Kembangkan Brand Fashion Muslimah, Pasangan Ini Raih Omzet Menggiurkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bugis Hijab dikenal sebagai brand muslimah yang menyediakan puluhan jenis hijab dengan ratusan varian. Menurut sang founder Riska atau yang akrab disapa Chika Ariska, Bugis Hijab merupakan brand pakaian Muslim yang memiliki semangat pemberdayaan perempuan Tanah Air.
Baca juga: Soal Roasting Artis, Kiky Saputri Bakal Temui Sule dan Natalie Holscher
Wanita asal Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan itu berkisah jika dia memulai bisnis hijab pada 2017, sesaat setelah dipecat dari toko tempatnya bekerja. "Saat itu saya pulang ke Belawa, Wajo untuk menikah. Setelah menikah saya dipanggil oleh bos dan tiba-tiba saja dipecat tanpa alasan yang jelas," ceritanya melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/3).
Kembali ke 2008, Chika yang saat itu masih sangat belia nekat merantau ke Jakarta karena ingin mengubah nasib, termasuk membantu perekonomian keluarga di kampung halaman. Chika dan keenam saudaranya terbiasa hanya makan nasi dengan garam karena tak memiliki apa-apa termasuk tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga.
Dia juga bercerita bagaimana dirinya datang ke Jakarta hanya mengantongi uang saku sebesar Rp500 serta janji akan mendapat pekerjaan di sebuah toko di kawasan Tanah Abang. Saat itu, sang bunda sempat menentang keputusannya merantau lantaran hanya berbekal ijazah setara SMP.
"Ibu saya bilang untuk apa ke Jakarta, mau jadi pelacur? Ucapan itu keluar karena ibu tahu Jakarta itu kota yang keras. Apalagi saya perempuan dan masih remaja. Tapi saya terus bertekad tetap mau ke Jakarta untuk mengubah nasib saya dan keluarga," tekadnya.
Sesampainya di Jakarta, perempuan yang kini berusia 28 tahun tersebut bercerita bagaimana dirinya harus bekerja dari pagi sampai malam, menjaga toko dengan gaji Rp250 ribu/bulan. Saat bekerja pun Chika mengaku kerap mendapat pengalaman tak mengenakkan mulai dari dituduh yang tidak-tidak sampai terpaksa makan makanan sisa karyawan toko lainnya karena belum menerima gaji.
Namun semuanya berubah. Kerja keras yang dilakukan Chika mengantarkan dirinya menjadi sosok karyawan yang tekun hingga menyandang status sebagai anak emas dan dipromosikan sebagai kepala toko. Pada 2017 atau hampir 1 dasawarsa bekerja sebagai karyawan toko, Chika harus menelan pil pahit ketika dirinya dipecat seusai melepas masa lajang.
Tak mau lama-lama bersedih, Chika dan sang suami Arwin Burhan mencoba peruntungan dengan berjualan hijab di sebuah toko sepetak berukuran 2x2 meter di Thamrin City , Jakarta. Itu dilakukan dengan modal uang pesangon yang didapat dari pemilik toko tempat awal dia bekerja.
"Saat itu saya jualan hanya setengah toko dan boleh berjualan hanya di hari-hari tertentu selain hari Senin dan Kamis, hari di mana toko biasanya ramai. Ketika bukan hari berjualan, barang harus dipindah ke gudang padahal saat itu saya sedang hamil muda anak pertama," ungkap Chika.
Bukan tanpa rintangan, Chika mengatakan bagaimana ia kerap dipandang sebelah mata dan sulit mendapatkan barang importir saat awal-awal berjualan.
Kini, Chika melalui brand Bugis Hijab telah memiliki tiga toko offline. Arwin kemudian memiliki ide untuk membuat toko online sebagai solusi bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Akhirnya satu toko offline ditutup, dan dialihkan sebagai toko online Bugis Hijab yang berdiri hingga saat ini. Berkat go online, omzet Bugis Hijab naik pesat hingga miliaran dan memiliki lebih dari 70 karyawan.
Baca juga: Wow! Ternyata Jok Motor Bisa Disulap Jadi Alat Musik Timur Tengah
Toko offline Bugis Hijab sendiri berada di lantai 5 Blok A12 dan Blok F11 Thamrin City, Jakarta Pusat. "Untuk platform online kami bisa dijumpai di Shopee melalui bugishijab dan Instagram @bugishijabofficial," kata Chika.
Baca juga: Soal Roasting Artis, Kiky Saputri Bakal Temui Sule dan Natalie Holscher
Wanita asal Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan itu berkisah jika dia memulai bisnis hijab pada 2017, sesaat setelah dipecat dari toko tempatnya bekerja. "Saat itu saya pulang ke Belawa, Wajo untuk menikah. Setelah menikah saya dipanggil oleh bos dan tiba-tiba saja dipecat tanpa alasan yang jelas," ceritanya melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/3).
Kembali ke 2008, Chika yang saat itu masih sangat belia nekat merantau ke Jakarta karena ingin mengubah nasib, termasuk membantu perekonomian keluarga di kampung halaman. Chika dan keenam saudaranya terbiasa hanya makan nasi dengan garam karena tak memiliki apa-apa termasuk tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga.
Dia juga bercerita bagaimana dirinya datang ke Jakarta hanya mengantongi uang saku sebesar Rp500 serta janji akan mendapat pekerjaan di sebuah toko di kawasan Tanah Abang. Saat itu, sang bunda sempat menentang keputusannya merantau lantaran hanya berbekal ijazah setara SMP.
"Ibu saya bilang untuk apa ke Jakarta, mau jadi pelacur? Ucapan itu keluar karena ibu tahu Jakarta itu kota yang keras. Apalagi saya perempuan dan masih remaja. Tapi saya terus bertekad tetap mau ke Jakarta untuk mengubah nasib saya dan keluarga," tekadnya.
Sesampainya di Jakarta, perempuan yang kini berusia 28 tahun tersebut bercerita bagaimana dirinya harus bekerja dari pagi sampai malam, menjaga toko dengan gaji Rp250 ribu/bulan. Saat bekerja pun Chika mengaku kerap mendapat pengalaman tak mengenakkan mulai dari dituduh yang tidak-tidak sampai terpaksa makan makanan sisa karyawan toko lainnya karena belum menerima gaji.
Namun semuanya berubah. Kerja keras yang dilakukan Chika mengantarkan dirinya menjadi sosok karyawan yang tekun hingga menyandang status sebagai anak emas dan dipromosikan sebagai kepala toko. Pada 2017 atau hampir 1 dasawarsa bekerja sebagai karyawan toko, Chika harus menelan pil pahit ketika dirinya dipecat seusai melepas masa lajang.
Tak mau lama-lama bersedih, Chika dan sang suami Arwin Burhan mencoba peruntungan dengan berjualan hijab di sebuah toko sepetak berukuran 2x2 meter di Thamrin City , Jakarta. Itu dilakukan dengan modal uang pesangon yang didapat dari pemilik toko tempat awal dia bekerja.
"Saat itu saya jualan hanya setengah toko dan boleh berjualan hanya di hari-hari tertentu selain hari Senin dan Kamis, hari di mana toko biasanya ramai. Ketika bukan hari berjualan, barang harus dipindah ke gudang padahal saat itu saya sedang hamil muda anak pertama," ungkap Chika.
Bukan tanpa rintangan, Chika mengatakan bagaimana ia kerap dipandang sebelah mata dan sulit mendapatkan barang importir saat awal-awal berjualan.
Kini, Chika melalui brand Bugis Hijab telah memiliki tiga toko offline. Arwin kemudian memiliki ide untuk membuat toko online sebagai solusi bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Akhirnya satu toko offline ditutup, dan dialihkan sebagai toko online Bugis Hijab yang berdiri hingga saat ini. Berkat go online, omzet Bugis Hijab naik pesat hingga miliaran dan memiliki lebih dari 70 karyawan.
Baca juga: Wow! Ternyata Jok Motor Bisa Disulap Jadi Alat Musik Timur Tengah
Toko offline Bugis Hijab sendiri berada di lantai 5 Blok A12 dan Blok F11 Thamrin City, Jakarta Pusat. "Untuk platform online kami bisa dijumpai di Shopee melalui bugishijab dan Instagram @bugishijabofficial," kata Chika.
(nug)