Ayo! Putus Mata Rantai Anemia Lintas Generasi demi Tercipta Indonesia yang Sehat

Senin, 08 Februari 2021 - 01:26 WIB
loading...
Ayo! Putus Mata Rantai Anemia Lintas Generasi demi Tercipta Indonesia yang Sehat
Pada kasus remaja, anemia defisiensi besi dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan akademis.Foto Ilustrasi/Freepik
A A A
JAKARTA - Anemia masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Secara global, sekitar 50%-60% angka anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi atau biasa disebut anemia defisiensi besi (ADB). Dampak negatif yang diakibatkan oleh ADB berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia lintas generasi, salah satunya akibat stunting .

Menurut Riskesdas 2018, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8% dan telah mencapai peringkat 4 dunia. Sedangkan 48,9% ibu hamil, 32% remaja usia 15-24 tahun, dan 38,5% balita mengalami anemia.

Spesialis Gizi Klinik dari Indonesian Nutrition Association (INA) Dr. dr. Diana Sunardi, M.Gizi, Sp.GK dalam webinar bertema “Peran Nutrisi dalam Tantangan Lintas Generasi” yang digelar Danone Indonesia dalam rangka Hari Gizi Nasional 2021 beberapa waktu lalu menjelaskan, saat ini Indonesia masih menghadapi tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas, serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.



“Seseorang dengan kondisi ADB berisiko melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan, dan risiko lain. Padahal kondisi ADB sendiri dapat terjadi lintas generasi dan diturunkan sejak remaja, ibu hamil, anak, dan seterusnya," ujar Dr. Diana.

Pada kasus balita dan anak, lanjut Dr. Diana, ADB bermula dari kurangnya zat gizi mikro pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Dampaknya berpengaruh pada tumbuh kembang anak yang terganggu, penurunan aktivitas fisik maupun kreativitas, serta menurunnya daya tahan tubuh sehingga meningkatkan risiko infeksi.

"Sedangkan pada kasus remaja, ADB dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan akademis. Kondisi ADB pada kehamilan usia remaja juga rentan terhadap keselamatan serta kesehatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, urgensi perbaikan gizi masyarakat sebaiknya difokuskan pada 1.000 HPK dan usia remaja,” kata Dr. Diana.

Kondisi ADB yang terjadi pada penderita membawa pengaruh jangka pendek dan jangka panjang bagi tiap generasi. Jika ditarik benang merah, kondisi ini merupakan ancaman besar mengingat dampaknya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Di sisi lain, negara dituntut mampu menciptakan generasi dengan daya saing global sehingga terdapat urgensi untuk memutus mata rantai anemia lintas generasi.

“Intervensi melalui pemenuhan nutrisi dan edukasi secara menyeluruh merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai anemia baik di lingkup individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Pada anak di atas satu tahun, pencegahan anemia dapat dilakukan dengan memberikan gizi seimbang, termasuk pangan makanan dan minuman yang mengandung zat besi maupun mikronutrien lain yang mendukung penyerapan zat besi seperti vitamin C," sebut Dr. Diana.

"Sedangkan pada remaja dapat dilakukan melalui penanaman pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan yang bersih, sehat, dan bergizi seimbang. Selain itu juga dapat diberikan suplementasi tablet tambah darah (TTD). Tablet tambah darah adalah suplemen gizi dengan kandungan zat besi setara dengan 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat," tambahnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)