Branding Wisata Indonesia Lewat Kuliner

Senin, 16 November 2015 - 18:30 WIB
Branding Wisata Indonesia Lewat Kuliner
Branding Wisata Indonesia Lewat Kuliner
A A A
JAKARTA - Thailand adalah salah satu negara di kawasan ASEAN yang paling sukses menarik banyak wisatawan. Rahasianya? Sederhana. Negara ini tidak hanya menawarkan banyak pemandangan atau lokasi yang menarik untuk dikunjungi, tapi juga makanan.

Ya, siapa yang tak kenal sup pedas asam Tom Yam Kung? Mi goreng Pat Thai dengan taburan kacang gepuk, dan tumbukan cabe kering? Steam ikan kerapu dengan kuah pedas bening yang disajikan panas-panas? Ayam goreng dibungkus daun pandan? Ubi kayu rebus manis?

Bahkan, Menteri Pariwisata RI Arief Yahya menilai, di situlah salah satu kunci sukses Thailand mempromosikan tourism-nya. Mereka berhasil mengembangkan kulinernya ke seluruh penjuru dunia. Selera rasa Thailand makin mendunia, dan itu menjadi daya pikat orang untuk berkunjung ke negeri yang dulu bernama Muang Thai itu.

“Kuliner, makanan, tata boga, gastronomi itu induknya ada di Kemenpar. Kuliner adalah karya budaya, atau cultural. Dan budaya adalah alasan nomor wahid 65% orang berkunjung dan berlaama-lama ke Indonesia. Baru 30% nature, dan 5% man made, seperti MICE. Karena itu, sudah betul Thailand melakukan penetrasi kebudayaan besar-besaran melalui makanan. Lebih ampuh menyihir turis untuk datang,” papar Arief.

Diam-diam, Arief memang mengintai poin-poin penting yang menjadi pendorong sukses Thailand itu. Saat kunjungan kerja di Melbourne Australia, Menpar bersama tim KJRI Melbourne berkeliling kota mencari ide dan lokasi untuk memperkuat branding Wonderful Indonesia. “Kami ingin promosi three in one, beli satu dapat tiga. Kami ingin mencari mitra pengusaha restoran, yang menjual masakan Indonesia, lokasinya strategis, di pusat kota, akses mudah, banyak orang lihat, di situ kami mau branding,” kata Arief.

Pertama, branding Wonderful Indonesia berada di pusat kota dan menonjol. Kedua, masakan atau kuliner Indonesia semakin popular, ter-display menarik, dan berkembang di luar negeri. Ketiga, restoran atau kafe itu bisa menjadi tempat nongkrong dan pusat informasi apa saja tentang Indonesia di Australia. “Syaratnya, yang dijual adalah masalah khas Indonesia. Bisa sate, nasi goreng, mi, rendang, yang saat Wonderful Indonesia Festival 2015 kemarin ramai diserbu orang,” ujar mantan Dirut PT Telkom ini.

Di Melbourne, kata Arief, jumlah restoran Thailand lebih dari 600 gerai, peringkat kedua ditempati restoran Vietnam, lebih dari 200-an lokasi. Dan, ketiga Malaysia dengan masakan Melayu, yang sudah lebih dari 100 titik.

Bagaimana dengan restoran masakan Indonesia? Berapa jumlahnya? Seberapa eksis mereka? Hanya ada 30—50 restoran di tengah hampir 5 juta jiwa penduduk bekas ibu kota Australia itu.

“Dari data jumlah restoran itu saja, kita sudah bisa membaca, mereka sangat serius, agresif mengembangkan budaya kulinernya ke pasar Australia. Karena itu kami akan coba di 2016 branding bersama restoran,” kata Yahya. Thailand dan Malaysia juga disupport oleh pemerintahnya, untuk menjadikan rasa masakannya naik kelas, menjadi berselera global.

Mengapa masakan Thailand lebih cepat booming di Aussie, dibandingkan Jepang, Korea dan China? “Semua materi makanannya dibuat di Thailand, dibekukan, berbentuk frozen, lalu dikirim ke Melbourne, kecuali yang ada unsur dagingnya. Karena tidak boleh memasukkan daging ke Australia, semua harus daging local. Nah, saat hendak dihidangkan tinggal dipanaskan dengan mesin, cepat, standar rasanya sama, controlling mudah,” urai Arief.

Pola itu sangat memungkinkan pada makanan-makanan Indonesia. Kecuali yang ada dagingnya, itu yang harus dimasak sendiri di Australia. Toh, daging Australia lebih empuk, lebih enak, dan lebih terjamin bebas dari berbagai penyakit. “Kalau problem-nya di ketenagakerjaan, kami punya STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) dan Akademi Pariwisata di Bandung, Bali, Medan, Makasar, dan sebentar lagi akan dibuat di Palembang. Kami bisa setting anak-anak itu untuk magang di restoran-restoran Indonesia,” kata Arief.

Menurut Arief, kolaborasi dengan kuliner sudah saatnya diseriusi. Benchmark-nya sudah jelas. Kunci sukses Amazing Thailand mendunia adalah kuliner. Urusan ujung dan pangkal lidah. Pedas asam-nya Thailand harus diakui sudah menerobos cepat dalam peta “rasa” dunia, dan mensejajarkan diri dengan rasa Oriental Cuisine, Japanesse Food, maupun Korean Food. Jika di Asia Timur selama ini peta karakter makanan hanya tiga, China, Jepang dan Korea, kini nambah satu chapter lagi, Thai Food.

Mendeskripsikan Chinesse Food itu adalah gurih, pedas, asin. Japanesse Food lebih soft, detail, setengah matang atau bahkan tidak dimasak dan wasabi. Sedang Korean Style itu kimchi dan ginseng. Orang awam pun bisa tutup mata, kalau disuruh mencicipi tiga model masakan itu. Cukup dari ujung lidah saja, sudah pasti bisa menebak tepat darimana asal usul makanannya. Thai Food sudah masuk dalam peta besar, makanan popular Asia itu. “Harus diakui, mereka sudah memulai sejak lama, didukung pemerintah, konsisten dan sukses,” kata Arief.

Malaysia kini juga mulai gencar. Di mana ada restoran Malaysia, pasti di situ ada dukungan negara, untuk mempromosikan kuliner dan turismenya dalam satu paket. Andalan Malaysia adalah Nasi Lemak, rendang dan berbagai menu yang “mirip” dengan Indonesia. Lalu apakah Indonesia hanya diam saja? Tidak bisa menyalip lawan di tikungan? “Kalau Korea mengglobal dengan budaya K-Pop-nya, Thailand dengan kuliner asam pedasnya, kita bisa bersaing dengan sate, nasi goreng, rendang, mi goreng, dan aneka snack gorengan,” ujar Arief.

Sate dan nasi goreng Indonesia sebenarnya sudah dikenal. Apalagi, makanan ini pernah “dipromosikan” Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat berkunjung ke Indonesia? “Sate, nasi goreng, enak,” kata Obama kala itu.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3741 seconds (0.1#10.140)