Alvandra’s Kitchen, Kreativitas Nguliner Anti Ngadep Tembok
loading...
A
A
A
Meski baru terjun ke dunia usaha kuliner, Bachtiar terbilang mampu mengadopsi pemikirannya sehingga membuat pelanggan yang datang merasa kerasan. Sebagai gambaran, kendati menjual menu makanan tradisional dan internasional dengan harga terbilang murah untuk usaha di kelasnya, parkiran Alvandra’s Kitchen mampu menampung puluhan mobil.
Lokasi usaha juga dilengkapi dengan musholla dan dua toilet bersih serta fasilitas wifi. Menambah cantik ‘warung’ sebutan Bachtiar untuk tempat usahanya, rumput gajah mini tertanam di lahan seluas 140 meter yang berada sisi kiri meja kursi pelanggan. Di atas rerumputan itu tertanam sejumlah pohon, mulai palem ekor tupai, palem merah hingga tabebuya.
“Pohon tabebuya ini disebut-sebut seperti pohon sakura yang akan mekar di musim panas. Pelanggan akan disuguhkan keindahan bunga tabebuya yang mekar nantinya. Untuk menambah cantik, taman juga kami hias dengan lampion berbagai warna,” beber Bachtiar.
Belum cukup, Bachtiar menghias dinding yang membatasi lokasi usahanya dengan jalan. Gambar dipilih adalah rumah kelahiran ayahnya di Bira, Sulawesi Selatan.
“Rumah Bugis itu saya tempatkan untuk mengingat garis keturunan orangtua yang membuat saya berani untuk memulai langkah ini. Satu lagi kelebihan kami, makanan disajikan tak menggunakan MSG,” tukasnya.
Adab Versus Ijazah
Tak semua orang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Pemikiran itu tertanam kuat di benak Bachtiar dan Sri saat membuka Alvandra’s Kitchen. Landasan itu pula yang dipakai pasangan yang menetap di Pamulang, Tangerang Selatan ini untuk memilih karyawan yang bekerja. Singkatnya, bukan tingkat kelulusan yang menjadi patokan bagi keduanya untuk standar karyawan diterima. Adab yang baik serta keinginan bekerja keras disebut Bachtiar menjadi faktor penentu karyawan yang akan bekerja di Alvandra’s Kitchen.
“Bagi saya anak jalanan sekalipun belum tentu berkelakuan jahat dan orang tak berpendidikan tak lantas disebut bodoh. Bisa saja karena keterbatasan mereka tak mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga pekerjaan yang layak. Walaupun penting, tapi bagi kami bukan ijazah yang menjadi penentu diterimanya karyawan di tempat kami, melainkan adab,” seru Bachtiar meyakinkan.
“Adab yang baik seperti kejujuran serta keinginan kerja keras yang kami lihat. Dan kami akan melihat itu dalam proses wawancara penerimaan karyawan. Selain untuk meningkatkan ekonomi keluarga, niat kami adalah untuk dapat membantu sesama. Setidaknya dengan lapangan kerja diberikan, kami dapat menerima karyawan yang mungkin tak mempunyai ijazah tinggi sehingga tak dapat bekerja di dunia formal,” timpalnya.
Mimpi dan Amanah
Lokasi usaha juga dilengkapi dengan musholla dan dua toilet bersih serta fasilitas wifi. Menambah cantik ‘warung’ sebutan Bachtiar untuk tempat usahanya, rumput gajah mini tertanam di lahan seluas 140 meter yang berada sisi kiri meja kursi pelanggan. Di atas rerumputan itu tertanam sejumlah pohon, mulai palem ekor tupai, palem merah hingga tabebuya.
“Pohon tabebuya ini disebut-sebut seperti pohon sakura yang akan mekar di musim panas. Pelanggan akan disuguhkan keindahan bunga tabebuya yang mekar nantinya. Untuk menambah cantik, taman juga kami hias dengan lampion berbagai warna,” beber Bachtiar.
Belum cukup, Bachtiar menghias dinding yang membatasi lokasi usahanya dengan jalan. Gambar dipilih adalah rumah kelahiran ayahnya di Bira, Sulawesi Selatan.
“Rumah Bugis itu saya tempatkan untuk mengingat garis keturunan orangtua yang membuat saya berani untuk memulai langkah ini. Satu lagi kelebihan kami, makanan disajikan tak menggunakan MSG,” tukasnya.
Adab Versus Ijazah
Tak semua orang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Pemikiran itu tertanam kuat di benak Bachtiar dan Sri saat membuka Alvandra’s Kitchen. Landasan itu pula yang dipakai pasangan yang menetap di Pamulang, Tangerang Selatan ini untuk memilih karyawan yang bekerja. Singkatnya, bukan tingkat kelulusan yang menjadi patokan bagi keduanya untuk standar karyawan diterima. Adab yang baik serta keinginan bekerja keras disebut Bachtiar menjadi faktor penentu karyawan yang akan bekerja di Alvandra’s Kitchen.
“Bagi saya anak jalanan sekalipun belum tentu berkelakuan jahat dan orang tak berpendidikan tak lantas disebut bodoh. Bisa saja karena keterbatasan mereka tak mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga pekerjaan yang layak. Walaupun penting, tapi bagi kami bukan ijazah yang menjadi penentu diterimanya karyawan di tempat kami, melainkan adab,” seru Bachtiar meyakinkan.
“Adab yang baik seperti kejujuran serta keinginan kerja keras yang kami lihat. Dan kami akan melihat itu dalam proses wawancara penerimaan karyawan. Selain untuk meningkatkan ekonomi keluarga, niat kami adalah untuk dapat membantu sesama. Setidaknya dengan lapangan kerja diberikan, kami dapat menerima karyawan yang mungkin tak mempunyai ijazah tinggi sehingga tak dapat bekerja di dunia formal,” timpalnya.
Mimpi dan Amanah