Perempuan Desa Peduli Gambut Kalsel Dukung Penuh Fesyen Berkelanjutan

Kamis, 22 April 2021 - 00:17 WIB
loading...
Perempuan Desa Peduli Gambut Kalsel Dukung Penuh Fesyen Berkelanjutan
Fesyen berkelanjutan atau sustainable fashion merupakan gerakan yang mulai tumbuh belakangan ini untuk menjadikan gaya berbusana semakin ramah lingkungan. / Foto: ist
A A A
JAKARTA - Lebaran masih tiga minggu lagi. Meski begitu, tidak sedikit orang yang mulai memikirkan busana yang akan dikenakan, baik untuk sendiri atau bersama keluarga.

Baca juga: Intip Sisi Glamor Tisya Erni, dari Busana hingga Tas Seharga Puluhan Juta

Setiap orang perlu dan membutuhkan pakaian. Namun, belum semua orang mengetahui bahwa busana yang dikenakannya itu bisa saja menyumbang pada pencemaran lingkungan .

Fesyen berkelanjutan atau sustainable fashion merupakan gerakan yang mulai tumbuh belakangan ini untuk menjadikan gaya berbusana semakin ramah lingkungan. Dikutip dari laman zerowaste.id, fesyen berkelanjutan adalah praktik fesyen yang mengedepankan nilai-nilai perlindungan lingkungan dan kemanusiaan.

Fesyen berkelanjutan menganjurkan kita sebanyak mungkin menggunakan unsur alam dalam busana dan perangkat pendukungnya. Tidak berlebihan, karena tekstil yang menjadi bahan dasar busana kita banyak pula yang mengandung material kimiawi yang berpotensi mencemari lingkungan, terutama akibat pembuangan air pencuciannya.

Apabila di kota besar, orang-orangnya mulai gandrung dengan bahan tekstil dan busana ramah lingkungan, nun jauh di pelosok Kalimantan Selatan, kaum perempuan memproduksi tekstil ramah lingkungan dalam bentuk kain tradisional yang dikenal dengan nama sasirangan. Kain sasirangan aneka rupa ini menggunakan pewarnaan alam yang diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di lahan gambut.

Kelompok Eco Teratai di Hulu Sungai Utara (HSU) dan Kelompok Aneka Karya Sasirangan di Kabupaten Balangan adalah dua dari beberapa kelompok pengrajin sasirangan yang sudah mampu memproduksi kain-kain berpewarnaan alam dengan baik. Produk mereka sudah dikenal luas dan juga dipasarkan secara online.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) membina kelompok-kelompok ini, mulai dari peningkatan keterampilan, pemasaran, pembentukan koperasi, hingga tata kelola organisasi yang baik. Kedua kelompok mempunyai aturan yang mewajibkan setiap anggotanya menanam tumbuhan-tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pokok pewarna alam. Termasuk di antaranya tanaman yang sudah mulai langka seperti kayu ulin.

Pemasaran produk umumnya menjadi kendala utama bagi pengembangan UMKM. Tampaknya hal tersebut tidak terlalu masalah bagi kelompok pengrajin sasirangan ini. Selain dengan pemasaran online dan mengikuti berbagai pameran di tingkat nasional dan daerah, dukungan pemerintah daerah juga menjadi kunci keberhasilan.

"Saat ini kami lagi mengerjakan pesanan Pemerintah Kabupaten HSU untuk menyediakan seragam bagi HUT Kabupaten. Jumlahnya sangat banyak dan perlu waktu cukup mengerjakan karena semua produk kami buatan tangan," jelas Linda dari Kelompok Eco Teratai melalui keterangan persnya, Rabu (21/4).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1757 seconds (0.1#10.140)