunjukkan angka prevalensi HMPV yang cukup rendah ketika dibandingkan dengan seluruh jumlah kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Beberapa kasus telah lama ada dan dipantau secara konsisten oleh berbagai negara. Di Beijing, penelitian Cong pada 2017–2019 mencatat prevalensi 7,9 persen dari total kasus ISPA, dengan mayoritas kasus terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun.
Di Singapura, penelitian Loo pada 2007 menemukan prevalensi sebesar 5,3 persen. Di India, data Devanathan menunjukkan peningkatan kasus dari November 2022 hingga Maret 2023, dengan prevalensi 9,3 persen, yang memuncak pada bulan Desember dan Januari.
Sedangkan di Amerika Serikat, data dari National Respiratory and Enteric Virus Surveillance System (NREVSS) US CDC pada akhir 2024 mencatat prevalensi sebesar 1,94 persen.
“Jika melihat kasus-kasus sebelumnya, tingkat kematian akibat HMPV juga tergolong rendah. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu panik,” jelasnya.
“Namun tetap penting untuk menjaga pola hidup sehat dan mematuhi protokol kesehatan 3M, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak,” tambahnya.
Jika merasakan gejala seperti batuk atau demam, dr. Novi yang merupakan ahli bidang patologi klinik, khususnya subspesialisasi penyakit infeksi, menyarankan tidak perlu panik. Konsumsi obat pereda gejala yang dijual bebas seperti pereda nyeri atau dekongestan.
Bila mengalami gejala berat, seperti kesulitan bernapas, napas cepat, dan sesak dada, atau demam tinggi, disarankan segera ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Kasus dengan gejala berat, seperti infeksi saluran pernapasan bawah termasuk pneumonia, sangat jarang terjadi. Berdasarkan data Cleveland Clinic 2023, hanya sekitar 5 persen hingga 16 persen anak yang terpapar HMPV mengalami komplikasi tersebut.
“Virus HMPV sudah ada sejak tahun 2001 dan merupakan penyakit musiman. Kasusnya cenderung meningkat setiap tahun pada musim dingin atau awal musim semi di daerah beriklim sedang,” kata dr. Theresia Novi, Sp.PK, Subsp.P.I (K) berdasarkan keterangan resmi Halodoc, Jumat (10/1/2025).
Menurut suatu artikel tinjauan sistemik dari Xin Wang di Lancet Global Health pada 2021, tingkat kematian akibat infeksi saluran pernapasan bawah akut pada anak di bawah usia 5 tahun yang dapat dikaitkan dengan HMPV adalah sebesar 1 persen.
Penelitian dari berbagai periode dan wilayah juga menunjukkan angka prevalensi HMPV yang cukup rendah ketika dibandingkan dengan seluruh jumlah kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Beberapa kasus telah lama ada dan dipantau secara konsisten oleh berbagai negara. Di Beijing, penelitian Cong pada 2017–2019 mencatat prevalensi 7,9 persen dari total kasus ISPA, dengan mayoritas kasus terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun.
Di Singapura, penelitian Loo pada 2007 menemukan prevalensi sebesar 5,3 persen. Di India, data Devanathan menunjukkan peningkatan kasus dari November 2022 hingga Maret 2023, dengan prevalensi 9,3 persen, yang memuncak pada bulan Desember dan Januari.
Sedangkan di Amerika Serikat, data dari National Respiratory and Enteric Virus Surveillance System (NREVSS) US CDC pada akhir 2024 mencatat prevalensi sebesar 1,94 persen.
“Jika melihat kasus-kasus sebelumnya, tingkat kematian akibat HMPV juga tergolong rendah. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu panik,” jelasnya.
“Namun tetap penting untuk menjaga pola hidup sehat dan mematuhi protokol kesehatan 3M, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak,” tambahnya.
Jika merasakan gejala seperti batuk atau demam, dr. Novi yang merupakan ahli bidang patologi klinik, khususnya subspesialisasi penyakit infeksi, menyarankan tidak perlu panik. Konsumsi obat pereda gejala yang dijual bebas seperti pereda nyeri atau dekongestan.
Bila mengalami gejala berat, seperti kesulitan bernapas, napas cepat, dan sesak dada, atau demam tinggi, disarankan segera ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
(dra)