News RCTI+ Mengupas Tuntas Penanganan Kasus Korupsi

Selasa, 01 Juni 2021 - 11:11 WIB
loading...
News RCTI+ Mengupas Tuntas Penanganan Kasus Korupsi
Foto/MNC Media
A A A
JAKARTA - Pemberantasan korupsi selalu menarik perhatian publik. Apalagi masih saja banyak kepala daerah atau pejabat tinggi negara yang ditangkap aparat hukum karena korupsi. Berbagai sepak terjang dan modus para koruptor dalam melakukan aksinya banyak diulas secara tuntas di News RCTI+.

Dalam kanal Nasional di News RCTI+, setiap hari ada puluhan berita terkait masalah pemberantasan korupsi dan segala permasalahan yang melingkupinya. Berita kasus korupsi selalu menarik untuk dicermati karena masalah tersebut telah menjadi musuh bersama bangsa. Bahkan, korupsi sudah ditetapkan sebagai kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Meski perang melawan korupsi sudah dimulai sejak lama, namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Mengutip Antikorupsi.org, Transparency International menyebut skor CPI dan peringkat global Indonesia tahun 2020 mengalami penurunan. Dari skor 40 pada 2019 menurun menjadi 37 pada 2020. Adapun peringkat global Indonesia juga turun dari 85 menjadi 102. Hal ini mengindikasikan terjadinya kemunduran terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.



Data ini selaras dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa tren kasus korupsi setelah Reformasi meluas dan datang dari segala lini masyarakat baik vertikal maupun horizontal. Bahkan, dia menyebut korupsi lebih meluas daripada era Orde Baru. Sungguh Ironi. Semangat Reformasi yang salah satunya merupakan upaya pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) ternyata masih jauh panggang dari api. Boleh dikatakan pemberantasan korupsi belum menunjukkan perkembangan yang positif.

23 tahun telah berlalu sejak jatuhnya Orde Baru, Indonesia masih terus berjuang melawan korupsi. Mengapa? Ada sejumlah faktor yang menyebabkan mengapa korupsi masih terus terjadi bahkan trennya naik. Pertama, korupsi telah mengakar dan seakan telah menjadi budaya. Praktik korupsi dalam tingkat berbeda terjadi di semua level mulai dari bawah hingga atas sehingga sulit sekali dihilangkan.

Kedua, belum munculnya rasa malu. Ketika ada rasa malu, orang tidak akan berani korupsi. Ketiga, penegakan hukum dilakukan masih bersifat pandang bulu. Tajam ke bawah, tumpul ke atas. Sudah menjadi rahasia umum, aparat hukum sangat cepat memproses pelanggaran yang dilakukan warga biasa. Tapi sebaliknya, aparat cenderung berbelit-belit jika melibatkan pejabat yang berpengaruh. Fenomena ini membuat penanganan korupsi menjadi terhambat.

Keempat, rendahnya hukuman yang didapatkan para koruptor. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pada semester I 2020, rata-rata hukuman para koruptor hanya 3 tahunan.

Masih banyak lagi faktor lain seperti kurangnya keteladanan dari pemimpin kita tentang hidup yang sederhana. Selain itu, belum adanya konsistensi dari aparat dan pemerintah untuk bersama-sama memberantas korupsi. Fenomena pelemahan KPK menjadi salah satu contoh nyata yang sedang kita saksikan dengan mata telanjang. Berbagai polemik yang terjadi di KPK masih menjadi bahasan hangat setiap hari di kanal Nasional, News RCTI+.

Pemberitaan tentang pemberantasan korupsi merupakan salah satu upaya media termasuk RCTI+ untuk ikut mendukung pemerintah dalam memenangkan perang melawan korupsi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2330 seconds (0.1#10.140)