Profesi Ini Bisa Bawa Keliling Dunia, Tertarik untuk Mencobanya?
loading...

Tour leader merupakan salah satu profesi yang bisa membawa keliling dunia. Seperti Donny Rizanto, travel enthusiast yang berprofesi sebagai tour leader. Foto/YouTube Partai Perindo
A
A
A
JAKARTA - Tour leader merupakan salah satu profesi yang bisa membawa keliling dunia . Seperti halnya yang dirasakan oleh Donny Rizanto, travel enthusiast yang juga berprofesi sebagai seorang tour leader.
Menurut Donny, memiliki profesi dalam dunia travel memberikan keuntungan tersendiri. Menurut Donny, meskipun harus berkali-kali terbang ke berbagai negara, ia mengaku tak pernah merasa jet lag ataupun shock culture.
“Ya worth it banget sih (berprofesi sebagai tour leader). Kerja tapi dapet cuan,” kata Donny dalam Podcast Aksi Nyata dikutip dari kanal YouTube Parta Perindo, Sabtu (10/12/2022).
Pasalnya, selain karena menikmati profesinya itu, setiap negara yang dia kunjungi tentu memberikan pengalaman menarik tersendiri.
“Mungkin kalau kaya profesi aku, karena kita kan sebagai tour leader, kita sering pergi ke satu negara berkali-kali. Jadi udah nggak ada tuh kaya shock culture,” ungkap Donny.
“Mungkin buat kita sudah bisa mengatasi yang namanya jet lag atau culture shock. Tapi biasanya buat para peserta atau tamu-tamu yang ikut, mereka justru mengalami shock culture itu,” sambungnya.
Meski begitu, menurutnya, shock culture atau jet lag yang kerap dialami rombongan tamu yang ia bawa hanya bersifat sementara. Pasalnya, setiap orang tentu membutuhkan penyesuaian saat pertama kali berkunjung ke suatu negara.
“Pertama mungkin dalam perjalanan udah capek, tapi mereka dengan exitednya itu kepengen tau, apa sih kegiatannya, jadi dipaksa paksain sih mereka. Tapi shock culturenya akan tertutup dengan beberapa destinasi yang kita kunjungi,” jelas Donny.
“Jadi mau dibilang shock culture apa nggak sih ya nggak ada yah. Mereka udah happy aja sih bawaannya,” lanjutnya.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri, salah satu shock culture yang sulit dihindari saat berkunjung ke suatu negara adalah masalah ketidakcocokan makanan. Apalagi, ia merupakan salah seorang yang cukup pemilih dalam hal makanan.
“Mungkin yang agak menjadi masalah, makanan kali ya. Salah satunya di Rusia kayaknya. Pokoknya buat aku nggak masuk deh. Kalau aku lagi tour ke Rusia aku pasti bawa buatan istri," ucap Donny.
“Jadi kayak ada cream soup gitu, nggak kena di taste aku deh, karena aku juga picky untuk makanan. Kalau makanan aku emang agak agak milih deh. Tetep lah nomor satu tetap Indonesia,” imbuhnya.
Selain harus beradaptasi dengan makanan di beberapa negara yang ia kunjungi, Donny juga mengaku harus menyesuaikan diri dalam hal cuaca. Meski begitu, menghadapi perubahan dan perbedaan cuaca di beberapa negara menurutnya bukanlah sebuah kendala.
“Pada prinsipnya kalau mengenai cuaca tergantung nih. Sekarang kan lagi global warming ya. Jadi tuh cuaca kayanya lagi bener-bener berantakan tuh. Kadang di bulan April kita udah masuk musim spring, tapi masih ada salju di beberapa kota. Ya kalah masalah musim kalau kedinginan ya tinggal minum kopi atau minuman panas,” tandasnya.
Menurut Donny, memiliki profesi dalam dunia travel memberikan keuntungan tersendiri. Menurut Donny, meskipun harus berkali-kali terbang ke berbagai negara, ia mengaku tak pernah merasa jet lag ataupun shock culture.
“Ya worth it banget sih (berprofesi sebagai tour leader). Kerja tapi dapet cuan,” kata Donny dalam Podcast Aksi Nyata dikutip dari kanal YouTube Parta Perindo, Sabtu (10/12/2022).
Pasalnya, selain karena menikmati profesinya itu, setiap negara yang dia kunjungi tentu memberikan pengalaman menarik tersendiri.
“Mungkin kalau kaya profesi aku, karena kita kan sebagai tour leader, kita sering pergi ke satu negara berkali-kali. Jadi udah nggak ada tuh kaya shock culture,” ungkap Donny.
“Mungkin buat kita sudah bisa mengatasi yang namanya jet lag atau culture shock. Tapi biasanya buat para peserta atau tamu-tamu yang ikut, mereka justru mengalami shock culture itu,” sambungnya.
Meski begitu, menurutnya, shock culture atau jet lag yang kerap dialami rombongan tamu yang ia bawa hanya bersifat sementara. Pasalnya, setiap orang tentu membutuhkan penyesuaian saat pertama kali berkunjung ke suatu negara.
“Pertama mungkin dalam perjalanan udah capek, tapi mereka dengan exitednya itu kepengen tau, apa sih kegiatannya, jadi dipaksa paksain sih mereka. Tapi shock culturenya akan tertutup dengan beberapa destinasi yang kita kunjungi,” jelas Donny.
“Jadi mau dibilang shock culture apa nggak sih ya nggak ada yah. Mereka udah happy aja sih bawaannya,” lanjutnya.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri, salah satu shock culture yang sulit dihindari saat berkunjung ke suatu negara adalah masalah ketidakcocokan makanan. Apalagi, ia merupakan salah seorang yang cukup pemilih dalam hal makanan.
“Mungkin yang agak menjadi masalah, makanan kali ya. Salah satunya di Rusia kayaknya. Pokoknya buat aku nggak masuk deh. Kalau aku lagi tour ke Rusia aku pasti bawa buatan istri," ucap Donny.
“Jadi kayak ada cream soup gitu, nggak kena di taste aku deh, karena aku juga picky untuk makanan. Kalau makanan aku emang agak agak milih deh. Tetep lah nomor satu tetap Indonesia,” imbuhnya.
Selain harus beradaptasi dengan makanan di beberapa negara yang ia kunjungi, Donny juga mengaku harus menyesuaikan diri dalam hal cuaca. Meski begitu, menghadapi perubahan dan perbedaan cuaca di beberapa negara menurutnya bukanlah sebuah kendala.
“Pada prinsipnya kalau mengenai cuaca tergantung nih. Sekarang kan lagi global warming ya. Jadi tuh cuaca kayanya lagi bener-bener berantakan tuh. Kadang di bulan April kita udah masuk musim spring, tapi masih ada salju di beberapa kota. Ya kalah masalah musim kalau kedinginan ya tinggal minum kopi atau minuman panas,” tandasnya.
Lihat Juga :
(dra)