Si Kecil Bercita-cita Jadi Influencer? Psikolog: Orang Tua Harus Dukung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pernah mendengar si kecil menyebut cita-citanya ingin menjadi influencer ? Tenang, itu bukan hal yang salah di era digital seperti sekarang ini.
Baca juga: Segudang Kebaikan Ikan Salmon untuk Kesehatan
Ya, anak kecil di zaman sekarang sudah cukup melek teknologi, khususnya ponsel pintar dan aplikasi di dalamnya. Mereka pun sudah cukup dekat dengan konten digital, bahkan tak sedikit yang menjadi temannya saat makan di meja makan.
Saat si kecil kemudian menyebut dirinya ingin menjadi influencer atau Youtuber atau content creator, maka menurut Psikolog Klinis, Meity Arianty, orang tua mesti mendukungnya, jangan malah menganggap harapan tersebut salah.
"Sebenarnya tidak ada salahnya jika impian atau cita-cita anak-anak atau remaja Anda adalah menjadi Youtuber atau influencer," kata Mei pada MNC Portal melalui pesan singkat, Selasa (8/6).
Menurut Mei, yang penting adalah orang tua mendukung cita-cita tersebut, membimbing dengan tepat, dan mengarahkannya ke jalur yang sesuai. Pasalnya, ketika ada penolakan di sana, dikhawatirkan akan membuat rasa kepercayaan diri si anak bakal runtuh dan malah menghancurkan ekspektasi dirinya.
"Dukung cita-cita tersebut. Sembari itu, bekali mereka dengan pola pikir yang benar tentang kesuksesan dan kegagalan, latih mereka tentang bagaimana cara menyeimbangkan studi atau sekolah dan aktivitas online, dan bagaimana mewujudkan cita-cita, dan yang terpenting, bagaimana bijak menggunakan media sosial sehingga platformnya dapat dijadikan alat yang tepat dan aman untuk menciptakan pengalaman di dunia maya," terang Mei.
Apabila anak Anda ingin menjadi Youtuber atau influencer, sambung Mei, penting juga Anda sebagai orang tua memberikan psikoedukasi agar saat membuat konten, jangan hanya mengejar viewers atau subscriber, namun ada pertanggung jawaban moral sesuaikan dengan norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat dan harus mendidik.
"Psikoedukasi ini penting agar mereka sedini mungkin belajar memikirkan dampak yang lebih luas," ucapnya.
Mei tak menampik bahwa tidak ada jaminan mengenai pekerjaan atau profesi sebagai influencer tersebut akan terus bertahan atau memiliki masa depan. Tapi, untuk jangka menengah, hal ini mungkin terlihat menjanjikan.
Namun, jika dibuat sebagai acuan jangka panjang, maka harus dipikirkan kembali. "Yang terpenting mereka memiliki motivasi dan terarah karena semua pekerjaan tidak bisa dibangun hanya dalam waktu semalam. Menjadi influencer yang sukses pun perlu modal dan waktu," kata Mei.
Meski begitu, profesi influencer saat ini masih seperti 'ladang basah'. Belum ada data pasti mengenai jumlah influencer dan jumlah dana yang mengalir di industri ini, tapi jelas jumlahnya tidak kecil.
Lalu, apakah profesi influencer layak diperjuangkan dan menjadi pilihan karier bagi generasi selanjutnya?
Baca juga: Alwi Fahry, Orang Biasa yang Kini Dikenal berkat Konten TikTok dan Instagram
"Bisa saja, meski begitu, pastikan Anda menekuni profesi influencer sembari memiliki back-up business atau profesi lain yang lebih stabil. Hal ini pun mesti dipahami semua orangtua yang anaknya bercita-cita jadi influencer, supaya segala risiko sudah dipikirkan dengan sangat baik," saran Mei.
Baca juga: Segudang Kebaikan Ikan Salmon untuk Kesehatan
Ya, anak kecil di zaman sekarang sudah cukup melek teknologi, khususnya ponsel pintar dan aplikasi di dalamnya. Mereka pun sudah cukup dekat dengan konten digital, bahkan tak sedikit yang menjadi temannya saat makan di meja makan.
Saat si kecil kemudian menyebut dirinya ingin menjadi influencer atau Youtuber atau content creator, maka menurut Psikolog Klinis, Meity Arianty, orang tua mesti mendukungnya, jangan malah menganggap harapan tersebut salah.
"Sebenarnya tidak ada salahnya jika impian atau cita-cita anak-anak atau remaja Anda adalah menjadi Youtuber atau influencer," kata Mei pada MNC Portal melalui pesan singkat, Selasa (8/6).
Menurut Mei, yang penting adalah orang tua mendukung cita-cita tersebut, membimbing dengan tepat, dan mengarahkannya ke jalur yang sesuai. Pasalnya, ketika ada penolakan di sana, dikhawatirkan akan membuat rasa kepercayaan diri si anak bakal runtuh dan malah menghancurkan ekspektasi dirinya.
"Dukung cita-cita tersebut. Sembari itu, bekali mereka dengan pola pikir yang benar tentang kesuksesan dan kegagalan, latih mereka tentang bagaimana cara menyeimbangkan studi atau sekolah dan aktivitas online, dan bagaimana mewujudkan cita-cita, dan yang terpenting, bagaimana bijak menggunakan media sosial sehingga platformnya dapat dijadikan alat yang tepat dan aman untuk menciptakan pengalaman di dunia maya," terang Mei.
Apabila anak Anda ingin menjadi Youtuber atau influencer, sambung Mei, penting juga Anda sebagai orang tua memberikan psikoedukasi agar saat membuat konten, jangan hanya mengejar viewers atau subscriber, namun ada pertanggung jawaban moral sesuaikan dengan norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat dan harus mendidik.
"Psikoedukasi ini penting agar mereka sedini mungkin belajar memikirkan dampak yang lebih luas," ucapnya.
Mei tak menampik bahwa tidak ada jaminan mengenai pekerjaan atau profesi sebagai influencer tersebut akan terus bertahan atau memiliki masa depan. Tapi, untuk jangka menengah, hal ini mungkin terlihat menjanjikan.
Namun, jika dibuat sebagai acuan jangka panjang, maka harus dipikirkan kembali. "Yang terpenting mereka memiliki motivasi dan terarah karena semua pekerjaan tidak bisa dibangun hanya dalam waktu semalam. Menjadi influencer yang sukses pun perlu modal dan waktu," kata Mei.
Meski begitu, profesi influencer saat ini masih seperti 'ladang basah'. Belum ada data pasti mengenai jumlah influencer dan jumlah dana yang mengalir di industri ini, tapi jelas jumlahnya tidak kecil.
Lalu, apakah profesi influencer layak diperjuangkan dan menjadi pilihan karier bagi generasi selanjutnya?
Baca juga: Alwi Fahry, Orang Biasa yang Kini Dikenal berkat Konten TikTok dan Instagram
"Bisa saja, meski begitu, pastikan Anda menekuni profesi influencer sembari memiliki back-up business atau profesi lain yang lebih stabil. Hal ini pun mesti dipahami semua orangtua yang anaknya bercita-cita jadi influencer, supaya segala risiko sudah dipikirkan dengan sangat baik," saran Mei.
(nug)