Menyibak Keajaiban Allah SWT Bekerja, dalam Surah Al Kahfi (Bagian Kedua)
loading...
A
A
A
Ia berkata, “Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” (QS:Al-Kahfi Ayat: 34).
Tak hanya itu, kenikmatan harta dan pengikut telah membuatnya lupa. Ia sangka miliknya itu kekal. Padahal bagaimana bisa sesuatu yang fana menjadi abadi. Ia berkata,
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 35).
Harta dan materi yang ia miliki benar-benar membuatnya tenggelam.
“Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” (QS:Al-Kahfi Ayat: 36).
Demikianlah perasaan seseorang ketika merasakan puncak kuasa dan kaya. Ia pongah. Menyangka karunia harta adalah bukti Allah sayang padanya. Sehingga ia mengira di akhirat akan mendapatkan kedudukan serupa. Atau lebih baik lagi.
Temannya yang beriman mengajaknya ingat kepada Allah. Berusaha menyelamatkan sang teman yang merasa sudah di awang-awang. Terbang, lupa daratan.
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? (QS:Al-Kahfi Ayat: 37).
Temannya berusaha mengingatkan agar beriman kepada Allah. Bersandar dan berserah diri pada-Nya. Bukan berserah diri, mengandalkan harta dan pengikut yang ia miliki. Terkadang, seorang yang memiliki kelebihan harta dan popularitas mengatakan, “Mudah, bisa diurus.” Karena apa? Karena ia menganggap dengan materi semuanya bisa diselesaikan dan diatur karena bisa menundukkan orang lain.
Temannya melanjutkan,
Tak hanya itu, kenikmatan harta dan pengikut telah membuatnya lupa. Ia sangka miliknya itu kekal. Padahal bagaimana bisa sesuatu yang fana menjadi abadi. Ia berkata,
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (QS:Al-Kahfi | Ayat: 35).
Harta dan materi yang ia miliki benar-benar membuatnya tenggelam.
“Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” (QS:Al-Kahfi Ayat: 36).
Demikianlah perasaan seseorang ketika merasakan puncak kuasa dan kaya. Ia pongah. Menyangka karunia harta adalah bukti Allah sayang padanya. Sehingga ia mengira di akhirat akan mendapatkan kedudukan serupa. Atau lebih baik lagi.
Temannya yang beriman mengajaknya ingat kepada Allah. Berusaha menyelamatkan sang teman yang merasa sudah di awang-awang. Terbang, lupa daratan.
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? (QS:Al-Kahfi Ayat: 37).
Temannya berusaha mengingatkan agar beriman kepada Allah. Bersandar dan berserah diri pada-Nya. Bukan berserah diri, mengandalkan harta dan pengikut yang ia miliki. Terkadang, seorang yang memiliki kelebihan harta dan popularitas mengatakan, “Mudah, bisa diurus.” Karena apa? Karena ia menganggap dengan materi semuanya bisa diselesaikan dan diatur karena bisa menundukkan orang lain.
Temannya melanjutkan,