Candra Naya, Bangunan Heritage Tionghoa yang Berdiri Kokoh di Tengah Kota Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Candra Naya bisa menjadi salah satu destinasi untuk merayakan tahun baru Imlek pada 1 Februari besok. Bangunan kuno yang terletak di Jalan Gajah Mada 188, Jakarta, ini menyuguhkan nuansa budaya Tionghoa yang sangat kental.
Ini bisa dilihat secara jelas dari arsitektur bangunannya. Meski sudah banyak bangunan tinggi dan mal-mal di sekelilingnya, bangunan Candra Naya tetap berdiri kokoh dengan gaya klasiknya, seolah tak disentuh oleh zaman.
Dikutip dari situs Cagar Budaya Kemdikbud, Minggu (30/1/2022), Candra Naya adalah rumah kediaman Mayor China Khouw Kim An yang lahir di Batavia pada 5 Juni 1879. Tugas mayor Tionghoa pada masa itu adalah mengurusi kepentingan masyarakat Tionghoa di zaman Hindia Belanda. Di sisi lain, Khouw Kim An juga seorang pengusaha dan pemegang saham Bataviaasche Bank.
Khouw Kim An mulai menempati Candra Naya pada 1934 setelah sebelumnya tinggal di Bogor. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Khouw Kim An ditangkap dan dimasukkan dalam kamp konsentrasi hingga wafat di Cimahi pada 13 Februari 1945.
Pada 1992, Candra Naya dijual kepada Modern Group yang dimiliki oleh Samadikun Hartono. Mulanya, Candra Naya direncanakan untuk direlokasi ke Taman Mini Indonesia Indah, namun Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta pada 2003, tidak menyetujui usulan tersebut.
Usulan atas pemindahan ini juga mendapat tentangan keras dari para pecinta bangunan tua. Mereka tidak setuju jika sebuah bangunan heritage (pusaka) dipindahkan dari habitat aslinya demi kepentingan bisnis semata.
Akhirnya pada Februari 2012, bangunan utama Candra Naya berhasil diselamatkan dan menjadi bagian dari kompleks hunian dan komersial terpadu Green Central City (GCC). Ya, bangunan kuno ini dikelilingi dua menara apartemen dengan total 844 unit, griya tawang, ruang komersial, dan perkantoran di sekitarnya.
Bangunan sayap kiri-kanan dan gazebo pun dibangun kembali setelah sebelumnya dibongkar total. Sedangkan bangunan belakang yang berlantai dua dan mempunyai "sayap" di kiri-kanannya tidak berhasil diselamatkan karena telah dibongkar untuk selamanya.
Hal ini lantas menjadi perdebatan para netizen di Twitter setelah akun @adriansyahyasin membuat cuitan terkait bangunan kuno ini. Pasalnya, sang pemilik akun merasa heran dengan perizinan pembangunan gedung modern di sekeliling bangunan bersejarah itu.
"Berdiri kokoh di antara mal dan apartemen. Harusnya jadi pertanyaan kenapa dulu ada yang mengijinkan gedung bersejarah ini tega ditimpa sama bangunan modern yang gak berkarakter," cuitnya.
Cuitan itu menuai beragam reaksi netizen. Banyak yang sependapat dengannya. Tak sedikit juga yang menyayangkan hal tersebut.
"Betuuull pas ngeliat ini gedung bagus banget terus liat yg menjulang be like gak nyambung dan aneh banget," sahut netizen.
"Bener banget yaaaa," balas netizen lain.
"Akses cahaya jadi jelek belum lagi udara dan polusi," timpal netizen lain.
"Serem lihat dua jembatan di kedua ujung gedung ambruk," kata yang lain.
Ini bisa dilihat secara jelas dari arsitektur bangunannya. Meski sudah banyak bangunan tinggi dan mal-mal di sekelilingnya, bangunan Candra Naya tetap berdiri kokoh dengan gaya klasiknya, seolah tak disentuh oleh zaman.
Dikutip dari situs Cagar Budaya Kemdikbud, Minggu (30/1/2022), Candra Naya adalah rumah kediaman Mayor China Khouw Kim An yang lahir di Batavia pada 5 Juni 1879. Tugas mayor Tionghoa pada masa itu adalah mengurusi kepentingan masyarakat Tionghoa di zaman Hindia Belanda. Di sisi lain, Khouw Kim An juga seorang pengusaha dan pemegang saham Bataviaasche Bank.
Khouw Kim An mulai menempati Candra Naya pada 1934 setelah sebelumnya tinggal di Bogor. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Khouw Kim An ditangkap dan dimasukkan dalam kamp konsentrasi hingga wafat di Cimahi pada 13 Februari 1945.
Pada 1992, Candra Naya dijual kepada Modern Group yang dimiliki oleh Samadikun Hartono. Mulanya, Candra Naya direncanakan untuk direlokasi ke Taman Mini Indonesia Indah, namun Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta pada 2003, tidak menyetujui usulan tersebut.
Usulan atas pemindahan ini juga mendapat tentangan keras dari para pecinta bangunan tua. Mereka tidak setuju jika sebuah bangunan heritage (pusaka) dipindahkan dari habitat aslinya demi kepentingan bisnis semata.
Akhirnya pada Februari 2012, bangunan utama Candra Naya berhasil diselamatkan dan menjadi bagian dari kompleks hunian dan komersial terpadu Green Central City (GCC). Ya, bangunan kuno ini dikelilingi dua menara apartemen dengan total 844 unit, griya tawang, ruang komersial, dan perkantoran di sekitarnya.
Bangunan sayap kiri-kanan dan gazebo pun dibangun kembali setelah sebelumnya dibongkar total. Sedangkan bangunan belakang yang berlantai dua dan mempunyai "sayap" di kiri-kanannya tidak berhasil diselamatkan karena telah dibongkar untuk selamanya.
Hal ini lantas menjadi perdebatan para netizen di Twitter setelah akun @adriansyahyasin membuat cuitan terkait bangunan kuno ini. Pasalnya, sang pemilik akun merasa heran dengan perizinan pembangunan gedung modern di sekeliling bangunan bersejarah itu.
"Berdiri kokoh di antara mal dan apartemen. Harusnya jadi pertanyaan kenapa dulu ada yang mengijinkan gedung bersejarah ini tega ditimpa sama bangunan modern yang gak berkarakter," cuitnya.
Cuitan itu menuai beragam reaksi netizen. Banyak yang sependapat dengannya. Tak sedikit juga yang menyayangkan hal tersebut.
"Betuuull pas ngeliat ini gedung bagus banget terus liat yg menjulang be like gak nyambung dan aneh banget," sahut netizen.
"Bener banget yaaaa," balas netizen lain.
"Akses cahaya jadi jelek belum lagi udara dan polusi," timpal netizen lain.
"Serem lihat dua jembatan di kedua ujung gedung ambruk," kata yang lain.
(tsa)