Epidemiolog: Cakupan Vaksinasi Harus Lebih dari 90% untuk Hadapi Ancaman Omicron
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemunculan virus varian baru omicron tengah menjadi momok masyarakat dunia di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.
Diawali di Afrika Selatan, omicron saat ini diketahui sudah menyebar ke berbagai negara di Eropa dan Asia. Omicron juga sudah ditetapkan oleh WHO sebagai varian yang harus diwaspadai alias varian of concern (VoC) per 26 November 2021.
Sebagai langkah antisipasi mencegah masuknya varian yang ditengarai lebih cepat menular daripada varian delta itu, saat ini pemerintah lewat Kementerian Perhubungan sudah memperketat jalur-jalur pintu masuk internasional dan menutup sementara akses bagi warga negara asing (WNA) dari negara-negara yang terkonfirmasi memiliki kasus positif varian omicron.
Epidemiolog Griffith University Australia dr. Dicky Budiman mengatakan, selain langkah mitigasi, menurutnya pemerintah saat ini harus lebih menggenjot program vaksinasi Covid-19 .
“Yang harus dilakukan saat ini adalah mitigasi, pemerintah sudah benar dengan menerapkan PPKM bertingkat, perbatasan jelang Nataru. Namun, yang lebih giat lagi adalah vaksinasi, ini penting sekali,” tutur dr. Dicky kala dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (29/11/2021).
Dari kacamata epidemiolog, ia merujuk pada kasus omicron yang banyak terjadi pada orang-orang yang belum divaksinasi. Dokter Dicky menggarisbawahi, vaksin di sini efektivitasnya lebih mengarah untuk mencegah level keparahan dan kematian.
“Tapi harus diingat, efektivitasnya itu lebih kepada mencegah keparahan dan kematian. Tapi dalam hal efektivitas mencegah terjadinya infeksi, mencegah menularkan ke orang lain itu enggak atau belum,” katanya.
Maka itu, menurutnya, untuk menekan laju penularan varian omicron, saat ini pemerintah harus fokus pada penguatan di sektor vaksinasi.
Dokter Dicky menyebutkan, merujuk pada data di Afrika Selatan, vaksinasi terbukti masih efektif, walaupun efektivitasnya lebih dalam hal mencegah keparahan ataupun kematian.
Baca Juga: Aturan Baru Perjalanan Internasional untuk Cegah Omicron Masuk ke Indonesia, Wajib Karantina 14x24 Jam!
“Penguatan di vaksinasi. Harus diketahui vaksinasi dari data Afrika Selatan saat ini, terbukti masih efektif dalam hal mencegah keparahan ataupun kematian. Konteks kita, cakupannya menurut saya, sudah harus lebih dari 90 persen. Sudah enggak bisa 70 atau 80 persen, vaksinasi 90 persen at least dua dosis harus kita kejar. Termasuk urgensi booster untuk kelompok berisiko, ini harus cepat kita lakukan di awal tahun. Termasuk vaksinasi untuk anak-anak, ini harus segera dan merata,” tegas dr. Dicky
Dokter Dicky mengingatkan, selain menggenjot vaksinasi, masyarakat dan pemerintah juga tidak boleh abai dan harus mengombinasikan metode 3T (tracing, testing, treatment), protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari keramaian), serta surveillance genomic di bawah payung penerapan aturan PPKM bertingkat.
Diawali di Afrika Selatan, omicron saat ini diketahui sudah menyebar ke berbagai negara di Eropa dan Asia. Omicron juga sudah ditetapkan oleh WHO sebagai varian yang harus diwaspadai alias varian of concern (VoC) per 26 November 2021.
Sebagai langkah antisipasi mencegah masuknya varian yang ditengarai lebih cepat menular daripada varian delta itu, saat ini pemerintah lewat Kementerian Perhubungan sudah memperketat jalur-jalur pintu masuk internasional dan menutup sementara akses bagi warga negara asing (WNA) dari negara-negara yang terkonfirmasi memiliki kasus positif varian omicron.
Epidemiolog Griffith University Australia dr. Dicky Budiman mengatakan, selain langkah mitigasi, menurutnya pemerintah saat ini harus lebih menggenjot program vaksinasi Covid-19 .
“Yang harus dilakukan saat ini adalah mitigasi, pemerintah sudah benar dengan menerapkan PPKM bertingkat, perbatasan jelang Nataru. Namun, yang lebih giat lagi adalah vaksinasi, ini penting sekali,” tutur dr. Dicky kala dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (29/11/2021).
Dari kacamata epidemiolog, ia merujuk pada kasus omicron yang banyak terjadi pada orang-orang yang belum divaksinasi. Dokter Dicky menggarisbawahi, vaksin di sini efektivitasnya lebih mengarah untuk mencegah level keparahan dan kematian.
“Tapi harus diingat, efektivitasnya itu lebih kepada mencegah keparahan dan kematian. Tapi dalam hal efektivitas mencegah terjadinya infeksi, mencegah menularkan ke orang lain itu enggak atau belum,” katanya.
Maka itu, menurutnya, untuk menekan laju penularan varian omicron, saat ini pemerintah harus fokus pada penguatan di sektor vaksinasi.
Dokter Dicky menyebutkan, merujuk pada data di Afrika Selatan, vaksinasi terbukti masih efektif, walaupun efektivitasnya lebih dalam hal mencegah keparahan ataupun kematian.
Baca Juga: Aturan Baru Perjalanan Internasional untuk Cegah Omicron Masuk ke Indonesia, Wajib Karantina 14x24 Jam!
“Penguatan di vaksinasi. Harus diketahui vaksinasi dari data Afrika Selatan saat ini, terbukti masih efektif dalam hal mencegah keparahan ataupun kematian. Konteks kita, cakupannya menurut saya, sudah harus lebih dari 90 persen. Sudah enggak bisa 70 atau 80 persen, vaksinasi 90 persen at least dua dosis harus kita kejar. Termasuk urgensi booster untuk kelompok berisiko, ini harus cepat kita lakukan di awal tahun. Termasuk vaksinasi untuk anak-anak, ini harus segera dan merata,” tegas dr. Dicky
Dokter Dicky mengingatkan, selain menggenjot vaksinasi, masyarakat dan pemerintah juga tidak boleh abai dan harus mengombinasikan metode 3T (tracing, testing, treatment), protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari keramaian), serta surveillance genomic di bawah payung penerapan aturan PPKM bertingkat.
(tsa)