COVID-19 Sebabkan Otak Menua 10 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyintas COVID-19 dilaporkan berisiko mengalami gangguan fungsi otak di mana kemampuan otak menua 10 tahun. Ini terungkap dari studi terhadap 84.000 orang yang dipimpin oleh Adam Hampshire, seorang dokter di Imperial College London.
Penelitian itu menemukan, di beberapa kasus COVID-19 yang berat, infeksi virus corona dihubungkan dengan penurunan kemampuan kognitif selama beberapa bulan.
( )
“Analisa kami sejalan dengan pandangan di mana ada dampak kognitif kronik bagi penyintas COVID-19. Meski sudah tidak mengeluhkan gejala tapi beberapa penyintas mengalami penurunan kemampuan kognitif,” tulis peneliti, seperti dikutip dari Reuters.
Pemeriksaan kognitif mengukur seberapa baik performa otak dalam melakukan tugasnya seperti mengingat kata-kata, menghubungkan titik-titik, dan mengerjakan puzzle. Pemeriksaan ini secara luas digunakan sebagai asesmen dalam menangani penyakit seperti alzheimer dan membantu dokter dalam meneliti kerusakan otak sementara.
Tim Hamspshire menganalisa hasil dari 84.285 orang. Namun, Joanna Wardlaw, profesor di Edinburgh University mengatakan, penelitian ini tidak menyelidiki fungsi kognitif partisipan sebelum terkena COVID-19.
“Hasilnya juga tidak merefleksikan pemulihan jangka panjang, sehingga efek kognitif yang timbul mungkin berlangsung jangka pendek,” kata Wardlaw.
Penelitian lain menunjukkan bukti bahwa pasien COVID-19 dengan efek sedang hingga berat mengalami beragam keluhan meliputi syaraf, kognitif, psikologis, hingga gejala psikiatris.
“Saya melihat keluhan ini secara langsung,” kata Robert Stevens, MD, FCCM, dokter yang berjaga di ICU Johns Hopkins Medicine dengan pasien keluhan neurologis.
Dilanjutkan Stevens, pasien-pasiennya yang dirawat di ruang ICU mengalami delirium (gangguan mental serius yang menyebabkan penderita mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar). Permasalahan syaraf pada pasien COVID-19 masih menjadi pertanyaan besar.
Penelitian itu menemukan, di beberapa kasus COVID-19 yang berat, infeksi virus corona dihubungkan dengan penurunan kemampuan kognitif selama beberapa bulan.
( )
“Analisa kami sejalan dengan pandangan di mana ada dampak kognitif kronik bagi penyintas COVID-19. Meski sudah tidak mengeluhkan gejala tapi beberapa penyintas mengalami penurunan kemampuan kognitif,” tulis peneliti, seperti dikutip dari Reuters.
Pemeriksaan kognitif mengukur seberapa baik performa otak dalam melakukan tugasnya seperti mengingat kata-kata, menghubungkan titik-titik, dan mengerjakan puzzle. Pemeriksaan ini secara luas digunakan sebagai asesmen dalam menangani penyakit seperti alzheimer dan membantu dokter dalam meneliti kerusakan otak sementara.
Tim Hamspshire menganalisa hasil dari 84.285 orang. Namun, Joanna Wardlaw, profesor di Edinburgh University mengatakan, penelitian ini tidak menyelidiki fungsi kognitif partisipan sebelum terkena COVID-19.
“Hasilnya juga tidak merefleksikan pemulihan jangka panjang, sehingga efek kognitif yang timbul mungkin berlangsung jangka pendek,” kata Wardlaw.
Penelitian lain menunjukkan bukti bahwa pasien COVID-19 dengan efek sedang hingga berat mengalami beragam keluhan meliputi syaraf, kognitif, psikologis, hingga gejala psikiatris.
“Saya melihat keluhan ini secara langsung,” kata Robert Stevens, MD, FCCM, dokter yang berjaga di ICU Johns Hopkins Medicine dengan pasien keluhan neurologis.
Dilanjutkan Stevens, pasien-pasiennya yang dirawat di ruang ICU mengalami delirium (gangguan mental serius yang menyebabkan penderita mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar). Permasalahan syaraf pada pasien COVID-19 masih menjadi pertanyaan besar.