Pupuk Percaya Diri dengan Senyuman
A
A
A
Senyum ternyata banyak manfaat. Dengan mengajari anak senyum dapat meningkatkan percaya diri dalam menghadapi berbagai persoalan. Untuk itu, ajari anak tersenyum sedini mungkin.
Saat memasuki usia praremaja, tekanan dari lingkungan teman sebaya atau peer pressure kerap terjadi. Tak jarang pula mendapat tindakan intimidasi atau bullying . Hal ini dinilai wajar karena mereka belum bisa menerima perbedaan yang dijumpai karena terbiasa segala sesuatu yang seragam.
Anak yang dianggap berbeda akan sangat rentan mendapat tekanan yang akan membuat kepercayaan diri mereka rendah. Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, seorang psikolog mengatakan bahwa pada usia praremaja, usia sekitar 9-12 tahun, mengalami ada pilihan yang paling rentan, yaitu industri atau inferior.
Artinya, anak sudah mulai dituntut mencari atau menciptakan potensi yang ada dalam dirinya yang dinamakan dengan fase industri. Sementara, apabila mereka gagal mencapainya, anak tersebut akan berada di posisi yang tidak diperhitungkan atau inferior. “Mereka butuh mengembangkan potensi diri supaya bisa menghasilkan sesuatu yang bisa membangkitkan rasa percaya dirinya,” kata Vera Itabiliana yang dijumpai dalam peluncuran
“Kampanye #BeraniSenyum123” bersama Pepsodent. Namun, tekanan dari teman sebaya (peer pressure ) telah menjadi suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan karena ini adalah fase yang pasti dilalui untuk membentuk jati dirinya. Peer pressure bisa membawa dampak yang berbeda kepada setiap anak, apakah membawa mereka pada hal positif atau justru negatif.
“Peran orang tua sangat besar menyikapi tekanan yang datang pada anak-anak mereka agar membawa dampak positif. Untuk itu, orang tua perlu mendiskusikannya serta mencari jalan keluarnya bersama,” kata Vera. Melihat cakupan potensi terjadinya tekanan pada usia praremaja seiring semakin berkembangnya dunia maya sehingga membuat orang tua harus menanamkan nilai-nilai luhur sejak dari rumah.
Senyum dinilai dapat menjadi salah satu cara mereduksi risiko peer pressure maupun bullying . Apalagi pada masa ini anak sangat rentan mengalami perubahan emosi secara drastis (mood swinging) karena sedang memasuki masa pubertas. Anak harus diajarkan membela dan menjaga haknya maupun hak orang lain.
Baik anak yang menindas dan ditindas memiliki dampak yang sama buruknya, yakni rendahnya rasa percaya diri mereka. Untuk menghindari perilaku negatif semacam itu, Vera Itabiliana mengingatkan agar orang tua memiliki peran utama untuk mencari dan menggali potensi anak.
“Anak harus mempunyai sesuatu yang dibanggakan dalam diri. Pihak lain atau significant others yang memberikan apresiasi maupun pujian, maka potensi mereka mulai terlihat. Sementara, jika anak tidak diapresiasi, potensi itu lambat laut akan terkubur,” papar Vera. Jangan pernah memaksakan anak untuk menjadi terbaik di satu titik. Agar orang tua peka, berikan tawaran yang banyak dan kesempatan untuk mencari tahu potensi anak.
Meskipun tidak mudah melewati itu semua, dengan mengajarkan anak untuk tersenyum, maka rasa percaya diri anak akan muncul. Masalah yang dihadapi baik itu peer pressure , bullying atau masalah lainnya akan mampu dilampaui dengan rasa aman dan nyaman. Senyum adalah suatu ekspresi emosi positif dan suatu bentuk kontak dengan orang lain.
Pada saat tersenyum, bagian otak yang mengatur emosi bahagia akan diaktifkan ketika kita tersenyum. Selain itu, senyum mengurangi hormon pemicu stres dan meningkatkan hormon pembangkit mood serta menurunkan tekanan darah. “Dengan tersenyum, kita terlihat lebih disukai, sopan, dan kompeten di mata orang lain. Nilainilai ini bisa ditanamkan pada anak sejak dini,” sebut Vera.
Sejatinya, suatu hari akan ada fase yang mana anak harus menghadapi lingkungan baru yang membuat mereka harus beradaptasi. Belum lagi melihat tekanan atau intimidasi yang diberikan dari teman sebayanya. Jika anak tidak diarahkan bagaimana menyikapinya dengan baik, maka “perundungan” tidak dapat terelakkan.
“Mengajari anak untuk tersenyum membuat mereka lebih percaya diri terhadap pengembangan potensi yang ada,” papar Shahnaz Haque yang turut hadir berbagi pengalamannya menjadi ibu dari tiga orang anak. “Beri tahu anak bahwa jika mereka tersenyum, maka dunia akan tersenyum balik kepadanya,” sebut Shahnaz.
“Dengan adanya kampanye Berani Senyum diharapkan dapat menjadi inisiasi agar orang tua tahu cara menghadapi anak yang berada pada masa praremaja dalam menghadapi masalah dengan lebih bijaksana. Senyum itu indikasi mereka lebih percaya diri menghadapi hidup,” sebut Varina Merdekawaty, Senior Brand Manager Pepsodent.
Larissa huda
Saat memasuki usia praremaja, tekanan dari lingkungan teman sebaya atau peer pressure kerap terjadi. Tak jarang pula mendapat tindakan intimidasi atau bullying . Hal ini dinilai wajar karena mereka belum bisa menerima perbedaan yang dijumpai karena terbiasa segala sesuatu yang seragam.
Anak yang dianggap berbeda akan sangat rentan mendapat tekanan yang akan membuat kepercayaan diri mereka rendah. Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, seorang psikolog mengatakan bahwa pada usia praremaja, usia sekitar 9-12 tahun, mengalami ada pilihan yang paling rentan, yaitu industri atau inferior.
Artinya, anak sudah mulai dituntut mencari atau menciptakan potensi yang ada dalam dirinya yang dinamakan dengan fase industri. Sementara, apabila mereka gagal mencapainya, anak tersebut akan berada di posisi yang tidak diperhitungkan atau inferior. “Mereka butuh mengembangkan potensi diri supaya bisa menghasilkan sesuatu yang bisa membangkitkan rasa percaya dirinya,” kata Vera Itabiliana yang dijumpai dalam peluncuran
“Kampanye #BeraniSenyum123” bersama Pepsodent. Namun, tekanan dari teman sebaya (peer pressure ) telah menjadi suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan karena ini adalah fase yang pasti dilalui untuk membentuk jati dirinya. Peer pressure bisa membawa dampak yang berbeda kepada setiap anak, apakah membawa mereka pada hal positif atau justru negatif.
“Peran orang tua sangat besar menyikapi tekanan yang datang pada anak-anak mereka agar membawa dampak positif. Untuk itu, orang tua perlu mendiskusikannya serta mencari jalan keluarnya bersama,” kata Vera. Melihat cakupan potensi terjadinya tekanan pada usia praremaja seiring semakin berkembangnya dunia maya sehingga membuat orang tua harus menanamkan nilai-nilai luhur sejak dari rumah.
Senyum dinilai dapat menjadi salah satu cara mereduksi risiko peer pressure maupun bullying . Apalagi pada masa ini anak sangat rentan mengalami perubahan emosi secara drastis (mood swinging) karena sedang memasuki masa pubertas. Anak harus diajarkan membela dan menjaga haknya maupun hak orang lain.
Baik anak yang menindas dan ditindas memiliki dampak yang sama buruknya, yakni rendahnya rasa percaya diri mereka. Untuk menghindari perilaku negatif semacam itu, Vera Itabiliana mengingatkan agar orang tua memiliki peran utama untuk mencari dan menggali potensi anak.
“Anak harus mempunyai sesuatu yang dibanggakan dalam diri. Pihak lain atau significant others yang memberikan apresiasi maupun pujian, maka potensi mereka mulai terlihat. Sementara, jika anak tidak diapresiasi, potensi itu lambat laut akan terkubur,” papar Vera. Jangan pernah memaksakan anak untuk menjadi terbaik di satu titik. Agar orang tua peka, berikan tawaran yang banyak dan kesempatan untuk mencari tahu potensi anak.
Meskipun tidak mudah melewati itu semua, dengan mengajarkan anak untuk tersenyum, maka rasa percaya diri anak akan muncul. Masalah yang dihadapi baik itu peer pressure , bullying atau masalah lainnya akan mampu dilampaui dengan rasa aman dan nyaman. Senyum adalah suatu ekspresi emosi positif dan suatu bentuk kontak dengan orang lain.
Pada saat tersenyum, bagian otak yang mengatur emosi bahagia akan diaktifkan ketika kita tersenyum. Selain itu, senyum mengurangi hormon pemicu stres dan meningkatkan hormon pembangkit mood serta menurunkan tekanan darah. “Dengan tersenyum, kita terlihat lebih disukai, sopan, dan kompeten di mata orang lain. Nilainilai ini bisa ditanamkan pada anak sejak dini,” sebut Vera.
Sejatinya, suatu hari akan ada fase yang mana anak harus menghadapi lingkungan baru yang membuat mereka harus beradaptasi. Belum lagi melihat tekanan atau intimidasi yang diberikan dari teman sebayanya. Jika anak tidak diarahkan bagaimana menyikapinya dengan baik, maka “perundungan” tidak dapat terelakkan.
“Mengajari anak untuk tersenyum membuat mereka lebih percaya diri terhadap pengembangan potensi yang ada,” papar Shahnaz Haque yang turut hadir berbagi pengalamannya menjadi ibu dari tiga orang anak. “Beri tahu anak bahwa jika mereka tersenyum, maka dunia akan tersenyum balik kepadanya,” sebut Shahnaz.
“Dengan adanya kampanye Berani Senyum diharapkan dapat menjadi inisiasi agar orang tua tahu cara menghadapi anak yang berada pada masa praremaja dalam menghadapi masalah dengan lebih bijaksana. Senyum itu indikasi mereka lebih percaya diri menghadapi hidup,” sebut Varina Merdekawaty, Senior Brand Manager Pepsodent.
Larissa huda
(bbg)