Waspada PTM Pada Saat Pandemi
loading...
A
A
A
PAKAR multidisiplin dari 6 negara Asia Tenggara (Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Singapura) telah menyerukan pentingnya tindakan yang mendesak dan efektif untuk mengoptimalkan pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) di kawasan Asia Tenggara, khususnya pada masa pandemi seperti sekarang.
Daftar rekomendasi yang disusun dan diterbitkan pada jurnal Risk Management and Healthcare Policy dengan judul “Moving Towards Optimized Non-communicable Disease Management in the ASEAN Region: Recommendations from a Review and Multidisciplinary Expert Panel” berusaha untuk mengatasi kesenjangan dalam hal kebijakan, sekaligus meningkatkan praktik klinis dan kesehatan masyarakat. (Baca: Mereka Mati Mengenaskan Setelah Menghina Nabi Muhammad SAW)
PTM, termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, pernapasan kronis, diabetes, dan gangguan mental. telah mengakibatkan lebih dari 70% kematian di dunia, sekaligus menimbulkan beban finansial dan sosial yang sangat besar di berbagai negara (baik yang berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, dilaporkan bahwa angka kematian di Indonesia sebesar 1.863.000 jiwa, di mana 35% dari angka tersebut disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Dengan terjadinya pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin kondisi ini dapat semakin parah. Maka dari itu, selain menjalankan protokol kesehatan Untuk cegah Covid-19, penting pula untuk tetap memperhatikan upaya optimalisasi pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM.
Dewan Penasihat & Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) serta salah satu penulis dalam jurnal Risk Management and Healthcare Policy, Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA., mengatakan, meskipun tersedia banyak pengobatan yang efektif, PTM seperti penyakit kardiovaskular terus menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. (Baca juga: Kemendikbud Akan kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
“Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang telah mengganggu upaya pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM di berbagai negara, termasuk Indonesia,” ucap dr Anwar dalam Webinar bersama Pfizer.
Menurutnya, perlu ada upaya untuk terus melanjutkan penyediaan layanan kesehatan esensial dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan PTM, khususnya penyakit kardiovaskular.
Lebih lanjut, dr. Anwar mengatakan, bahwa Jurnal Risk Management and Healthcare Policy ini merekomendasikan penerapan metode skrining dan pengintegrasian pelayanan kesehatan secara komprehensif dalam mencegah PTM.
“Oleh karena itu, penerapan kebijakan, penanganan kesenjangan dalam praktik klinis, dan pemberdayaan masyarakat harus diprioritaskan. Selain itu, keterlibatan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar juga berperan penting dalam mencapai kesinambungan dan keberhasilan perawatan PTM,” ungkap dr Anwar. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di Masa Pandemi)
Ia menuturkan, sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi tantangan berupa peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi orang-orang dengan PTM dan diperparah dengan adanya COVID-19.
“Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif karena akses yang terbatas seperti tertundanya diagnosis yang berakibat pada peningkatan stadium penyakit; terganggunya proses terapi (pengobatan, rehabilitasi, perawatan paliatif); dan peningkatan faktor-faktor risiko perilaku seperti fisik kurang aktif,” jelasnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MM, MARS., menambahkan, seiring dengan terjadinya pandemi COVID-19, layanan kesehatan pun ikut terdampak hingga menjadikan PTM. Terutama penyakit kardiovaskular, sebagai salah satu ancaman kesehatan terbesar bagi masyarakat dalam jangka panjang. (Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Ditemukan Tewas di Bogor)
“Salah satu upaya untuk memastikan layanan pasien PTM terus berlanjut di tengah pandemi adalah dengan memanfaatkan teknologi telehealth yang memungkinkan konsultasi jarak jauh antara pasien dan dokter secara daring,” imbuh dr Lia. (Iman Firmansyah)
Daftar rekomendasi yang disusun dan diterbitkan pada jurnal Risk Management and Healthcare Policy dengan judul “Moving Towards Optimized Non-communicable Disease Management in the ASEAN Region: Recommendations from a Review and Multidisciplinary Expert Panel” berusaha untuk mengatasi kesenjangan dalam hal kebijakan, sekaligus meningkatkan praktik klinis dan kesehatan masyarakat. (Baca: Mereka Mati Mengenaskan Setelah Menghina Nabi Muhammad SAW)
PTM, termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, pernapasan kronis, diabetes, dan gangguan mental. telah mengakibatkan lebih dari 70% kematian di dunia, sekaligus menimbulkan beban finansial dan sosial yang sangat besar di berbagai negara (baik yang berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, dilaporkan bahwa angka kematian di Indonesia sebesar 1.863.000 jiwa, di mana 35% dari angka tersebut disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Dengan terjadinya pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin kondisi ini dapat semakin parah. Maka dari itu, selain menjalankan protokol kesehatan Untuk cegah Covid-19, penting pula untuk tetap memperhatikan upaya optimalisasi pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM.
Dewan Penasihat & Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) serta salah satu penulis dalam jurnal Risk Management and Healthcare Policy, Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA., mengatakan, meskipun tersedia banyak pengobatan yang efektif, PTM seperti penyakit kardiovaskular terus menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. (Baca juga: Kemendikbud Akan kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
“Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang telah mengganggu upaya pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM di berbagai negara, termasuk Indonesia,” ucap dr Anwar dalam Webinar bersama Pfizer.
Menurutnya, perlu ada upaya untuk terus melanjutkan penyediaan layanan kesehatan esensial dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan PTM, khususnya penyakit kardiovaskular.
Lebih lanjut, dr. Anwar mengatakan, bahwa Jurnal Risk Management and Healthcare Policy ini merekomendasikan penerapan metode skrining dan pengintegrasian pelayanan kesehatan secara komprehensif dalam mencegah PTM.
“Oleh karena itu, penerapan kebijakan, penanganan kesenjangan dalam praktik klinis, dan pemberdayaan masyarakat harus diprioritaskan. Selain itu, keterlibatan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar juga berperan penting dalam mencapai kesinambungan dan keberhasilan perawatan PTM,” ungkap dr Anwar. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di Masa Pandemi)
Ia menuturkan, sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi tantangan berupa peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi orang-orang dengan PTM dan diperparah dengan adanya COVID-19.
“Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif karena akses yang terbatas seperti tertundanya diagnosis yang berakibat pada peningkatan stadium penyakit; terganggunya proses terapi (pengobatan, rehabilitasi, perawatan paliatif); dan peningkatan faktor-faktor risiko perilaku seperti fisik kurang aktif,” jelasnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MM, MARS., menambahkan, seiring dengan terjadinya pandemi COVID-19, layanan kesehatan pun ikut terdampak hingga menjadikan PTM. Terutama penyakit kardiovaskular, sebagai salah satu ancaman kesehatan terbesar bagi masyarakat dalam jangka panjang. (Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Ditemukan Tewas di Bogor)
“Salah satu upaya untuk memastikan layanan pasien PTM terus berlanjut di tengah pandemi adalah dengan memanfaatkan teknologi telehealth yang memungkinkan konsultasi jarak jauh antara pasien dan dokter secara daring,” imbuh dr Lia. (Iman Firmansyah)
(ysw)