Perkuat Ketahanan Pangan, GRASP 2030 Dorong Regulasi Redistribusi Surplus Lewat Workshop
loading...

IBCSD yang menginisiasi GRASP 2030 sukses menggelar workshop bertajuk Meningkatkan Standar Redistribusi Surplus Makanan pada Kamis (20/3/2025) di Jakarta. Foto/istimewa
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) yang menginisiasi GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan Sebelum Tahun 2030) sukses menggelar workshop bertajuk “Meningkatkan Standar Redistribusi Surplus Makanan” pada Kamis (20/3/2025) di Wyndham Casablanca Hotel, Jakarta. Organisasi-organisasi food bank (bank pangan) yang tergabung dalam inisiatif GRASP 2030 hadir dalam acara ini. Acara ini menjadi langkah konkret untuk memperkuat mekanisme penyelamatan surplus makanan dan mendistribusikannya secara aman dan bermartabat kepada mereka yang membutuhkan.
Workshop ini mempertemukan tujuh organisasi foodbank anggota GRASP 2030, perwakilan pemerintah, serta mitra calon signatories, dalam diskusi mendalam mengenai praktik terbaik, tantangan lapangan, dan langkah kolaboratif dalam memperbaiki ekosistem redistribusi pangan. Hadir pula WRAP (Waste and Resources Action Programme) dari Inggris sebagai mitra global yang membagikan praktik terbaik terkait standar redistribusi makanan secara internasional, serta narasumber lainnya dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan Medan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Organisasi redistribusi pangan menghadapi tantangan yang beragam, mulai dari keamanan pangan, reputasi brand, hingga kepatuhan hukum. Tapi kita memiliki tujuan yang sama: menyelamatkan makanan agar tidak terbuang dan memastikan pangan tersebut tetap aman dan layak bagi mereka yang membutuhkan,” ujar Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, dalam sambutannya.
Sesi diskusi menghadirkan pemaparan dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas). Ketiganya menyoroti pentingnya sistem monitoring kualitas makanan, integritas merek, hingga kerangka kebijakan yang mendukung.
Dari sisi pemerintah, Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, menyoroti pentingnya edukasi publik. “Masih perlu digaungkan mengenai hierarki pangan untuk mengedepankan pencegahan dan donasi makanan. Banyak yang belum mengetahui bahwa donasi makanan adalah salah satu solusi utama sebelum makanan berakhir sebagai limbah,” ujar Nita.
Dalam sesi breakout, para peserta mengidentifikasi tiga isu utama dalam redistribusi surplus pangan: keamanan dan kualitas pangan, reputasi brand donor, dan kepatuhan terhadap peraturan. Hasil diskusi ini akan menjadi pijakan awal dalam pembentukan Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030.
Sebagai tindak lanjut, IBCSD akan memfasilitasi pembentukan kelompok kerja lintas sektor untuk merumuskan panduan standar redistribusi pangan yang dapat diterapkan bersama oleh pelaku usaha, foodbank, dan pemerintah. “Kami akan membentuk Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030, yang akan menyusun pedoman praktis dan realistis untuk redistribusi pangan. Kelompok ini akan menjadi ruang kolaboratif bagi organisasi food bank dan pelaku usaha agar mekanisme redistribusi dapat diperkuat dan diperluas, demi mencegah pemborosan dan mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Angelique Dewi, Chairwoman GRASP 2030, dalam sambutan penutupnya.
Dengan langkah ini, GRASP 2030 berharap redistribusi pangan di Indonesia tak hanya menjadi gerakan sosial, tetapi juga solusi sistemik yang berdampak pada pengurangan sisa makanan dan peningkatan ketahanan pangan nasional.
Workshop ini mempertemukan tujuh organisasi foodbank anggota GRASP 2030, perwakilan pemerintah, serta mitra calon signatories, dalam diskusi mendalam mengenai praktik terbaik, tantangan lapangan, dan langkah kolaboratif dalam memperbaiki ekosistem redistribusi pangan. Hadir pula WRAP (Waste and Resources Action Programme) dari Inggris sebagai mitra global yang membagikan praktik terbaik terkait standar redistribusi makanan secara internasional, serta narasumber lainnya dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan Medan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Organisasi redistribusi pangan menghadapi tantangan yang beragam, mulai dari keamanan pangan, reputasi brand, hingga kepatuhan hukum. Tapi kita memiliki tujuan yang sama: menyelamatkan makanan agar tidak terbuang dan memastikan pangan tersebut tetap aman dan layak bagi mereka yang membutuhkan,” ujar Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, dalam sambutannya.
Sesi diskusi menghadirkan pemaparan dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas). Ketiganya menyoroti pentingnya sistem monitoring kualitas makanan, integritas merek, hingga kerangka kebijakan yang mendukung.
Dari sisi pemerintah, Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, menyoroti pentingnya edukasi publik. “Masih perlu digaungkan mengenai hierarki pangan untuk mengedepankan pencegahan dan donasi makanan. Banyak yang belum mengetahui bahwa donasi makanan adalah salah satu solusi utama sebelum makanan berakhir sebagai limbah,” ujar Nita.
Dalam sesi breakout, para peserta mengidentifikasi tiga isu utama dalam redistribusi surplus pangan: keamanan dan kualitas pangan, reputasi brand donor, dan kepatuhan terhadap peraturan. Hasil diskusi ini akan menjadi pijakan awal dalam pembentukan Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030.
Sebagai tindak lanjut, IBCSD akan memfasilitasi pembentukan kelompok kerja lintas sektor untuk merumuskan panduan standar redistribusi pangan yang dapat diterapkan bersama oleh pelaku usaha, foodbank, dan pemerintah. “Kami akan membentuk Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030, yang akan menyusun pedoman praktis dan realistis untuk redistribusi pangan. Kelompok ini akan menjadi ruang kolaboratif bagi organisasi food bank dan pelaku usaha agar mekanisme redistribusi dapat diperkuat dan diperluas, demi mencegah pemborosan dan mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Angelique Dewi, Chairwoman GRASP 2030, dalam sambutan penutupnya.
Dengan langkah ini, GRASP 2030 berharap redistribusi pangan di Indonesia tak hanya menjadi gerakan sosial, tetapi juga solusi sistemik yang berdampak pada pengurangan sisa makanan dan peningkatan ketahanan pangan nasional.
(dra)
Lihat Juga :