Sempat Benci Islam, Bule Ini Jadi Mualaf Gegara Lumpia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bule cantik bernama Maya Wallece menjadi mualaf setelah sempat membenci islam. Wanita asal Skotlandia ini masuk islam pada tahun 2009. Kisah Maya menjadi mualaf terbilang cukup unik.
Maya adalah seseorang yang tidak memiliki agama. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak menganut agama apapun sehingga tidak ada kitab suci di rumahnya. Saat SMA, Maya ingin lebih mengenal agama.
"Saat itu aku memiliki hasrat untuk mendapatkan beberapa jawaban. bukan karena ingin memeluk sebuah agama, bukan karena ingin menjadi pemeluk kristen, sikh, atau katolik," kata Maya dikutip dari kanal YouTube Ape Astronaut, Senin (1/11/2021).
Saat SMA, Maya belum mengenal islam karena di sekolahnya tidak ada pengajar yang memiliki pengetahuan tentang islam. Hal ini tidak masalah bagi Maya karena menurutnya islam bukan ajaran yang benar.
Maya bahkan menganggap islam sebagai agama biadab dan para penganutnya dianggap gila. Dalam pikrian Maya kala itu, penganut islam gemar meneror orang tak berdosa dan suka meledakan bangunan alias teroris.
Kebencian Maya terhadap islam tentunya tidak pernah sedikitpun membuat Maya berpikir untuk masuk islam. Perjalanan Maya menuju islam dimulai pada 2005. Maya yang bekerja di sebuah call center dipertemukan dengan pegawai mayoritas orang Pakistan beragama islam.
Persahabatan Maya dan teman-teman muslimnya mulai terjalin. Maya melihat mereka tidak seperti apa yang ia bayangkan sebelumnya mengenai islam. Jika dahulu ia memandang islam sebagai agama yang biadab dan penganutnya dianggap teroris, Maya tidak melihat hal tersebut pada diri teman-temannya.
Mereka bergaul layaknya persahabatan pada umumnya, seperti ke bioskop dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu, Maya mulai memperhatikan sikap teman-temannya.
"Namun satu hal yang menonjol bagiku adalah bahwa mereka melakukan apapun dengan cara yang sangat terhormat. Mereka sangat menjaga kehormatan diri mereka sendiri. Pelan-pelan aku memperhatikan tingkah laku dan sikap mereka, itu yang mengenalkanku pada islam," ujar Maya.
Saat Ramadhan, teman Maya pun berpuasa. Kala itu mereka buka puasa bersama dan ada hal yang membuat Maya penasaran dengan islam. Maya terkesan ketika temannya menawarkan lumpia kepada dirinya yang tidak berpuasa.
"Salah satu sahabatku, Sam Shayma, menyodorkan sekotak lumpia dan menawarkannya padaku. Itu merupakan momen yang berkesan bagiku," jelas Maya.
"Aku yang makan sepanjang hari, bahkan mungkin tak sadar telah minum air atau yang lainnya di hadapan mereka, malah ditawari makanan dan diajak berbuka berbuka puasa bersama mereka," sambungnya.
Maya semakin penasaran karena kebaikan temannya. Ia mulai bertanya tentang islam dan mengapa teman-temannya begitu baik padanya. "Apakah kebaikan ini hanya ada pada para sahabatku? apakah ini merupakan bagian dari ajaran islam?" tanya Maya.
Sahabat Maya kemudian menjawab pertanyaan tersebut bukan berdasarkan opini mereka melainkan merujuk pada Al Quran, hadis, sunnah Nabi, dan dalil. Jika mereka tidak tahu jawabannya, mereka akan jujur kepada Maya dan berusaha mencari tahu.
Selama Maya mempelajari islam, ia tersadar bahwa mempercayai saja tidak cukup. Bagi Maya islam merupakan jalan hidup.
"Islam punya aturan tersendiri dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Jika aku berniat untuk menjadi seorang muslimah, berniat menjadikan islam sebagai jati diriku, segalanya yang kutahui selama ini harus berubah," ungkap Maya.
Maya secara perlahan mulai menjauhi makanan dan minuman haram seperti alkohol. Selain itu Maya juga menghentikan kebiasaan pergi ke klab malam. Pakaian yang Maya kenakan juga mulai sopan. Namun Maya masih bimbang karena masuk islam adalah komitmen seumur hidup.
Salah satu ketakutan Maya ketika hendak masuk islam adalah respon keluarganya yang tidak mengenal agama. Butuh waktu lama untuk Maya bisa menyampaikan niat masuk islam kepada keluarga, terutama sang ibu. Berkali-kali Maya mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu sang ibu, tapi ia selalu gagal karena ketakutannya.
"Aku berkeinginan untuk masuk islam pada bulan Ramadhan, aku ingin berpuasa selama bulan tersebut, serta aku ingin merasakan nuansa Ramadhan," ujar Maya.
Akhirnya beberapa pekan sebelum Ramadhan, maya menuntaskan niatnya untuk memberi tahu sang ibu perihal keinginan masuk islam. Ternyata sang ibu menerima dan hanya memberikan pertanyaan mengapa ia ingin masuk islam. Untungnya tidak terjadi perdebatan panjang karena menurut Maya, keluarganya tidak suka mendiskusikan sesuatu secara mendalam.
Maya pun pergi ke Masjid Glasggow Pusat. Di masjid tersebut, Maya mengucapkan dua kalimat syahadat dengan suasana penuh haru. Pada awal ia memeluk Islam, Maya belum mengenakan hijab karena tidak ingin kehilangan rambut indahnya. Hingga teman Maya memberikan analogi sebuah permen.
Ia memberikan pertanyaan jika ada dua permen terjatuh, satu permen masih dibungkus dan satu lainnya terbuka, mana yang akan Maya ambil. Dengan yakin Maya menjawab permen yang masih terbungkus. Dari sanalah Maya sadar bahwa Allah memberikan aturan mengenakan hijab adalah untuk melindungi perempuan.
Maya adalah seseorang yang tidak memiliki agama. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak menganut agama apapun sehingga tidak ada kitab suci di rumahnya. Saat SMA, Maya ingin lebih mengenal agama.
"Saat itu aku memiliki hasrat untuk mendapatkan beberapa jawaban. bukan karena ingin memeluk sebuah agama, bukan karena ingin menjadi pemeluk kristen, sikh, atau katolik," kata Maya dikutip dari kanal YouTube Ape Astronaut, Senin (1/11/2021).
Saat SMA, Maya belum mengenal islam karena di sekolahnya tidak ada pengajar yang memiliki pengetahuan tentang islam. Hal ini tidak masalah bagi Maya karena menurutnya islam bukan ajaran yang benar.
Maya bahkan menganggap islam sebagai agama biadab dan para penganutnya dianggap gila. Dalam pikrian Maya kala itu, penganut islam gemar meneror orang tak berdosa dan suka meledakan bangunan alias teroris.
Kebencian Maya terhadap islam tentunya tidak pernah sedikitpun membuat Maya berpikir untuk masuk islam. Perjalanan Maya menuju islam dimulai pada 2005. Maya yang bekerja di sebuah call center dipertemukan dengan pegawai mayoritas orang Pakistan beragama islam.
Persahabatan Maya dan teman-teman muslimnya mulai terjalin. Maya melihat mereka tidak seperti apa yang ia bayangkan sebelumnya mengenai islam. Jika dahulu ia memandang islam sebagai agama yang biadab dan penganutnya dianggap teroris, Maya tidak melihat hal tersebut pada diri teman-temannya.
Mereka bergaul layaknya persahabatan pada umumnya, seperti ke bioskop dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu, Maya mulai memperhatikan sikap teman-temannya.
"Namun satu hal yang menonjol bagiku adalah bahwa mereka melakukan apapun dengan cara yang sangat terhormat. Mereka sangat menjaga kehormatan diri mereka sendiri. Pelan-pelan aku memperhatikan tingkah laku dan sikap mereka, itu yang mengenalkanku pada islam," ujar Maya.
Saat Ramadhan, teman Maya pun berpuasa. Kala itu mereka buka puasa bersama dan ada hal yang membuat Maya penasaran dengan islam. Maya terkesan ketika temannya menawarkan lumpia kepada dirinya yang tidak berpuasa.
"Salah satu sahabatku, Sam Shayma, menyodorkan sekotak lumpia dan menawarkannya padaku. Itu merupakan momen yang berkesan bagiku," jelas Maya.
"Aku yang makan sepanjang hari, bahkan mungkin tak sadar telah minum air atau yang lainnya di hadapan mereka, malah ditawari makanan dan diajak berbuka berbuka puasa bersama mereka," sambungnya.
Maya semakin penasaran karena kebaikan temannya. Ia mulai bertanya tentang islam dan mengapa teman-temannya begitu baik padanya. "Apakah kebaikan ini hanya ada pada para sahabatku? apakah ini merupakan bagian dari ajaran islam?" tanya Maya.
Sahabat Maya kemudian menjawab pertanyaan tersebut bukan berdasarkan opini mereka melainkan merujuk pada Al Quran, hadis, sunnah Nabi, dan dalil. Jika mereka tidak tahu jawabannya, mereka akan jujur kepada Maya dan berusaha mencari tahu.
Selama Maya mempelajari islam, ia tersadar bahwa mempercayai saja tidak cukup. Bagi Maya islam merupakan jalan hidup.
"Islam punya aturan tersendiri dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Jika aku berniat untuk menjadi seorang muslimah, berniat menjadikan islam sebagai jati diriku, segalanya yang kutahui selama ini harus berubah," ungkap Maya.
Maya secara perlahan mulai menjauhi makanan dan minuman haram seperti alkohol. Selain itu Maya juga menghentikan kebiasaan pergi ke klab malam. Pakaian yang Maya kenakan juga mulai sopan. Namun Maya masih bimbang karena masuk islam adalah komitmen seumur hidup.
Salah satu ketakutan Maya ketika hendak masuk islam adalah respon keluarganya yang tidak mengenal agama. Butuh waktu lama untuk Maya bisa menyampaikan niat masuk islam kepada keluarga, terutama sang ibu. Berkali-kali Maya mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu sang ibu, tapi ia selalu gagal karena ketakutannya.
"Aku berkeinginan untuk masuk islam pada bulan Ramadhan, aku ingin berpuasa selama bulan tersebut, serta aku ingin merasakan nuansa Ramadhan," ujar Maya.
Akhirnya beberapa pekan sebelum Ramadhan, maya menuntaskan niatnya untuk memberi tahu sang ibu perihal keinginan masuk islam. Ternyata sang ibu menerima dan hanya memberikan pertanyaan mengapa ia ingin masuk islam. Untungnya tidak terjadi perdebatan panjang karena menurut Maya, keluarganya tidak suka mendiskusikan sesuatu secara mendalam.
Maya pun pergi ke Masjid Glasggow Pusat. Di masjid tersebut, Maya mengucapkan dua kalimat syahadat dengan suasana penuh haru. Pada awal ia memeluk Islam, Maya belum mengenakan hijab karena tidak ingin kehilangan rambut indahnya. Hingga teman Maya memberikan analogi sebuah permen.
Ia memberikan pertanyaan jika ada dua permen terjatuh, satu permen masih dibungkus dan satu lainnya terbuka, mana yang akan Maya ambil. Dengan yakin Maya menjawab permen yang masih terbungkus. Dari sanalah Maya sadar bahwa Allah memberikan aturan mengenakan hijab adalah untuk melindungi perempuan.
(dra)