Kasus Pelemakan Hati Terus Meningkat, Bisa Perparah Pasien Covid-19

Jum'at, 03 Juli 2020 - 17:45 WIB
loading...
Kasus Pelemakan Hati...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Gangguan pernapasan bukan satu-satunya keluhan yang harus diwaspadai ketika terkena Covid-19. Menurut penelitian, virus ini bisa menyerang organ penting lainnya yang mengakibatkan kerusakan salah satunya organ hati.

Sebaliknya, pasien Covid-19 yang mengalami gangguan fungsi hati akan memiliki perjalanan penyakit yang lebih buruk dan memiliki risiko dirawat di ICU sekaligus kematian yang lebih tinggi. "Faktanya, 1 dari 2 pasien Covid-19 mengalami gangguan fungsi hati," ucap Dr. dr. Irsan Hasan, SpP-KGEH, FINASIM dalam Webinar Menjaga Kesehatan Hati di Era New Normal yang diadakan PT. kalbe Farma Tbk.

Bagaimana tandanya? Adanya peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT), peningkatan bilirubin, dan penurunan kadar albumin. Sementara bagi pasien hepatitis kronik yang ingin tetap berobat ke rumah sakit, dr. Irsan menyarankan untuk tetap melanjutkan kontrol ke rumah sakit sambil menjalankan protokol pencegahan Covid19.

Dr. Irsan menyampaikan tiga penyebab penyakit hati kronik tertinggi di Tanah Air yakni hepatisis B, hepatisis C, dan perlemakan hati (fatty liver). Yang disebut terakhir, kasusnya lebih banyak dibanding hepatisis B dan C. Prevalensinya hingga 30% dan diprediksi akan terus meningkat. Mengapa? Sebab penyakit yang masuk ke dalam kategori penyakit metabolik ini merupakan penyakit gaya hidup. (Baca: Hindari Lemak di Hati, Lakukan dengan Pola Hidup Sehat)

Kemudahan teknologi sekarang membuat masyarakat menjadi kurang gerak. Ditambah lagi dengan pola makan tidak sehat. Apalagi di tengah wabah virus corona yang membuat gerak menjadi terbatas sehingga rentan memicu berat badan berlebih.

Berangkat dari hal ini, Kalbe mengadakan edukasi kesehatan guna meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai penyakit hepatitis di era new normal, agar mereka dapat mencegah dan menangani gejala penyakit Hepatitis.

"Kalbe berkomitmen dalam meningkatkan kesehatan untuk hidup yang lebih baik untuk seluruh masyarakat termasuk dalam upaya pencegahan penyakit hepatitis,” ujar Netty Andriana, Product Manager PT Kalbe Farma Tbk. (Baca juga: Perceraian Orang Tua, Waspadai Dampak Psikologis pada Anak)

Lebih jauh, penyakit hati umumnya muncul tanpa gejala, seperti hepatisis B. Mengingat hati adalah organ yang cukup kuat. Bahkan sekalipun sudah kanker hati penderita mungkin tidak menunjukkan gejala yang berarti.

"Kalau sudah sampai tahap ini terdiagnosanya bisa saja enam bulan kemudian pasien sudah meninggal. Perjalanan penyakit hingga terjadinya kanker hati ini bisa berlangsung 20 tahun," kata dr. Irsan. Pada 2015, sekira 257 juta orang di dunia terkena hepatitis B kronik (berlangsung lebih dari enam bulan) dan menyebabkan 887.000 kematian.

Penularannya lewat kontak dengan darah atau cairan tubuh pengidap Hepatitis B. Kalau sudah terdiagnosa Hepatitis B, maka perlu dikaji dulu apakah perlu dilakukan pengobatan. Kalau kerusakan hati terapi perlu diberikan. Namun kalau tidak ada maka tidak perlu. Cukup monitoring kondisi pasien. Berbeda perlakuannya dengan hepatitis C. (Lihat videonya: Warga Duel Lawan Buaya Selamatkan Sang Ayah di Palopo)

"Kalau ditemukan virus, bagaimanapun kondisi pasien harus diobati," ujar dr. Irsan. Perlu diketahui, obat diberikan bukan untuk menghilangkan melainkan menekan virus. Virus bisa saja hilang di dalam darah tapi tidak di hati. (Sri Noviarni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1930 seconds (0.1#10.140)