Mengenal BESS, Teknik Bedah Minim Rasa Sakit untuk Nyeri Tulang Belakang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nyeri tulang belakang menjadi salah satu gangguan yang paling banyak dialami oleh manusia. Sekitar 80 persen penduduk dunia setidaknya pernah mengalami gangguan pada tulang belakang.
Penyebabnya bisa dipicu banyak faktor, mulai aktivitas sehari-hari yang salah, kegemukan, salah posisi, trauma tulang belakang (contoh, pernah jatuh terduduk hingga kecelakaan), saraf terjepit, kelainan kongenital tulang bekalang, gangguan akibat ifeksi dan tumor, sampai kelainan karena proses penuaan. Beberapa di antaranya bahkan sampai memerlukan perawatan lebih lanjut.
Seiring dengan kemajuan teknologi, tindakan solusi untuk mengatasi nyeri gangguan tulang belakang di Indonesia semakin pesat. Tindakan medis seperti teknologi endoskopi PELD (Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy) familiar sebagai solusi masalah tulang belakang.
Di sisi lain, saat ini sudah ada juga yang dinamakan Biportal Endoscopic Spinal Surgery (BESS). BESS merupakan tindakan operasi bedah berteknologi tinggi yang minim invasif atau dengan kata lain minim luka sehingga menimalkan rasa sakit dan mengurangi adanya risiko kerusakan.
Pembedahan dilakukan dengan teknik terbaru Minimally Invasive Spine Surgery, sehingga pasien tidak perlu lagi melakoni pembedahan terbuka atau open surgery.
“Secara teknologi, tujuannya kan memperkecil risiko, menimalisasi kerusakan otot pada tulang punggung. Kerusakan pada jaringan tulang itu diminimalkan,” ujar Dr. dr. Wawan Mulyawan, Sp. BS, Sp. KP dalam webinar Metode Dekomperasi Saraf Terjepit Tulang Belakang Generasi Terkini RSU Bunda Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Ketika dilakukan tindakan BESS, dokter tak lagi berpusat melihat tubuh pasien. Pandangan seperti disebut dr. Wawan, jadi bisa lebih dikontrol karena sudah ada kamera yang masuk ke dalam tubuh pasien.
“Enggak perlu nunduk-nunduk ke tubuh pasien lagi, fokus ke layar saat tindakan. Jadi lebih kontrol view,” tambahnya.
Alat-alat operasi yang biasanya dipakai pada tindakan open surgery atau operasi konvesional, masih bisa dipakai lebih mudah dan luas. Dengan rasa sakit serta risiko kerusakan yang diminimalkan, maka secara tidak langsung recovery atau proses pemulihan pasien bisa lebih cepat, pendarahan bisa lebih dikontrol, dan bekas lukanya dalam kurun waktu satu atau dua bulan sudah bisa tidak terlihat lagi.
Bahkan jika pasien yang hendak melakukan BESS pernah melakukan tindakan operasi pemasangan pen di tulang belakang, bedah BESS sebagai tindakan tambahan tetap bisa dilakukan dengan tidak perlu membongkar pasang pen yang sudah ada pada pasien.
Lalu, apakah tindakan BESS ini bisa diterapkan pada pasien semua usia?
Dokter Wawan menjawab, usia bukan kriteria khusus tindakan BESS ini. Sebab yang terpenting kondisi pasien saat jelang tindakan BESS adalah cukup sehat.
“Ya bisa. Dokter anastesi yang memutuskan apakah pasien cukup sehat atau tidak. Kalau diputuskan berbahaya, kita perbaiki kondisi pasiennya dulu sampai cukup baik, baru dilakukan tindakan,” tutupnya.
Penyebabnya bisa dipicu banyak faktor, mulai aktivitas sehari-hari yang salah, kegemukan, salah posisi, trauma tulang belakang (contoh, pernah jatuh terduduk hingga kecelakaan), saraf terjepit, kelainan kongenital tulang bekalang, gangguan akibat ifeksi dan tumor, sampai kelainan karena proses penuaan. Beberapa di antaranya bahkan sampai memerlukan perawatan lebih lanjut.
Seiring dengan kemajuan teknologi, tindakan solusi untuk mengatasi nyeri gangguan tulang belakang di Indonesia semakin pesat. Tindakan medis seperti teknologi endoskopi PELD (Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy) familiar sebagai solusi masalah tulang belakang.
Di sisi lain, saat ini sudah ada juga yang dinamakan Biportal Endoscopic Spinal Surgery (BESS). BESS merupakan tindakan operasi bedah berteknologi tinggi yang minim invasif atau dengan kata lain minim luka sehingga menimalkan rasa sakit dan mengurangi adanya risiko kerusakan.
Pembedahan dilakukan dengan teknik terbaru Minimally Invasive Spine Surgery, sehingga pasien tidak perlu lagi melakoni pembedahan terbuka atau open surgery.
“Secara teknologi, tujuannya kan memperkecil risiko, menimalisasi kerusakan otot pada tulang punggung. Kerusakan pada jaringan tulang itu diminimalkan,” ujar Dr. dr. Wawan Mulyawan, Sp. BS, Sp. KP dalam webinar Metode Dekomperasi Saraf Terjepit Tulang Belakang Generasi Terkini RSU Bunda Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Ketika dilakukan tindakan BESS, dokter tak lagi berpusat melihat tubuh pasien. Pandangan seperti disebut dr. Wawan, jadi bisa lebih dikontrol karena sudah ada kamera yang masuk ke dalam tubuh pasien.
“Enggak perlu nunduk-nunduk ke tubuh pasien lagi, fokus ke layar saat tindakan. Jadi lebih kontrol view,” tambahnya.
Alat-alat operasi yang biasanya dipakai pada tindakan open surgery atau operasi konvesional, masih bisa dipakai lebih mudah dan luas. Dengan rasa sakit serta risiko kerusakan yang diminimalkan, maka secara tidak langsung recovery atau proses pemulihan pasien bisa lebih cepat, pendarahan bisa lebih dikontrol, dan bekas lukanya dalam kurun waktu satu atau dua bulan sudah bisa tidak terlihat lagi.
Bahkan jika pasien yang hendak melakukan BESS pernah melakukan tindakan operasi pemasangan pen di tulang belakang, bedah BESS sebagai tindakan tambahan tetap bisa dilakukan dengan tidak perlu membongkar pasang pen yang sudah ada pada pasien.
Lalu, apakah tindakan BESS ini bisa diterapkan pada pasien semua usia?
Dokter Wawan menjawab, usia bukan kriteria khusus tindakan BESS ini. Sebab yang terpenting kondisi pasien saat jelang tindakan BESS adalah cukup sehat.
“Ya bisa. Dokter anastesi yang memutuskan apakah pasien cukup sehat atau tidak. Kalau diputuskan berbahaya, kita perbaiki kondisi pasiennya dulu sampai cukup baik, baru dilakukan tindakan,” tutupnya.
(tsa)