Dua Pasang Hati

Kamis, 02 Juli 2015 - 10:45 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Lara menggeleng, ”Tapi, bukan berarti perasaan gue bisa balik kayak sembilan tahun lalu.” Kali ini suara Lara terdengar serius, namun Keenan bisa merasakan gadis itu seolah melakukan self-defense terbaiknya.

Keenan tahu, meski Lara mencoba menutupinya, dari gerakgerik gadis itu, Lara tak mau dianggap gadis gampangan. ”Lo nggak perlu khawatir, anggep aja tadi Ive been a bad guy for you , nggak perlu pikirin masalah ciuman tadi,” sahut Keenan dingin. Lara mengangguk, meski hatinya sedikit sedih mendengarnya, seolah-olah Keenan sudah melumpuhkan sedikit harapannya kepada cowok itu.

Keenan tak lagi memandang Lara yang terdiam setelah perkataannya, ia larut dalam pikirannya yang merasa wajar mengapa Lara begitu bersikeras dengan sikapnya. Ia sadar, dirinya telah melakukan kesalahan terbesar di masa lalu pada Lara. Ia pikir, mungkin inilah balasan Lara sekarang. Seharusnya, ia tidak merasa kecewa dengan sikap dingin gadis itu barusan, tapi kenapa... ia tak bisa membohongi dirinya jika saat ini ia begitu membenci diri sendiri, karena telah melukai hati Lara? Sabtu, Senayan City.

Lara sudah memantapkan keputusannya untuk menceritakan perilaku Ardio terhadapnya kepada Echa. Benar seperti yang dikatakan Keenan, kalau didiamkan, sungguh malang nasib Echa nanti karena jatuh pada pilihan yang salah. Meski awalnya ragu, sampai nggak keluar kamar berapa hari demi keputusannya ini, Lara tidak peduli. Ia begitu menyayangi Echa layaknya saudara sendiri, makanya ia tak ingin membiarkan sahabatnya ini merasakan hal yang sama dengannya.

Meski Jakarta diguyur hujan keras, Lara sudah berada di mobilnya dan berada di basement parkir pusat perbelanjaannya anak-anak ABG yang gaul se-Jakarta Selatan ini. Setelah mendapat parkir, gadis itu langsung bergegas keluar dari mobilnya dan masuk ke lobby mall . AC sejuk yang menyambar halus wajah Lara, membuat gadis itu separuh membeku.

Bukan karena AC-nya, tapi karena dia merasa deg-degan dengan kejujuran menyakitkannya kali ini. Ia tahu mungkin hal ini akan sangat membuat sahabatnya drop sampe titik darah penghabisan, tapi Lara nggak mungkin kan, terus menyembunyikan kelakuan bengal Ardio selama ini? Echa sang sahabat baru saja sampai lima belas menit yang lalu, di Kitchenette, sebuah restoran pasta yang ada di Senayan City.

Lara baru saja menerima BBM-nya yang bilang, kalau dia baru saja memesan dua buah beef lasagna yang merupakan makanan favorit dua sahabat ini. Lara menghela napas panjang, ia merasa iba pada sobatnya karena kelihatannya ia begitu senang dan bahagia, sementara Lara di sini terlihat bimbang harus bagaimana memberi tahu pada perempuan cantik itu.

Seperti biasanya, ketika Lara menyambangi gadis itu, keduanya larut dalam gesture cipikacipiki, seperti sudah lama tak saling bertemu. ”Duh, Ibu Lara... makin cantik aja sekarang, ya,” puji Echa tulus, sambil mulai melahap beef lasagna -nya. ”Ah, Ibu Echa... bisa aja sih, Bu. Ibu juga makin kece aja, rambutnya baru lagi, Bu?” Lara balas memujinya, memerhatikan warna rambut golden brown milik Echa ini, begitu selaras dengan paras cantiknya.

”Iya, Ra.. ini permintaannya Ardio, katanya dia seneng banget kalo gue rambutnya pirang. Nggak apaapa lah, ya. Sekali-kali nyenengin laki, pahala juga gede ini,” jawab Echa sambil terus tersenyum. Lara hanya tersenyum simpul mendengarnya, kalo begini Lara jadi nggak enak, kan... ngasih tau berita yang akan membuat sobatnya bersedih nanti.

”Ahahaha, duh... jadi jealous gue sama lo, Cha. Kayaknya Ardio bikin lo happy terus ya, bok..” ucap Lara, sekedar menanggapi cerita Echa. Padahal dalam hatinya, dia lagi mikir kata-kata yang baik untuk menyampaikan maksud lunchy date with le BFF hari ini. ”Iya, Ra. Makanya, lo buru dong nyusul kayak gue. Jangan mandek mulu sama kerjaan...”

Lara hanya tersenyum, sambil menatap mata Echa yang sedang sibuk dengan handphone -nya. ”Eh, Ra. Kok lo diem-diem aja sih sekarang? Biasanya rame banget, kayak di Pasar Senen,” gurau Echa sambil menatap Lara. Dia menyipitkan matanya, lalu menggoda Lara, ”Hmm... gue tahu nih, pasti... lo ada apa-apa ya, sama Keenan? Biasanya, kalo diem-diem gini, pasti mendem cerita soal si doi.”

Lara mendesah ragu, seandainya lo tahu, Cha... bukan soal si Keenan doang, tapi...Ardio juga... Lara mengumpat dalam hati. ”Kenapa sih lo sama si Keenan? Berantem lagi? Nggak bosen, apa. Tiap ketemu berantem terus,” komentar Echa. ”Bukan, bukan Keenan. Ini soal...” (bersambung)

Vania M. Bernadette
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5798 seconds (0.1#10.140)