AstraZeneca Gagal Kembangkan Koktail Antibodi Untuk Cegah Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koktail antibodi AstraZeneca yang kini tengah dikembangkan dinyatakan kurang efektif mencegah Covid-19. Hasil studi menunjukan, koktail antibodi tersebut hanya 33 persen efektif mencegah Covid-19.Perlu ditekankan di sini, koktail antibodi AstraZeneca ini berbeda dengan vaksinnya yang bahkan terbukti 90% mencegah varian Delta yang kini menghantui banyak negara, termasuk Indonesia.
Uji coba terhadap 1.121 sukarelawan dewasa bertujuan melihat apakah koktail antibodi ini dapat melindungi orang yang baru saja kontak dengan virus SARS-CoV2 seperti di panti jompo. Perusahaan mengatakan sedang menjalankan studi lain tentang obat yang dapat membantu mengklarifikasi temuan ini.
"Hasil ini merupakan pukulan berat bagi AstraZeneca karena koktail antibodi buatan mereka digadang-gadang akan sesukses vaksin Covid-19. Terlebih, perusahaan GlaxoSmithKline Plc berhasil menciptakan koktail antibodi yang kini telah disetujui untuk orang berisiko terkena penyakit parah atau tidak dapat divaksin," terang laporan Live Mint, Rabu (16/6/2021).
Baca Juga : Cegah Varian Delta India Ngamuk di RI, Jokowi Diminta Lockdown Besar-besaran
Jadi, bagaimana studi berjalan?
Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, menunjukkan hasil 23 sukarelawan yang mendapat koktail AZD7442 mengembangkan gejala Covid-19 setelah terpapar penyakit, dibandingkan dengan 17 kasus pada kelompok plasebo.
Dua kali lebih banyak peserta mendapat antibodi, tetapi perbedaan antara kedua kelompok tidak dianggap signifikan secara statistik. Koktail ditoleransi dengan baik oleh para peserta.
Data lain yang diungkap perusahaan adalah semua peserta uji telah terpapar Covid-19 dalam delapan hari terakhir. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi koktail antibodi ini memiliki beberapa efek pencegahan.
"Sukarelawan yang terinfeksi hingga seminggu setelah mengonsumsi antibodi memiliki kemungkinan 51 persen lebih kecil untuk mengembangkan gejala," kata perusahaan itu. Itu naik menjadi 92 persen jika pasien tidak mencatat infeksi sampai lebih dari seminggu setelah injeksi. Semua peserta memiliki tes antibodi negatif ketika diberi dosis untuk mengecualikan infeksi sebelumnya.
"Hasilnya menunjukkan koktail itu mungkin berguna dalam mencegah gejala Covid-19 pada individu yang belum terinfeksi," kata Myron Levin, peneliti utama studi tersebut dan profesor kedokteran di University of Colorado. "Masih ada kebutuhan yang signifikan untuk pencegahan dan ini jadi pilihan pengobatan untuk populasi tertentu," tambahnya.
Sementara itu, terapi koktail antibodi dipandang sebagai cara untuk melindungi orang-orang seperti pasien kanker yang sistem kekebalannya mungkin tidak merespon dengan baik terhadap vaksin. terapi ini juga dapat memberikan perawatan yang sangat dibutuhkan ketika negara-negara menghadapi varian dan gelombang infeksi baru di tengah berbagai kecepatan peluncuran vaksin.
"Tetapi produknya tidak praktis untuk digunakan dan skalanya terbatas. Tidak seperti vaksin, di mana miliaran dosis dapat diproduksi setiap tahun, perawatan antibodi hanya dapat mencapai beberapa juta," terang Mark Esser, kepala ilmu mikroba AstraZeneca.
Baca Juga : Satgas Sebut Vaksin di Indonesia Masih Efektif Hadapi Varian Delta
Beberapa perawatan antibodi sudah dijual. Glaxo dan Vir Biotechnology Inc. menerima otorisasi penggunaan darurat AS untuk produk mereka bulan lalu setelah terbukti dapat mencegah pasien yang berisiko memburuk. Otorisasi Eli Lilly & Co. untuk pengobatan antibodi dicabut pada bulan April di tengah pertanyaan tentang keefektifannya, tetapi perusahaan itu kemudian meminta produk tersebut untuk digunakan dalam kombinasi dengan antibodi lain.
Uji coba terhadap 1.121 sukarelawan dewasa bertujuan melihat apakah koktail antibodi ini dapat melindungi orang yang baru saja kontak dengan virus SARS-CoV2 seperti di panti jompo. Perusahaan mengatakan sedang menjalankan studi lain tentang obat yang dapat membantu mengklarifikasi temuan ini.
"Hasil ini merupakan pukulan berat bagi AstraZeneca karena koktail antibodi buatan mereka digadang-gadang akan sesukses vaksin Covid-19. Terlebih, perusahaan GlaxoSmithKline Plc berhasil menciptakan koktail antibodi yang kini telah disetujui untuk orang berisiko terkena penyakit parah atau tidak dapat divaksin," terang laporan Live Mint, Rabu (16/6/2021).
Baca Juga : Cegah Varian Delta India Ngamuk di RI, Jokowi Diminta Lockdown Besar-besaran
Jadi, bagaimana studi berjalan?
Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, menunjukkan hasil 23 sukarelawan yang mendapat koktail AZD7442 mengembangkan gejala Covid-19 setelah terpapar penyakit, dibandingkan dengan 17 kasus pada kelompok plasebo.
Dua kali lebih banyak peserta mendapat antibodi, tetapi perbedaan antara kedua kelompok tidak dianggap signifikan secara statistik. Koktail ditoleransi dengan baik oleh para peserta.
Data lain yang diungkap perusahaan adalah semua peserta uji telah terpapar Covid-19 dalam delapan hari terakhir. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi koktail antibodi ini memiliki beberapa efek pencegahan.
"Sukarelawan yang terinfeksi hingga seminggu setelah mengonsumsi antibodi memiliki kemungkinan 51 persen lebih kecil untuk mengembangkan gejala," kata perusahaan itu. Itu naik menjadi 92 persen jika pasien tidak mencatat infeksi sampai lebih dari seminggu setelah injeksi. Semua peserta memiliki tes antibodi negatif ketika diberi dosis untuk mengecualikan infeksi sebelumnya.
"Hasilnya menunjukkan koktail itu mungkin berguna dalam mencegah gejala Covid-19 pada individu yang belum terinfeksi," kata Myron Levin, peneliti utama studi tersebut dan profesor kedokteran di University of Colorado. "Masih ada kebutuhan yang signifikan untuk pencegahan dan ini jadi pilihan pengobatan untuk populasi tertentu," tambahnya.
Sementara itu, terapi koktail antibodi dipandang sebagai cara untuk melindungi orang-orang seperti pasien kanker yang sistem kekebalannya mungkin tidak merespon dengan baik terhadap vaksin. terapi ini juga dapat memberikan perawatan yang sangat dibutuhkan ketika negara-negara menghadapi varian dan gelombang infeksi baru di tengah berbagai kecepatan peluncuran vaksin.
"Tetapi produknya tidak praktis untuk digunakan dan skalanya terbatas. Tidak seperti vaksin, di mana miliaran dosis dapat diproduksi setiap tahun, perawatan antibodi hanya dapat mencapai beberapa juta," terang Mark Esser, kepala ilmu mikroba AstraZeneca.
Baca Juga : Satgas Sebut Vaksin di Indonesia Masih Efektif Hadapi Varian Delta
Beberapa perawatan antibodi sudah dijual. Glaxo dan Vir Biotechnology Inc. menerima otorisasi penggunaan darurat AS untuk produk mereka bulan lalu setelah terbukti dapat mencegah pasien yang berisiko memburuk. Otorisasi Eli Lilly & Co. untuk pengobatan antibodi dicabut pada bulan April di tengah pertanyaan tentang keefektifannya, tetapi perusahaan itu kemudian meminta produk tersebut untuk digunakan dalam kombinasi dengan antibodi lain.
(wur)