Alvandra’s Kitchen, Kreativitas Nguliner Anti Ngadep Tembok
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - “Bermimpilah Setinggi Langit, Kalau Cuma Sampai Plavon Cukup Pakai Tangga”, kalimat inspiratif nan jenaka itu terpampang di salah satu pohon palem di taman Alvandra’s Kitchen. Sementara di pohon palem yang berada tepat di sebelahnya, terpampang pigura lain bertuliskan “Jangan Takut Tua, Motor Antik Aja Makin Tua Makin Disayang”.
Di atas tulisan-tulisan inspiratif itu terdapat gambar menu unggulan kafe yang berlokasi di Jalan Jati No 84, Pondok Jagung, Tangsel tersebut. Beberapa pigura dengan tulisan inspiratif disertai gambar menu andalan memang sengaja ditempatkan Bachtiar, pemilik Alvandra’s Kitchen , di sejumlah spot, baik outdoor maupun indoor.
“Untuk di outdoor kita tempatkan di pohon palem sisi taman yang berbatasan dengan meja kursi pelanggan. Pigura juga kita pasang di dinding dan tiang yang berada di areal indoor,” kata Bachtiar.
Mantan wartawan Sinar Harapan ini menceritakan, sebagai seorang pemula dalam usaha cafe and coffee shop dirinya mencoba kreatif. Bukan tanpa sebab, seperti diketahui, saat ini banyak tempat kuliner bermunculan di Indonesia, termasuk di wilayah Tangsel, baik dari kelas besar seperti restoran hingga kelas sederhana seperti angkringan.
Nongkrong atau kongkow bersama kawan, keluarga atau kolega di tempat-tempat kuliner yang asik saat ini memang seolah menjadi budaya di Tanah Air. Budaya nongkrong atau kongkow di tempat kuliner yang berkembang pesat di Indonesia tak urung ditangkap pula oleh Bachtiar.
Memiliki modal terbatas namun mendapat kesempatan mengolah lahan yang cukup luas, dirinya membangun sebuah kafe berkonsep kebun. Tema tersebut dipilih lantaran lahan digunakan memang awalnya berupa kebun sejumlah pohon yang memang dijual ke berbagai pihak. Terlebih, pria kelahiran tahun 1980 ini memang mencintai konsep alam.
Bersama sang istri yang bernama Sri Sulistiowati, alumnus koran Lampu Merah yang pernah bertugas di Tangerang di tahun 2014 lalu ini menciptakan tagar ‘Nguliner Anti Ngadep Tembok’, sesuai dengan tempat usaha yang mereka bangun.
“Anti Ngadep Tembok ini maksudnya bukan berada dalam sebuah ruangan. Idenya karena saya yang dulu terbiasa nongkrong merasa jenuh kalau ngopi atau makan melihatnya tembok lagi-tembok lagi,” jelasnya seraya tersenyum.
“Konsepnya ini kafe yang terbuka, ruangan indoor juga kita gunakan hanya setengah dinding agar udara sejuk di kawasan kebun ini dinikmati pelanggan. Bila hujan, ruangan indoor dapat ditutup dengan kerei bambu yang sudah kami pasang dari atas tiang atap,” sambungnya.
Pandemi Covid menurut Bachtiar turut menjadi momentum atas keberadaan Alvandra’s Kitchen. Mulai eksis sejak tanggal 11 November 2020, Alvandra’s Kitchen muncul ke publik di tengah badai Covid-19 yang melanda Indonesia. Meski mengalami keterpurukan selama periode itu, ayah dari Alvaro dan Sandra ini justru tak gentar memulai usahanya di tengah pandemi Covid-19.
“Saya ketika itu cuma berpikir, bila usahanya menunggu pandemi berakhir, kita tak pernah tahu kapan akan berakhirnya. Selain itu, harga-harga juga pasti akan naik drastis. Selain itu, bila kami mampu bertahan di tengah pandemi, Insya Allah saat endemi, kami bukan lagi pemain baru dan masyarakat sudah mengenal Alvandra’s Kitchen.
Meski baru terjun ke dunia usaha kuliner, Bachtiar terbilang mampu mengadopsi pemikirannya sehingga membuat pelanggan yang datang merasa kerasan. Sebagai gambaran, kendati menjual menu makanan tradisional dan internasional dengan harga terbilang murah untuk usaha di kelasnya, parkiran Alvandra’s Kitchen mampu menampung puluhan mobil.
Lokasi usaha juga dilengkapi dengan musholla dan dua toilet bersih serta fasilitas wifi. Menambah cantik ‘warung’ sebutan Bachtiar untuk tempat usahanya, rumput gajah mini tertanam di lahan seluas 140 meter yang berada sisi kiri meja kursi pelanggan. Di atas rerumputan itu tertanam sejumlah pohon, mulai palem ekor tupai, palem merah hingga tabebuya.
“Pohon tabebuya ini disebut-sebut seperti pohon sakura yang akan mekar di musim panas. Pelanggan akan disuguhkan keindahan bunga tabebuya yang mekar nantinya. Untuk menambah cantik, taman juga kami hias dengan lampion berbagai warna,” beber Bachtiar.
Belum cukup, Bachtiar menghias dinding yang membatasi lokasi usahanya dengan jalan. Gambar dipilih adalah rumah kelahiran ayahnya di Bira, Sulawesi Selatan.
“Rumah Bugis itu saya tempatkan untuk mengingat garis keturunan orangtua yang membuat saya berani untuk memulai langkah ini. Satu lagi kelebihan kami, makanan disajikan tak menggunakan MSG,” tukasnya.
Adab Versus Ijazah
Tak semua orang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Pemikiran itu tertanam kuat di benak Bachtiar dan Sri saat membuka Alvandra’s Kitchen. Landasan itu pula yang dipakai pasangan yang menetap di Pamulang, Tangerang Selatan ini untuk memilih karyawan yang bekerja. Singkatnya, bukan tingkat kelulusan yang menjadi patokan bagi keduanya untuk standar karyawan diterima. Adab yang baik serta keinginan bekerja keras disebut Bachtiar menjadi faktor penentu karyawan yang akan bekerja di Alvandra’s Kitchen.
“Bagi saya anak jalanan sekalipun belum tentu berkelakuan jahat dan orang tak berpendidikan tak lantas disebut bodoh. Bisa saja karena keterbatasan mereka tak mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga pekerjaan yang layak. Walaupun penting, tapi bagi kami bukan ijazah yang menjadi penentu diterimanya karyawan di tempat kami, melainkan adab,” seru Bachtiar meyakinkan.
“Adab yang baik seperti kejujuran serta keinginan kerja keras yang kami lihat. Dan kami akan melihat itu dalam proses wawancara penerimaan karyawan. Selain untuk meningkatkan ekonomi keluarga, niat kami adalah untuk dapat membantu sesama. Setidaknya dengan lapangan kerja diberikan, kami dapat menerima karyawan yang mungkin tak mempunyai ijazah tinggi sehingga tak dapat bekerja di dunia formal,” timpalnya.
Mimpi dan Amanah
“Bermimpilah setinggi-tinggi, jangan tanggung-tanggung mumpung gratis. Yang penting berusaha juga mewujudkan” Kalimat itu selalu terkenang di benak Bachtiar saat selalu mengikuti Ahmad Sahroni, politisi NasDem yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Dalam setiap kunjungan menemui konstituen hingga berbagai kegiatan untuk generasi milenial, Sahroni yang dikenal sebagai Crazy Rich Tanjung Priok itu kerap memberi semangat untuk tak ragu bermimpi tinggi.
Berawal dari mimpi pula, Bachtiar dan Sri yang keduanya berasal bukan dari keluarga mampu memberanikan diri membuka Alvandra’s Kitchen. Gabungan nama Alvaro dan Sandra yang disematkan menjadi Alvandra’s Kitchen merupakan persembahan mereka untuk dua buah hati tercinta.
“Dulu saya selalu mengikuti kegiatan Abangda Sahroni dan beliau selalu memberikan pesan kepada masyarakat, khususnya anak-anak muda untuk berani bermimpi. Pesan yang saya tangkap, dengan berani bermimpi, kita akan punya tujuan untuk mencoba mewujudkannya. Pesan itu pula yang sebenarnya membuat saya berani membuka Alvandra’s Kitchen,” Bachtiar berkisah.
Tak hanya keberanian bermimpi, dari Sahroni yang dianggapnya sebagai abang asuh, Bachtiar menyerap pesan lain yakni bagaimana bersikap terhadap karyawan dan orang-orang terdekat.
“Manusiakan manusia serta jangan jadi kacang lupa kulitnya. Pesan itu berkali-kali saya dengar terlontar dari mulut Abangda Sahroni. Dan saya melihat betul bagaimana dia memperlakukan orang-orang yang membantunya hingga lingkungan sekitar. Pondasi itu saya pakai dalam perlakuan kepada para karyawan,” tandasnya.
Bagi Bachtiar mimpinya kini semakin terlihat jelas. Satu pijakan tangga telah dilewati dengan berhasil membangun Alvandra’s Kitchen. Pijakan kedua, ketiga, dan seterusnya dengan mempertahankan dan mengembangkan usahanya kini menjadi bidikan pria yang baru kehilangan sang ibunda akibat Covid-19 itu. Harapannya, seiring berkembangnya Alvandra’s Kitchen, lapangan pekerjaan dibuka akan semakin luas sehingga dapat membantu orang-orang yang berkeinginan kerja.
“Orangtua saya sangat berperan bagi saya, terlebih ibu saya yang meninggal karena Covid 2021 lalu. Almarhumah adalah sosok yang selalu mendukung saya dan selalu berupaya hadir mulai dari pembangunan hingga usaha ini mulai dikenal masyarakat. Selain bekal untuk kedua anak kami, pengembangan Alvandra’s Kitchen merupakan amanah yang diberikan orangtua kami, khususnya ibu saya,” imbuh Bachtiar menutup ceritanya.
Di atas tulisan-tulisan inspiratif itu terdapat gambar menu unggulan kafe yang berlokasi di Jalan Jati No 84, Pondok Jagung, Tangsel tersebut. Beberapa pigura dengan tulisan inspiratif disertai gambar menu andalan memang sengaja ditempatkan Bachtiar, pemilik Alvandra’s Kitchen , di sejumlah spot, baik outdoor maupun indoor.
“Untuk di outdoor kita tempatkan di pohon palem sisi taman yang berbatasan dengan meja kursi pelanggan. Pigura juga kita pasang di dinding dan tiang yang berada di areal indoor,” kata Bachtiar.
Mantan wartawan Sinar Harapan ini menceritakan, sebagai seorang pemula dalam usaha cafe and coffee shop dirinya mencoba kreatif. Bukan tanpa sebab, seperti diketahui, saat ini banyak tempat kuliner bermunculan di Indonesia, termasuk di wilayah Tangsel, baik dari kelas besar seperti restoran hingga kelas sederhana seperti angkringan.
Nongkrong atau kongkow bersama kawan, keluarga atau kolega di tempat-tempat kuliner yang asik saat ini memang seolah menjadi budaya di Tanah Air. Budaya nongkrong atau kongkow di tempat kuliner yang berkembang pesat di Indonesia tak urung ditangkap pula oleh Bachtiar.
Memiliki modal terbatas namun mendapat kesempatan mengolah lahan yang cukup luas, dirinya membangun sebuah kafe berkonsep kebun. Tema tersebut dipilih lantaran lahan digunakan memang awalnya berupa kebun sejumlah pohon yang memang dijual ke berbagai pihak. Terlebih, pria kelahiran tahun 1980 ini memang mencintai konsep alam.
Bersama sang istri yang bernama Sri Sulistiowati, alumnus koran Lampu Merah yang pernah bertugas di Tangerang di tahun 2014 lalu ini menciptakan tagar ‘Nguliner Anti Ngadep Tembok’, sesuai dengan tempat usaha yang mereka bangun.
“Anti Ngadep Tembok ini maksudnya bukan berada dalam sebuah ruangan. Idenya karena saya yang dulu terbiasa nongkrong merasa jenuh kalau ngopi atau makan melihatnya tembok lagi-tembok lagi,” jelasnya seraya tersenyum.
“Konsepnya ini kafe yang terbuka, ruangan indoor juga kita gunakan hanya setengah dinding agar udara sejuk di kawasan kebun ini dinikmati pelanggan. Bila hujan, ruangan indoor dapat ditutup dengan kerei bambu yang sudah kami pasang dari atas tiang atap,” sambungnya.
Pandemi Covid menurut Bachtiar turut menjadi momentum atas keberadaan Alvandra’s Kitchen. Mulai eksis sejak tanggal 11 November 2020, Alvandra’s Kitchen muncul ke publik di tengah badai Covid-19 yang melanda Indonesia. Meski mengalami keterpurukan selama periode itu, ayah dari Alvaro dan Sandra ini justru tak gentar memulai usahanya di tengah pandemi Covid-19.
“Saya ketika itu cuma berpikir, bila usahanya menunggu pandemi berakhir, kita tak pernah tahu kapan akan berakhirnya. Selain itu, harga-harga juga pasti akan naik drastis. Selain itu, bila kami mampu bertahan di tengah pandemi, Insya Allah saat endemi, kami bukan lagi pemain baru dan masyarakat sudah mengenal Alvandra’s Kitchen.
Meski baru terjun ke dunia usaha kuliner, Bachtiar terbilang mampu mengadopsi pemikirannya sehingga membuat pelanggan yang datang merasa kerasan. Sebagai gambaran, kendati menjual menu makanan tradisional dan internasional dengan harga terbilang murah untuk usaha di kelasnya, parkiran Alvandra’s Kitchen mampu menampung puluhan mobil.
Lokasi usaha juga dilengkapi dengan musholla dan dua toilet bersih serta fasilitas wifi. Menambah cantik ‘warung’ sebutan Bachtiar untuk tempat usahanya, rumput gajah mini tertanam di lahan seluas 140 meter yang berada sisi kiri meja kursi pelanggan. Di atas rerumputan itu tertanam sejumlah pohon, mulai palem ekor tupai, palem merah hingga tabebuya.
“Pohon tabebuya ini disebut-sebut seperti pohon sakura yang akan mekar di musim panas. Pelanggan akan disuguhkan keindahan bunga tabebuya yang mekar nantinya. Untuk menambah cantik, taman juga kami hias dengan lampion berbagai warna,” beber Bachtiar.
Belum cukup, Bachtiar menghias dinding yang membatasi lokasi usahanya dengan jalan. Gambar dipilih adalah rumah kelahiran ayahnya di Bira, Sulawesi Selatan.
“Rumah Bugis itu saya tempatkan untuk mengingat garis keturunan orangtua yang membuat saya berani untuk memulai langkah ini. Satu lagi kelebihan kami, makanan disajikan tak menggunakan MSG,” tukasnya.
Adab Versus Ijazah
Tak semua orang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Pemikiran itu tertanam kuat di benak Bachtiar dan Sri saat membuka Alvandra’s Kitchen. Landasan itu pula yang dipakai pasangan yang menetap di Pamulang, Tangerang Selatan ini untuk memilih karyawan yang bekerja. Singkatnya, bukan tingkat kelulusan yang menjadi patokan bagi keduanya untuk standar karyawan diterima. Adab yang baik serta keinginan bekerja keras disebut Bachtiar menjadi faktor penentu karyawan yang akan bekerja di Alvandra’s Kitchen.
“Bagi saya anak jalanan sekalipun belum tentu berkelakuan jahat dan orang tak berpendidikan tak lantas disebut bodoh. Bisa saja karena keterbatasan mereka tak mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga pekerjaan yang layak. Walaupun penting, tapi bagi kami bukan ijazah yang menjadi penentu diterimanya karyawan di tempat kami, melainkan adab,” seru Bachtiar meyakinkan.
“Adab yang baik seperti kejujuran serta keinginan kerja keras yang kami lihat. Dan kami akan melihat itu dalam proses wawancara penerimaan karyawan. Selain untuk meningkatkan ekonomi keluarga, niat kami adalah untuk dapat membantu sesama. Setidaknya dengan lapangan kerja diberikan, kami dapat menerima karyawan yang mungkin tak mempunyai ijazah tinggi sehingga tak dapat bekerja di dunia formal,” timpalnya.
Mimpi dan Amanah
“Bermimpilah setinggi-tinggi, jangan tanggung-tanggung mumpung gratis. Yang penting berusaha juga mewujudkan” Kalimat itu selalu terkenang di benak Bachtiar saat selalu mengikuti Ahmad Sahroni, politisi NasDem yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Dalam setiap kunjungan menemui konstituen hingga berbagai kegiatan untuk generasi milenial, Sahroni yang dikenal sebagai Crazy Rich Tanjung Priok itu kerap memberi semangat untuk tak ragu bermimpi tinggi.
Berawal dari mimpi pula, Bachtiar dan Sri yang keduanya berasal bukan dari keluarga mampu memberanikan diri membuka Alvandra’s Kitchen. Gabungan nama Alvaro dan Sandra yang disematkan menjadi Alvandra’s Kitchen merupakan persembahan mereka untuk dua buah hati tercinta.
“Dulu saya selalu mengikuti kegiatan Abangda Sahroni dan beliau selalu memberikan pesan kepada masyarakat, khususnya anak-anak muda untuk berani bermimpi. Pesan yang saya tangkap, dengan berani bermimpi, kita akan punya tujuan untuk mencoba mewujudkannya. Pesan itu pula yang sebenarnya membuat saya berani membuka Alvandra’s Kitchen,” Bachtiar berkisah.
Tak hanya keberanian bermimpi, dari Sahroni yang dianggapnya sebagai abang asuh, Bachtiar menyerap pesan lain yakni bagaimana bersikap terhadap karyawan dan orang-orang terdekat.
“Manusiakan manusia serta jangan jadi kacang lupa kulitnya. Pesan itu berkali-kali saya dengar terlontar dari mulut Abangda Sahroni. Dan saya melihat betul bagaimana dia memperlakukan orang-orang yang membantunya hingga lingkungan sekitar. Pondasi itu saya pakai dalam perlakuan kepada para karyawan,” tandasnya.
Bagi Bachtiar mimpinya kini semakin terlihat jelas. Satu pijakan tangga telah dilewati dengan berhasil membangun Alvandra’s Kitchen. Pijakan kedua, ketiga, dan seterusnya dengan mempertahankan dan mengembangkan usahanya kini menjadi bidikan pria yang baru kehilangan sang ibunda akibat Covid-19 itu. Harapannya, seiring berkembangnya Alvandra’s Kitchen, lapangan pekerjaan dibuka akan semakin luas sehingga dapat membantu orang-orang yang berkeinginan kerja.
“Orangtua saya sangat berperan bagi saya, terlebih ibu saya yang meninggal karena Covid 2021 lalu. Almarhumah adalah sosok yang selalu mendukung saya dan selalu berupaya hadir mulai dari pembangunan hingga usaha ini mulai dikenal masyarakat. Selain bekal untuk kedua anak kami, pengembangan Alvandra’s Kitchen merupakan amanah yang diberikan orangtua kami, khususnya ibu saya,” imbuh Bachtiar menutup ceritanya.
(hri)