Anaknya Meninggal karena GGA, Orang Tua Korban: Tak Semua Pasien Berhasil dengan Antidote
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus gagal ginjal akut (GGA) pada anak di Indonesia membuat para orang tua khawatir. Salah satunya Safitri merupakan orang tua korban dari GGA.
Dalam penjelasannya, ia merasa adanya kelalaian dalam obat-obatan sirup yang tercemar kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Faktanya, sang anak masih berusia 8 tahun, akhirnya berpulang.
Anaknya berpulang, sebelum adanya antidote Fomepizole (Penawar) untuk GGA di Indonesia. Dia menyayangkan, mengapa obat tersebut terlambat dan obat sirup yang dikonsumsi bisa mengandung toxic (zat beracun) itu.
"Anak saya berpulang 15 Oktober dan adanya obat antidote Fomepizole pada 18 Oktober. Tidak semua pasien berhasil dengan obat itu, tapi tidak ada salahnya kita coba (jika berkesempatan), kami sudah lakukan segalanya," terang Safitri, salah satu orang tua korban GGA, dalam Media Briefing Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Safitri juga menjelaskan bahwa kondisi sang anak awalnya sehat, dan hanya mengalami demam. Pada akhirnya bolak-balik untuk pengobatan, sejak 25 September lalu.
Anak pun akhirnya, dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekitar awal Oktober. Safitri mengaku kondisi anaknya semakin melemah, dan tidak sempat mendapatkan pengobatan antidote Fomepizole yang didatangkan dari luar negeri itu.
"Setelah tanggal 19 Oktober berhasil (ada perbaikan) setelah ada tatalaksana dari IDAI. Kenapa baru datang, seharusnya sejak dari awal jika sudah ada obatnya," katanya seraya menangis.
Dalam kesempatan itu, ia merasa bahwa penyakit GGA belum dipahami oleh masyarakat ataupun para orang tua. Meski demikian, sejauh ini diketahui berdasarkan informasi GGA disebabkan obat sirup yang tercemar EG dan DEG.
Dalam penjelasannya, ia merasa adanya kelalaian dalam obat-obatan sirup yang tercemar kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Faktanya, sang anak masih berusia 8 tahun, akhirnya berpulang.
Anaknya berpulang, sebelum adanya antidote Fomepizole (Penawar) untuk GGA di Indonesia. Dia menyayangkan, mengapa obat tersebut terlambat dan obat sirup yang dikonsumsi bisa mengandung toxic (zat beracun) itu.
"Anak saya berpulang 15 Oktober dan adanya obat antidote Fomepizole pada 18 Oktober. Tidak semua pasien berhasil dengan obat itu, tapi tidak ada salahnya kita coba (jika berkesempatan), kami sudah lakukan segalanya," terang Safitri, salah satu orang tua korban GGA, dalam Media Briefing Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Safitri juga menjelaskan bahwa kondisi sang anak awalnya sehat, dan hanya mengalami demam. Pada akhirnya bolak-balik untuk pengobatan, sejak 25 September lalu.
Anak pun akhirnya, dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekitar awal Oktober. Safitri mengaku kondisi anaknya semakin melemah, dan tidak sempat mendapatkan pengobatan antidote Fomepizole yang didatangkan dari luar negeri itu.
"Setelah tanggal 19 Oktober berhasil (ada perbaikan) setelah ada tatalaksana dari IDAI. Kenapa baru datang, seharusnya sejak dari awal jika sudah ada obatnya," katanya seraya menangis.
Dalam kesempatan itu, ia merasa bahwa penyakit GGA belum dipahami oleh masyarakat ataupun para orang tua. Meski demikian, sejauh ini diketahui berdasarkan informasi GGA disebabkan obat sirup yang tercemar EG dan DEG.
(hri)