Beban Ganda Wanita Jadi Kendala Kesetaraan Gender

Sabtu, 19 Desember 2020 - 11:52 WIB
loading...
Beban Ganda Wanita Jadi Kendala Kesetaraan Gender
Perempuan memiliki kesempatan sama dengan pria dalam konteks kesetaraan gender. (Ilustrasi Sindonews/Bobby Firmansyah)
A A A
PERAN perempuan dalam komunitas tidak hanya terbatas pada peran tradisional dan sosial. Dalam ruang pemerintahan dan kemajuan ekonomi, perempuan juga memiliki peran penting.

Tidak sedikit perempuan yang kini mendapatkan kepercayaan untuk menduduki jabatan struktural tertinggi di pemerintahan. Megawati Soekarnoputri misalnya, mampu menjadi presiden wanita pertama di Indonesia. Setelah itu bermunculan sosok pemimpin wanita lain seperti Khofifah Indar Parawansa yang menjadi gubernur wanita Indonesia satu-satunya saat ini, Begitu juga Menteri Keuangan Sri Mulyani yang kariernya melejit hingga level internasional. Termasuk juga Puan Maharani yang menduduki posisi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Meski jumlahnya belum sebanyak laki-laki, peran perempuan yang menduduki jabatan penting di pemerintahan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari data lembaga riset ‎politik dan kebijakan publik dengan perspektif gender, Cakra Wikara Indonesia (CWI), yang menyebutkan bahwa pada periode 2011-2012 perempuan yang menduduki jabatan eselon I sampai V di birokasi pemerintahan hanya sekitar 22,38%. Angka tersebut makin meningkat selama periode 2014 hingga 2018 dengan jumlah persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I sampai V mencapai 23,48%.

Salah satu perempuan yang berhasil menduduki jabatan eslon I di kementerian adalah Gati Wibawaningsih yang dipercaya menjabat direktur jenderal (dirjen) Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian. Wanita kelahiran Juli 1961 ini mengaku, tidak mudah bagi perempuan menduduki posisi tertinggi dalam jabatan struktural, apalagi ketika berada pada tingkat eselon I karena hampir 70% waktu tercurahkan untuk pekerjaan.

Sebab, bagaimanapun perempuan memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus keluarga, sehingga dukungan dari suami dan anak merupakan hal terpenting. Kondisi ini yang menyebabkan tidak banyak perempuan ingin tampil meskipun mereka memiliki kualitas sama pria.

"Sebetulnya ini peran ganda yang berat. Karena kalau laki-laki itu tidak ada halangan dan bisa 100% bekerja, sedangkan perempuan harus memikirkan keluarga juga," tegasnya.

Terlebih, dalam penyetaraan gender baik perempuan dan laki-laki sebetulnya memiliki kesempatan sama untuk meniti karier hingga tingkat tertinggi. Kesempatan ini yang kemudian dimanfaatkan Gati untuk lebih serius meniti kariernya hingga mencapai posisi sebagai satu-satunya dirjen perempuan di Kementerian Perindustrian.

Gati mengaku hampir keluar dari pekerjaan karena ingin mengikuti suami berbisnis. Tetapi, keinginan itu selalu ditahan dan diberi kesempatan oleh kementerian untuk menduduki jabatan lebih tinggi. "Tidak mudah menjadi dirjen karena harus bersaing dengan laki-laki, sehingga kita perlu menunjukkan keunggulan kita. Keseriusan saya memperhatikan hal-hal kecil untuk diselesaikan mungkin menjadi salah satu keunggulan sehingga saya bisa berada di posisi ini," tutur wanita peraih Satya Lencana Karya ini.

Tidak hanya Gati yang mampu menduduki jabatan tinggi di bangku kementerian, mantan anggota DPR dari Fraksi Demokrat Inggrid Kansil juga berhasil menduduki jabatan tinggi sebagai ketua Ikatan Pengusaha Muslim Indonesia (IPMI). Inggrid berharap bisa memajukan ekonomi Indonesia melalui kreatifitas yang dimiliki perempuan.

Inggrid juga berharap keberhasilan para pengusaha muslimah baik di tingkat daerah, nasional, maupun regional dapat menyetarakan peran perempuan yang bisa ikut memajukan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis ekonomi kerakyatan.

"Keberadaan IPMI ini bisa menjadi wadah bagi para pengusaha muslimah di Indonesia untuk bersinergi dan mengembangan jaringan usaha, termasuk meningkatkan daya saing uaha dalam menghadapi tantangan ekonomi global," ungkap Inggrid kepada Koran SINDO, Jumat (18/12/2020).

Inggrid menambahkan, peran perempuan saat ini dilihat tidak hanya ‎dari ranah formal, juga di bidang nonformal. Terbukti, banyak perempuan Indonesia yang bisa mandiri dan aktif mengembangkan ide, sehingga tidak ada lagi kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki.
‎
Meski begitu, menurut pengamat kebijakan publik dari Univeritas Indonesia (UI) Sri Budi Eko Wardani, tidak banyak perempuan duduk di posisi jabatan tinggi birokasi. Puskopol UI mencatat hanya 22,38% perempuan yang duduk di jabatan struktural kementerian atau lembaga.

"Semakin ‎tinggi jabatan, semakin sedikit jumlah perempuan. Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menunjukkan bahwa untuk jabatan fungsional jumlah keterwakilan perempuan itu berimbang dengan laki-laki. Namun, di struktural jomplang," jelasnya.

Salah satu kendala untuk mempromosikan perempuan pada jabatan struktural tinggi karena beban ganda perempuan yang tidak dikenali secara formal dalam regulasi. Kedua, peraturan promosi karier di birokasi tidak mengakomodir kondisi perempuan yang memiliki beban ganda.

"Ini yang masih dipertanyakan, mengapa harus ada sumbatan untuk masuk ke posisi tinggi. Kita harus lihat persoalannya, bukan sekadar timpang atau sama. Masalah ini tidak bisa diselesaikan kalau negara tidak ambil alih, sehingga hanya perempuan tertentu yang bisa naik. Kalau negara tidak mengenali itu, enggak bisa," tambahnya.

Hal senada diungkapkan pengamat sumber daya manusia Handi Kurniawan. Menurutnya, banyak wanita yang mampu meniti karier sampai pada tahap manajer. Tapi, semakin tinggi jabatannya, semakin sedikit jumlahnya. "Menurut saya, masalahnya ada pada self limiting belief. Mindset seperti itu yang seharunya dihancurkan," ujar Handi.

Satu-satunya‎ hal yang menghalangi wanita dalam mencapai posisi top leader adalah pembatasan diri yang mereka lakukan. Sebagian dari wanita karier menganggap posisi yang mereka jabat sudah cukup memuaskan, sehingga tidak ingin meneruskan ke posisi lebih tinggi. Ketakutan akan meninggalkan urusan keluargalah yang melatar belakangi sikap para wnaita tersebut.

Tentu saja hal tersebut tidak selalu benar. Handi mengatakan, dia telah banyak melihat sosok pemimpin wanita yang dikenalnya bisa memiliki kehidupan pribadi dan karier yang seimbang. Keseimbangan jumlah antara pemimpin wanita dan pria pun sebenarnya cukup dibutuhkan. Beberapa perusahaan bahkan telah memberikan kuota khusus agar jumlah wanita bisa lebih banyak.

"Terlebih jika mereka ingin go global. Di luar negeri bahkan pemerintahannya cukup terbuka untuk menyediakan tempat bagi wanita hingga 40%. Tinggal bagaimana para wanita ini menyikapinya," jelasnya.

Selain itu, kehadiran wanita pun sebenarnya cukup dibutuhkan karena keahlian khas mereka. Handi menyatakan, sifat wanita yang lebih multitasking dan fokus dalam mengerjakan berbagai hal adalah beberapa keunggulan yang bisa mereka tonjolkan. Meski setiap wanita memiliki prioritasnya sendiri, sungguh disayangkan jika mereka tidak melihat potensi dan kerap membatasi diri. (Aprilia S Andyna)
(wan)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1897 seconds (0.1#10.140)