Bali Digital Fashion Week (BDFW) 2022: Kolaborasi MajaLabs x ICCN

Senin, 12 Desember 2022 - 15:30 WIB
loading...
Bali Digital Fashion Week (BDFW) 2022: Kolaborasi MajaLabs x ICCN
Bali Digital Fashion Week (BDFW) 2022: Kolaborasi MajaLabs x ICCN. Foto/MNC Media
A A A
JAKARTA - Tren mode saat ini dipengaruhi oleh maraknya media sosial sangat cepat berubah-ubah. Penyebaran fashion oleh para influencer dan tokoh publik melalui Instagram, TikTok, Youtube dan media sosial lainnya membuat masyarakat ingin mengikutinya. Viralitas tinggi dari suatu konten fashion menjadi daya pikat untuk masyarakat mengeluarkan dana untuk berbelanja offline maupun melalui marketplace. Fashionable, Trendy, OOTD (Outfit of The Day) menjadi keyword penting bagi masyarakat untuk meningkatkan popularitasnya yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan citra diri.

Dampak dari pembelian produk fashion menjadi dua sisi mata uang, di satu sisi bisa meningkatkan nilai perdagangan produk fashion tapi disisi lain bisa menimbulkan masalah baru, yaitu limbah fashion. Konsep ready to wear dalam industri fast fashion bisa memenuhi permintaan masyarakat agar cepat memiliki pakaian terkini, namun permasalahan baru dengan timbulnya limbah pakaian sudah menjadi hal urgent.

Berdasarkan data dari United Nations Environment Programme (UNEP) dan Ellen MacArthur Foundation, 10% Emisi Gas Buang dan Efek Rumah Kaca disebabkan oleh Industri Pakaian, dan disebutkan bahwa angka ini lebih besar dari Emisi industri aviasi dan maritim yang digabung. Hal ini diperkirakan meningkat hingga 50% pada 2030.

Baca Juga : Kerennya Bonge Kenakan Denim Doodle Art di Panggung WMM Fest 2022, Bak Model Profesional

Sekitar 20% air limbah di seluruh dunia tercemar sebab pewarnaan dan pengolahan kain. Setiap tahun industri pakaian menggunakan 93 miliar meter kubik air, ini bisa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lima juta orang. Setiap tahun setengah juta ton microfiber plastik limbah industri pakaian dibuang ke laut, setara dengan 50 miliar botol plastik.

Ini sangat berbahaya karena serat mikro tidak dapat diekstraksi dari air dan dapat menyebar ke seluruh rantai makanan (The World Bank: shorturl.at/grwD1). Masalah lain yang cukup meresahkan adalah sekitar 200 juta pohon ditebang setiap tahun untuk produksi tekstil (canopyplanet.org: shorturl.at/qzBOT). Ini sangat mengkhawatirkan karena bisa memicu terjadinya deforestasi.

Saat ini sudah banyak kalangan fashion yang peduli tentang isu pencemaran lingkungan dari industri pakaian ini, termasuk di dalamnya garmen dan tekstil. Muncul banyak produk fashion yang mengusung konsep ramah lingkungan, penggunaan bahan-bahan alami, penggunaan ulangdari pakaian, mengurangi rantai pasok industri, sampai dengan konsep pakaian Digital atau

Digital Fashion

Teknologi Blockchain dengan Inovasi Web 3.0 membuat Digital Fashion yang selama ini hanya digunakan untuk materi pemasaran, perfilman, dan gaming, kini bisa menjadi pakaian sehari-hari bagi penggunanya melalui platform Digital dan Fisik. Penggunaan Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR),Metaverse dan Non-Fungible Token (NFT) menjadi kunci penting bagi perkembangan tren pakaian di tahun 2022 ini.

Kepemilikan Digital Fashion melalui NFT bisa digunakan untuk Metaverse dan Gaming Industry, lalu bisa juga menjadi transisi (bridging) untuk masyarakat mulai sadar terhadap keberlangsungan lingkungan ketika menggunakan pakaian. Kesadaran akan lingkungan menjadi concern utama kami.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2335 seconds (0.1#10.140)