Rumah Musik Harry Roesli, Wadah Kreativitas Musisi Jalanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rumah Musik Harry Roesli (RMHR) menjadi wadah kreativitas dan tempat belajar para musisi jalanan . RMHR yang kini diteruskan oleh anak Harry Roesli awalnya tempat kursus atau lembaga non formal dengan kegiatan membina musisi jalanan.
Berlokasi di Jalan Supratman No. 57, Kota Bandung, Jawa Barat, RMHR menjadi warisan Harry Roesli yang didirikan sejak 1997. Di mana seluruh kegiatannya fokus pada musisi jalanan.
“Saya gantikan tugas bapak, dulu aktif membina komunitas anak jalanan dan pengamen jalanan di Bandung. Ketika bapak meninggal, saya diwariskan perjuangan bapak yang menumpuk dari sisi pergerakan di musik, teman aktivis dan sosial," kata anak Harry Roesli, Layala Roesli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
"Ketika bapak meninggal, banyak pihak berharap bisa gantikan kejeniusan bapak meski awalnya beba. Layaknya Pele dan Maradona yang anaknya nggak meneruskan bapaknya,“ sambungnya.
Layala menjelaskan, setelah sang ayah meninggal pada 2004, ia dan keluarga mencari cara agar nama Harry Roesli terus dikenang. Terlebih sebelum meninggal, pemilik nama asli Djauhar Zaharsjah Fahrudin Roesli ini sempat menitipkan pesan yang mengisyaratkan untuk meneruskan perjuangannya.
Oleh karena itu, RMHR kini masih terus berjalan. Bahkan, melalui rumah tersebut, Layala juga membuka kursus musik komersial, yang mana keuntungannya digunakan untuk biaya pelatinan musisi jalanan.
Di RMHR ada tiga kelompok musisi yakni musisi yang datang secara sukarela datang, musisi yang direkrut langsung dari jalan dan terakhir musisi jalanan yang diajak temannya yang telah lebih dahulu bergabung dan belajar di RMHR.
"Setelah bapak meninggal, kami gabungkan kegiatan kursus dan komunitas musik ke dalam satu nama RMHR ini sehingga fokus terhadap dua hal yakni kursus musik dan komunitas jalanan," jelas Layala.
"Keuntungan dari kursus musik formal bisa membiayai program anak jalanan ini meski bentuk pelatihan musiknya sama namun kalau anak jalanan tidak dikenakan biaya," lanjutnya.
Tak hanya sekadar belajar, para musisi ini kemudian menggelar konser setiap tiga bulan sekali. Di mana musisi yang keahilannya berkembang dengan baik, akan membuat album atau video cover. Rencananya, RMHR juga akan membuat konser musikal atau film musikal dari album The Sound of Jalanan.
Dalam 5 tahun terakhir diketahui sudah ada beberapa musisi jalanan RMHR yang tampil di panggung besar. Mereka mengisi acara gathering, pernikahan, pengiring solois Nadine Amizah hingga tampil di Java Jazz 2012 bersama dengan musisi papan atas dunia, Dave Koz yang diberi nama 57Kustik.
“Awal bisa masuk ke dalam Java Jazz 2012 kami membuatkan semacam video promo untuk 57Kustik menggunakan lagunya Dave Koz. Kami upload di YouTube dan salah satu panitia Java Jazz melihat video tersebut dan memberikan kepada Dewi Gontha yang kemudian oleh mbak Dewi Gontha diforward langsung dan dilihat oleh Dave Koz sendiri," ujar Layala.
"Dari situ langsung ditawarkan untuk kolaborasi dan akhirnya 57Kustik bisa tampil di Java Jazz,” imbuhnya.
Lebih lanjut Layala pun berharap melalui RMHR dapat mengubah pandangan masyarakat kepada musisi jalanan menjadi lebih baik.
“Saya ingin musisi jalanan juga bisa lebih dihargai dan bisa dilihat sebagai suatu profesi dalam industri musik Indonesia. Semoga keberadaan Rumah Musik Harry Roesli tercatat dalam tinta emas sejarah industri musik Indonesia, dan dapat menginspirasi bagi generasi yang akan datang,” tandasnya.
Berlokasi di Jalan Supratman No. 57, Kota Bandung, Jawa Barat, RMHR menjadi warisan Harry Roesli yang didirikan sejak 1997. Di mana seluruh kegiatannya fokus pada musisi jalanan.
“Saya gantikan tugas bapak, dulu aktif membina komunitas anak jalanan dan pengamen jalanan di Bandung. Ketika bapak meninggal, saya diwariskan perjuangan bapak yang menumpuk dari sisi pergerakan di musik, teman aktivis dan sosial," kata anak Harry Roesli, Layala Roesli saat dihubungi SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
"Ketika bapak meninggal, banyak pihak berharap bisa gantikan kejeniusan bapak meski awalnya beba. Layaknya Pele dan Maradona yang anaknya nggak meneruskan bapaknya,“ sambungnya.
Layala menjelaskan, setelah sang ayah meninggal pada 2004, ia dan keluarga mencari cara agar nama Harry Roesli terus dikenang. Terlebih sebelum meninggal, pemilik nama asli Djauhar Zaharsjah Fahrudin Roesli ini sempat menitipkan pesan yang mengisyaratkan untuk meneruskan perjuangannya.
Oleh karena itu, RMHR kini masih terus berjalan. Bahkan, melalui rumah tersebut, Layala juga membuka kursus musik komersial, yang mana keuntungannya digunakan untuk biaya pelatinan musisi jalanan.
Di RMHR ada tiga kelompok musisi yakni musisi yang datang secara sukarela datang, musisi yang direkrut langsung dari jalan dan terakhir musisi jalanan yang diajak temannya yang telah lebih dahulu bergabung dan belajar di RMHR.
"Setelah bapak meninggal, kami gabungkan kegiatan kursus dan komunitas musik ke dalam satu nama RMHR ini sehingga fokus terhadap dua hal yakni kursus musik dan komunitas jalanan," jelas Layala.
"Keuntungan dari kursus musik formal bisa membiayai program anak jalanan ini meski bentuk pelatihan musiknya sama namun kalau anak jalanan tidak dikenakan biaya," lanjutnya.
Tak hanya sekadar belajar, para musisi ini kemudian menggelar konser setiap tiga bulan sekali. Di mana musisi yang keahilannya berkembang dengan baik, akan membuat album atau video cover. Rencananya, RMHR juga akan membuat konser musikal atau film musikal dari album The Sound of Jalanan.
Dalam 5 tahun terakhir diketahui sudah ada beberapa musisi jalanan RMHR yang tampil di panggung besar. Mereka mengisi acara gathering, pernikahan, pengiring solois Nadine Amizah hingga tampil di Java Jazz 2012 bersama dengan musisi papan atas dunia, Dave Koz yang diberi nama 57Kustik.
“Awal bisa masuk ke dalam Java Jazz 2012 kami membuatkan semacam video promo untuk 57Kustik menggunakan lagunya Dave Koz. Kami upload di YouTube dan salah satu panitia Java Jazz melihat video tersebut dan memberikan kepada Dewi Gontha yang kemudian oleh mbak Dewi Gontha diforward langsung dan dilihat oleh Dave Koz sendiri," ujar Layala.
"Dari situ langsung ditawarkan untuk kolaborasi dan akhirnya 57Kustik bisa tampil di Java Jazz,” imbuhnya.
Lebih lanjut Layala pun berharap melalui RMHR dapat mengubah pandangan masyarakat kepada musisi jalanan menjadi lebih baik.
“Saya ingin musisi jalanan juga bisa lebih dihargai dan bisa dilihat sebagai suatu profesi dalam industri musik Indonesia. Semoga keberadaan Rumah Musik Harry Roesli tercatat dalam tinta emas sejarah industri musik Indonesia, dan dapat menginspirasi bagi generasi yang akan datang,” tandasnya.
(dra)