Covid-19 Perlahan Menghilang, Ilmuwan Khawatir Umat Manusia Akan Terusik Virus Zika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia baru saja bernapas sedikit lega, setelah beberapa waktu lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa kasus Covid-19 perlahan menghilang.
Akan tetapi, tak lama setelahnya para ahli kesehatan khawatir akan virus Zika yang bisa menjadi pandemi berikutnya. Hal tersebut berdasar pada kenaikan kasus yang cukup berarti.
Virus Zika kali pertama menyebar ke seluruh dunia pada 2007, puncaknya pada 2015 hingga 2016. Korban utama dari lonjakan kasus tersebut adalah anak-anak dan ibu hamil.
Baca juga: MVP Player Esport Star Indonesia 3 Serahkan Hadiah Rp50 Juta ke Orang Tua buat Naik Haji
"Studi terbaru mengungkapkan bahwa virus Zika memiliki mutasi yang sangat mengganggu, sehingga para ilmuwan khawatir umat manusia akan terusik dengan virus Zika menjadi wabah baru di dunia," ungkap laporan MSN, dikutip MNC Portal, Sabtu (16/4/2022).
Walaupun dikhawatirkan menjadi pandemi baru, para peneliti menjelaskan bahwa virus Zika ini agak rumit dan kondisinya tidak sama dengan Covid-19.
Pasalnya, kebanyakan orang yang tertular virus Zika tidak mengalami gejala apapun atau hanya bergejala ringan seperti demam, kulit ruam, sakit kepala, nyeri sendiri, dan mata merah.
"Tidak ada yang pernah melaporkan kasus meninggal dunia akibat virus Zika di awal infeksi," tambah laporan tersebut.
Kendati terkesan tidak berbahaya, peneliti menambahkan bahwa virus Zika ini memiliki efek buruk yang cukup berarti pada sistem neurologis manusia ketika infeksi berlangsung lama.
Masalah pada neurologis tersebut disebut dengan sindrom 'Guillain-Barre. Parahnya, ibu hamil yang terinfeksi virus Zika berpotensi tinggi melahirkan bayi cacat dengan kondisi mikrosefali atau kepala pendek.
Virus Zika dapat menyebar melalui kontak seksual, tapi kebanyakan kasus virus ditularkan paling umum dari nyamuk.
Kembali ke pembahasan bahwa virus Zika bisa jadi pandemi baru, para peneliti menemukan fakta yaitu virus ini bermutasi sangat cepat dan karakter virus tersebut pun menjadi lebih mudah menular antarmanusia.
"Karena mutasi, virus Zika kini mudah menular, lebih ganas dari versi sebelumnya, dan tahan terhadap kekebalan yang terbentuk dari infeksi sebelumnya," ungkap peneliti.
Lantas, seperti apa penelitian ilmuwan sampai akhirnya mengatakan bahwa virus Zika berpotensi besar jadi pandemi berikutnya?
Peneliti melakukan pengamatan virus Zika secara mendalam melalui mutasi gennya. Diketahui bahwa virus ini bermutasi cepat saat berpindah dari sel nyamuk ke sel tikus dan beradaptasi di tubuh tikus. Bahkan, paparan virus tetap terjadi ketika tubuh tikus pernah terinfeksi demam berdarah.
"Tikus yang kami paparkan demam berdarah ternyata tak mampu melawan mutasi virus Zika. Jika virus ini menyebar luas di masyarakat, risiko menjadi masalah besar amat mungkin terjadi," terang Prof Sujan Shresta, peneliti utama, kepada BBC.
Meski berisiko tinggi menyebar luas antarmanusia, Prof Shresta meyakini bahwa virus Zika tidak akan semasif Covid-19 efeknya pada manusia.
"Ini karena virus Zika lebih mudah menyebar karena gigitan nyamuk, bukan melalui udara seperti yang terjadi pada infeksi Covid-19," tambahnya.
Ahli Biologi William Haseltine pun sepaham dengan Prof Shresta bahwa virus Zika memang berbahaya jika sudah menginfeksi manusia, tapi penularannya tidak akan semudah Covid-19.
"Itu karena virus ini ditularkan paling umum lewat nyamuk, bukan manusia ke manusia," ujarnya.
Terlepas dari itu semua, Dokter Monica Gandhi, seorang dokter dan profesor penyakit menular di University of California-San Francisco, mengatakan bahwa studi ini perlu disikapi dewasa oleh seluruh pihak.
Baca juga: Buluk Superglad Gagal Tewas Bunuh Diri Gara-Gara Charger HP
"Artinya, virus Zika perlu dipantau oleh semua negara, termasuk mutasinya, karena virus ini kemungkinan akan menjadi wabah di masa depan," cetusnya.
Akan tetapi, tak lama setelahnya para ahli kesehatan khawatir akan virus Zika yang bisa menjadi pandemi berikutnya. Hal tersebut berdasar pada kenaikan kasus yang cukup berarti.
Virus Zika kali pertama menyebar ke seluruh dunia pada 2007, puncaknya pada 2015 hingga 2016. Korban utama dari lonjakan kasus tersebut adalah anak-anak dan ibu hamil.
Baca juga: MVP Player Esport Star Indonesia 3 Serahkan Hadiah Rp50 Juta ke Orang Tua buat Naik Haji
"Studi terbaru mengungkapkan bahwa virus Zika memiliki mutasi yang sangat mengganggu, sehingga para ilmuwan khawatir umat manusia akan terusik dengan virus Zika menjadi wabah baru di dunia," ungkap laporan MSN, dikutip MNC Portal, Sabtu (16/4/2022).
Walaupun dikhawatirkan menjadi pandemi baru, para peneliti menjelaskan bahwa virus Zika ini agak rumit dan kondisinya tidak sama dengan Covid-19.
Pasalnya, kebanyakan orang yang tertular virus Zika tidak mengalami gejala apapun atau hanya bergejala ringan seperti demam, kulit ruam, sakit kepala, nyeri sendiri, dan mata merah.
"Tidak ada yang pernah melaporkan kasus meninggal dunia akibat virus Zika di awal infeksi," tambah laporan tersebut.
Kendati terkesan tidak berbahaya, peneliti menambahkan bahwa virus Zika ini memiliki efek buruk yang cukup berarti pada sistem neurologis manusia ketika infeksi berlangsung lama.
Masalah pada neurologis tersebut disebut dengan sindrom 'Guillain-Barre. Parahnya, ibu hamil yang terinfeksi virus Zika berpotensi tinggi melahirkan bayi cacat dengan kondisi mikrosefali atau kepala pendek.
Virus Zika dapat menyebar melalui kontak seksual, tapi kebanyakan kasus virus ditularkan paling umum dari nyamuk.
Kembali ke pembahasan bahwa virus Zika bisa jadi pandemi baru, para peneliti menemukan fakta yaitu virus ini bermutasi sangat cepat dan karakter virus tersebut pun menjadi lebih mudah menular antarmanusia.
"Karena mutasi, virus Zika kini mudah menular, lebih ganas dari versi sebelumnya, dan tahan terhadap kekebalan yang terbentuk dari infeksi sebelumnya," ungkap peneliti.
Lantas, seperti apa penelitian ilmuwan sampai akhirnya mengatakan bahwa virus Zika berpotensi besar jadi pandemi berikutnya?
Peneliti melakukan pengamatan virus Zika secara mendalam melalui mutasi gennya. Diketahui bahwa virus ini bermutasi cepat saat berpindah dari sel nyamuk ke sel tikus dan beradaptasi di tubuh tikus. Bahkan, paparan virus tetap terjadi ketika tubuh tikus pernah terinfeksi demam berdarah.
"Tikus yang kami paparkan demam berdarah ternyata tak mampu melawan mutasi virus Zika. Jika virus ini menyebar luas di masyarakat, risiko menjadi masalah besar amat mungkin terjadi," terang Prof Sujan Shresta, peneliti utama, kepada BBC.
Meski berisiko tinggi menyebar luas antarmanusia, Prof Shresta meyakini bahwa virus Zika tidak akan semasif Covid-19 efeknya pada manusia.
"Ini karena virus Zika lebih mudah menyebar karena gigitan nyamuk, bukan melalui udara seperti yang terjadi pada infeksi Covid-19," tambahnya.
Ahli Biologi William Haseltine pun sepaham dengan Prof Shresta bahwa virus Zika memang berbahaya jika sudah menginfeksi manusia, tapi penularannya tidak akan semudah Covid-19.
"Itu karena virus ini ditularkan paling umum lewat nyamuk, bukan manusia ke manusia," ujarnya.
Terlepas dari itu semua, Dokter Monica Gandhi, seorang dokter dan profesor penyakit menular di University of California-San Francisco, mengatakan bahwa studi ini perlu disikapi dewasa oleh seluruh pihak.
Baca juga: Buluk Superglad Gagal Tewas Bunuh Diri Gara-Gara Charger HP
"Artinya, virus Zika perlu dipantau oleh semua negara, termasuk mutasinya, karena virus ini kemungkinan akan menjadi wabah di masa depan," cetusnya.
(nug)