Vaksin Inavac Resmi Diluncurkan, Efek Sampingnya Ringan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi meluncurkan vaksin produk dalam negeri yaitu Inavac atau yang sebelumnya dikenal dengan vaksin Merah Putih. Vaksin ini dikembangkan oleh peneliti Universitas Airlangga dan diproduksi serta didaftarkan oleh PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia (PT Biotis).
Berdasarkan kajian tentang dosis obat, Vaksin Inavac akan digunakan sebagai vaksinasi primer yang diberikan dalam 2 dosis suntikan (5 mcg/0,5 mL per dosis) dengan interval 28 hari. Efikasi Vaksin Inavac 5 mcg mengacu pada hasil studi immunobridging fase III yang dibandingkan dengan Vaksin Coronavac.
Secara umum, aspek keamanan Vaksin Inavac dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping Vaksin Inavac yang dilaporkan memiliki derajat ringan-sedang (grade 1-2) dan relatif sebanding dengan Vaksin Coronavac, dengan efek samping yang paling sering timbul berupa nyeri lokal, demam, nyeri otot, sakit kepala, dan batuk.
“Tidak ada kematian maupun adverse events special interest yang dilaporkan,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam kanal YouTube Badan POM RI, Jumat (4/11/2022).
Penny menjelaskan, berdasarkan aspek imunogenisitas, Vaksin Inavac dapat meningkatkan respons imun humoral dengan nilai Geometric Mean Fold Ratio (GMFR) sebesar 3,65 (studi klinik fase I); 1,18 (studi klinik fase II); dan 1,2 (studi klinik fase III) pada 28 hari setelah injeksi dosis kedua.
Vaksin tersebut juga dapat meningkatkan respons imun seluler dengan nilai GMFR sebesar 8,7 (studi klinik fase I); 1,2 (studi klinik fase II); dan 1,8 (studi klinik fase III) pada 28 hari setelah injeksi dosis kedua. Data konsistensi imunogenisitas antibodi netralisasi antar 3 bets Vaksin Inavac 5 mcg terlihat sebanding.
“Hasil evaluasi terhadap CPOB melalui on-site inspection disimpulkan bahwa fasilitas produksi Vaksin Inavac sudah memadai dalam memenuhi persyaratan CPOB,” tambah Penny.
BPOM telah mengawal pengembangan Vaksin Merah Putih Unair sejak awal pengembangan pre-klinik, uji klinik (fase I, II, dan III), proses produksi upstream-downstream, hingga formulasi dan fill-finished, serta metode pengujian dalam bentuk direct coaching dan asistensi melekat. Ini merupakan salah satu contoh implementasi kolaborasi triple-helix, antara akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah.
Akademisi (Unair) mengembangkan vaksin, pelaku usaha (PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia) melakukan produksi skala masal, dan pemerintah (antara lain BPOM, Kementerian Kesehatan, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) mendukung pengembangan vaksin ini melalui pendampingan selama proses pengembangan.
Berdasarkan kajian tentang dosis obat, Vaksin Inavac akan digunakan sebagai vaksinasi primer yang diberikan dalam 2 dosis suntikan (5 mcg/0,5 mL per dosis) dengan interval 28 hari. Efikasi Vaksin Inavac 5 mcg mengacu pada hasil studi immunobridging fase III yang dibandingkan dengan Vaksin Coronavac.
Secara umum, aspek keamanan Vaksin Inavac dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping Vaksin Inavac yang dilaporkan memiliki derajat ringan-sedang (grade 1-2) dan relatif sebanding dengan Vaksin Coronavac, dengan efek samping yang paling sering timbul berupa nyeri lokal, demam, nyeri otot, sakit kepala, dan batuk.
“Tidak ada kematian maupun adverse events special interest yang dilaporkan,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam kanal YouTube Badan POM RI, Jumat (4/11/2022).
Penny menjelaskan, berdasarkan aspek imunogenisitas, Vaksin Inavac dapat meningkatkan respons imun humoral dengan nilai Geometric Mean Fold Ratio (GMFR) sebesar 3,65 (studi klinik fase I); 1,18 (studi klinik fase II); dan 1,2 (studi klinik fase III) pada 28 hari setelah injeksi dosis kedua.
Vaksin tersebut juga dapat meningkatkan respons imun seluler dengan nilai GMFR sebesar 8,7 (studi klinik fase I); 1,2 (studi klinik fase II); dan 1,8 (studi klinik fase III) pada 28 hari setelah injeksi dosis kedua. Data konsistensi imunogenisitas antibodi netralisasi antar 3 bets Vaksin Inavac 5 mcg terlihat sebanding.
“Hasil evaluasi terhadap CPOB melalui on-site inspection disimpulkan bahwa fasilitas produksi Vaksin Inavac sudah memadai dalam memenuhi persyaratan CPOB,” tambah Penny.
BPOM telah mengawal pengembangan Vaksin Merah Putih Unair sejak awal pengembangan pre-klinik, uji klinik (fase I, II, dan III), proses produksi upstream-downstream, hingga formulasi dan fill-finished, serta metode pengujian dalam bentuk direct coaching dan asistensi melekat. Ini merupakan salah satu contoh implementasi kolaborasi triple-helix, antara akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah.
Akademisi (Unair) mengembangkan vaksin, pelaku usaha (PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia) melakukan produksi skala masal, dan pemerintah (antara lain BPOM, Kementerian Kesehatan, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) mendukung pengembangan vaksin ini melalui pendampingan selama proses pengembangan.
(tsa)