Sejarah Penyakit Cacar Monyet di Dunia, Kasus Pertama Ditemukan di Kongo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cacar monyet atau monkeypox kali pertama ditemukan pada 1970 di Republik Demokratik Kongo.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyebutkan jika pada 1970, kasus cacar monyet pada manusia telah dilaporkan di 11 negara Afrika, antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, Sierra Leone dan Sudan Selatan.
Kemudian, pada 1996-1997, wabah cacar monyet kembali diidentifikasi dengan rasio kematian yang lebih rendah dan tingkat serangan yang lebih tinggi dari biasanya.
Baca juga: Apakah Lobster Mengandung Kolesterol Tinggi? Yuk, Simak Fakta Berikut Ini
Di tahun 2017, Nigeria mengalami wabah besar dengan lebih dari 500 kasus yang dicurigai, dan lebih dari 200 kasus yang dikonfirmasi dengan rasio kematian kasus sekitar 3 persen.
Cacar monyet juga merupakan penyakit zoonosis, penyakit yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, monyet bukanlah pembawa utama penyakit.
Cacar monyet biasanya ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi atau menyentuh darah, cairan tubuh, dan bulu hewan yang terinfeksi. Infeksi ini ditandai dengan bintil bernanah di kulit.
Cacar monyet juga menyebar antar manusia melalui percikan liur yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau luka-luka di kulit. Penularan ini juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi, seperti pada pakaian penderita.
Gejala cacar monyet akan muncul sekitar 5-21 hari sejak penderita terinfeksi virus monkeypox atau cacar monyet. Awalnya, penyakit cacar monyet memiliki gejala yang serupa dengan cacar air, yaitu seperti bintil berair.
Selanjutnya, bintil berair berubah menjadi bernanah dan menimbulkan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala lainnya yaitu demam, letih atau lemas, menggigil, sakit kepala, nyeri otot.
Sedangkan untuk gejala awal cacar monyet bisa dapat berlangsung selama 1-3 hari atau lebih. Setelah itu, ruam akan muncul di wajah dan menyebar ke bagian tubuh lain, seperti lengan. Hingga saat ini, belum ada pengobatan untuk cacar monyet.
Pada Mei 2022, sejumlah kasus terdeteksi pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan perjalanan ke Afrika. Bahkan, sebagian besar yang terdampak adalah gay, dan Eropa jadi pusat wabah terbaru.
Akhir Mei lalu, Afrika Selatan telah bersiap memberikan vaksin yang efektif untuk melawan cacar monyet pada mereka yang melakukan kontak dekat dengan pasien.
Baca juga: Perdalam Ilmu Agama Islam, Laudya Cynthia Bella Fokus Tingkatkan Ketakwaan
Pada 21 Juli, WHO melakukan pertemuan guna membahas status penyakit tersebut. Dan, akhirnya, Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan cacar monyet sebagai PHEIC atau darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada Sabtu pekan lalu.
(MG-Nurhalimah Zahra)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyebutkan jika pada 1970, kasus cacar monyet pada manusia telah dilaporkan di 11 negara Afrika, antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, Sierra Leone dan Sudan Selatan.
Kemudian, pada 1996-1997, wabah cacar monyet kembali diidentifikasi dengan rasio kematian yang lebih rendah dan tingkat serangan yang lebih tinggi dari biasanya.
Baca juga: Apakah Lobster Mengandung Kolesterol Tinggi? Yuk, Simak Fakta Berikut Ini
Di tahun 2017, Nigeria mengalami wabah besar dengan lebih dari 500 kasus yang dicurigai, dan lebih dari 200 kasus yang dikonfirmasi dengan rasio kematian kasus sekitar 3 persen.
Cacar monyet juga merupakan penyakit zoonosis, penyakit yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, monyet bukanlah pembawa utama penyakit.
Cacar monyet biasanya ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi atau menyentuh darah, cairan tubuh, dan bulu hewan yang terinfeksi. Infeksi ini ditandai dengan bintil bernanah di kulit.
Cacar monyet juga menyebar antar manusia melalui percikan liur yang masuk melalui mata, mulut, hidung, atau luka-luka di kulit. Penularan ini juga bisa terjadi melalui benda yang terkontaminasi, seperti pada pakaian penderita.
Gejala cacar monyet akan muncul sekitar 5-21 hari sejak penderita terinfeksi virus monkeypox atau cacar monyet. Awalnya, penyakit cacar monyet memiliki gejala yang serupa dengan cacar air, yaitu seperti bintil berair.
Selanjutnya, bintil berair berubah menjadi bernanah dan menimbulkan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala lainnya yaitu demam, letih atau lemas, menggigil, sakit kepala, nyeri otot.
Sedangkan untuk gejala awal cacar monyet bisa dapat berlangsung selama 1-3 hari atau lebih. Setelah itu, ruam akan muncul di wajah dan menyebar ke bagian tubuh lain, seperti lengan. Hingga saat ini, belum ada pengobatan untuk cacar monyet.
Pada Mei 2022, sejumlah kasus terdeteksi pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan perjalanan ke Afrika. Bahkan, sebagian besar yang terdampak adalah gay, dan Eropa jadi pusat wabah terbaru.
Akhir Mei lalu, Afrika Selatan telah bersiap memberikan vaksin yang efektif untuk melawan cacar monyet pada mereka yang melakukan kontak dekat dengan pasien.
Baca juga: Perdalam Ilmu Agama Islam, Laudya Cynthia Bella Fokus Tingkatkan Ketakwaan
Pada 21 Juli, WHO melakukan pertemuan guna membahas status penyakit tersebut. Dan, akhirnya, Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan cacar monyet sebagai PHEIC atau darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada Sabtu pekan lalu.
(MG-Nurhalimah Zahra)
(nug)