Banting Setir Jual Ayam Goreng, Tiga Pemuda Ini Raup Omzet Ratusan Juta Rupiah
loading...
A
A
A
Dari pengalaman tersebut, Reynaldi memutuskan untuk membuka lapak sendiri dengan bermodalkan meja lipat serta kompor rumahan di depan kontrakannya. Hari pertama memang belum banyak pengunjung yang datang. Hanya sekira 2-3 orang saja datang membeli.
Kondisi seperti ini berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Dia pun kembali mengubah strategi hingga akhirnya banyak pengunjung berdatangan. "Karena sudah banyak pelanggan, saya memberanikan diri untuk upgrade dari meja lipat jadi gerobak, hingga menjadi 3 gerobak," kenang Reynaldi.
Sadar usahanya semakin maju, Reynaldi mulai mencari orang untuk diajak bekerjasama. Di momen inilah Reynaldi bertemu M Dinda Mahardika dan M Syamsi Al Farizan. Pada saat itu, usaha Mahardika dan Syamsi juga turut terkena imbas pandemi Covid-19. Alhasil, mereka pun sepakat untuk masuk dalam tim GabbaGabba dengan peran yang berbeda-beda.
Kontribusi yang diberikan Mahardika dan Syamsi langsung terlihat jelas. Terlebih setelah mereka melakukan rebranding pada manajemen dan produk GabbaGabba secara keseluruhan. Menurut Mahardika, produk ayam goreng racikan Reynaldi sebetulnya sudah sangat menjual, terutama dari segi rasa.
Hanya saja di era serba digital seperti saat ini, permainan tagline, logo dan elemen-elemen marketing lainnya menjadi poin yang sangat penting dalam kesuksesan suatu brand.
“Jadi setelah join, kami langsung rebranding abis-abisan di mulai dari konsep produk, ganti logo, tagline serta yang paling penting adalah dengan mengganti konsep booth ke ruko bertajuk 'share the happiness'. Di mana design outlet dibuat unik, pelayanan menjadi cepat dan ramah, dan dari sisi produk lebih simple dan tidak ribet serta packaging yang praktis," ujar Mahardika.
Kendati demikian, tentu akan terjadi penyesuaian harga mengingat proses rebranding ini membutuhkan banyak biaya. Ditambah lagi, GabbaGabba juga melakukan strukturisasi dan penerapan SOP baru bagi seluruh karyawannya. Mereka juga harus menyediakan lokasi untuk dapur sebagai penyimpanan serta produksi bahan baku untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga.
"Sebelum saya dan Syamsi masuk, GabbaGabba enggak punya value khusus, cuman sebatas menjual jargon makanan murah. Akhirnya ubah dengan ada tagline ayamnya enggak main-main. Menunya juga kita inovasikan lebih banyak. Dan kami membangun central kitchen agar bisa memproduksi dalam jumlah besar dengan kualitas terbaik," beber Mahardika.
Strategi rebranding tersebut ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan, GabbaGabba membuka 2 cabang dan kantor baru dengan omzet mencapai lebih dari Rp120 juta per bulan.
Kondisi seperti ini berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Dia pun kembali mengubah strategi hingga akhirnya banyak pengunjung berdatangan. "Karena sudah banyak pelanggan, saya memberanikan diri untuk upgrade dari meja lipat jadi gerobak, hingga menjadi 3 gerobak," kenang Reynaldi.
Sadar usahanya semakin maju, Reynaldi mulai mencari orang untuk diajak bekerjasama. Di momen inilah Reynaldi bertemu M Dinda Mahardika dan M Syamsi Al Farizan. Pada saat itu, usaha Mahardika dan Syamsi juga turut terkena imbas pandemi Covid-19. Alhasil, mereka pun sepakat untuk masuk dalam tim GabbaGabba dengan peran yang berbeda-beda.
Kontribusi yang diberikan Mahardika dan Syamsi langsung terlihat jelas. Terlebih setelah mereka melakukan rebranding pada manajemen dan produk GabbaGabba secara keseluruhan. Menurut Mahardika, produk ayam goreng racikan Reynaldi sebetulnya sudah sangat menjual, terutama dari segi rasa.
Hanya saja di era serba digital seperti saat ini, permainan tagline, logo dan elemen-elemen marketing lainnya menjadi poin yang sangat penting dalam kesuksesan suatu brand.
“Jadi setelah join, kami langsung rebranding abis-abisan di mulai dari konsep produk, ganti logo, tagline serta yang paling penting adalah dengan mengganti konsep booth ke ruko bertajuk 'share the happiness'. Di mana design outlet dibuat unik, pelayanan menjadi cepat dan ramah, dan dari sisi produk lebih simple dan tidak ribet serta packaging yang praktis," ujar Mahardika.
Kendati demikian, tentu akan terjadi penyesuaian harga mengingat proses rebranding ini membutuhkan banyak biaya. Ditambah lagi, GabbaGabba juga melakukan strukturisasi dan penerapan SOP baru bagi seluruh karyawannya. Mereka juga harus menyediakan lokasi untuk dapur sebagai penyimpanan serta produksi bahan baku untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga.
"Sebelum saya dan Syamsi masuk, GabbaGabba enggak punya value khusus, cuman sebatas menjual jargon makanan murah. Akhirnya ubah dengan ada tagline ayamnya enggak main-main. Menunya juga kita inovasikan lebih banyak. Dan kami membangun central kitchen agar bisa memproduksi dalam jumlah besar dengan kualitas terbaik," beber Mahardika.
Strategi rebranding tersebut ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan, GabbaGabba membuka 2 cabang dan kantor baru dengan omzet mencapai lebih dari Rp120 juta per bulan.