Padukan Seni Pahat dengan Nasi Bakar
A
A
A
TANGERANG - Bagi yang ingin mencari tempat nongkrong asyik di malam hari, di kawasan Pinang, Kota Tangerang, sebaiknya Anda datang ke angkringan Marga Rimba. Tempat itu tepatnya berada di sisi Jalan Rasuna Said arah Ciledug, Pinang, Kota Tangerang, depan Gang Katuk, Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang.
Di tempat ini, pengunjung bukan hanya disajikan suguhan menu angkringan seperti wedang jahe, susu jahe, wedang sereh, teh teler, dan nasi bakar lengkap dengan sate kikilnya. Tetapi juga nuansa nyaman, tenang, dan nyeni.
Dari depan, angkringan yang dikelola Suyoko, pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur, ini tampak sangat sederhana. Namun, saat masuk ke dalamnya, pengunjung akan dibuat terkesima dengan meja-meja besar dan bangku panjang yang terbuat dari kayu jati asli yang telah berusia ratusan tahun.
Begitu pun dengan ukiran-ukiran kayunya, mulai dari topeng ondel-ondel sebesar tampah, berwarna putih dan merah, kendi, serta berbagai ukiran dari kayu lainnya. Dijamin itu akan membuat Anda semakin betah berlama-lama.
”Saya memulai bisnis ini sejak beberapa bulan lalu. Saat itu, saya sudah tidak bekerja sebagai wartawan di Jakarta. Setiap liputan ke rumah-rumah pejabat, saya banyak melihat ukiran antik dari kayu. Ini sangat menarik minat saya, karena saya juga suka dengan seni kerajinan ini," kata Yoko, kepada KORAN SINDO.
Dijelaskan Yoko, keahliannya memahat kayu telah dilakoninya sejak SMP. Kayu-kayu yang dipahat biasanya berasal dari limbah yang sengaja dibuang di sungai. Tetapi, kayu-kayu tersebut sebenarnya telah berusia sangat tua, dan jika dijadikan bahan kerajinan akan memiliki serat sangat bagus dan menawan.
"Sejak masih SMP saya suka memahat. Ngambil kayu-kayu limbah di hutan untuk dibuat menjadi kerajinan tangan dan barang-barang di angkringan. Ini hasil kerajinan tangan saya sendiri. Di angkringan ini, saya ingin sembari menyalurkan hobi saya memahat kayu," katanya sembari menunjukkan topeng.
Sembari melayani tamu yang datang silih berganti, Yoko dengan terampil menghidangkan nasi bakar. Aroma daun pisang yang terbakar dan nasi yang mulai masak dengan isi ikan langsung menusuk hidung dan membuat selera makan bertambah.
Di angkringan ini, Yoko memang tidak mematok harga tinggi. Kisaran Rp5.000 sampai Rp10.000. Dengan uang Rp20 ribu, para pengunjung juga sudah bisa makan nasi bakar dengan sate kikil, dan minum wedang jahe. Jika sedang panen melon, pengunjung akan mendapat menu cuci mulut ini secara cuma-cuma.
"Menu nasi bakarnya beragam. Mulai dari nasi bakar jamur, ayam pedas, tuna lada hitam, dan ikan teri pilihan. Kalau di kafe-kafe lain bawa uang Rp100.000 saja mungkin kurang. Tapi, kalau ke sini bawa Rp10.000 saja sudah kenyang. Saya biasa buka mulai habis Magrib sampai pukul 24.00 WIB," jelasnya.
Namun, tidak jarang Yoko buka hingga pagi buta. Jika ada pelanggan yang minta ditemani untuk mengobrol, apalagi soal bisnis, proyek, dan ide-ide kreatif, dirinya akan menimpali hingga dini hari, sampai mata terasa mengantuk. Yoko memang tidak pernah menganggap pembelinya sebagai konsumen biasa.
"Setiap pembeli saya anggap sebagai teman saya sendiri. Mereka akan saya sambut seperti kawan lama yang tidak pernah ketemu. Ini untuk menciptakan rasa nyaman para pembeli agar betah berlama-lama di angkringan," ungkapnya.
Fiesta, salah seorang pengunjung angkringan Marga Rimba mengatakan, dari seluruh tempat makan dan nongkrong pernah dikunjunginya tidak pernah ada yang memiliki konsep seperti angkringan Marga Rimba ini.
"Ini paduan yang sangat unik. Tempat makan, dan nongkrong, sekaligus rumah seni. Saya tidak pernah melihat yang seperti ini. Pedaganganya juga ramah dan mudah bergaul, bahkan dengan orang baru dikenalnya," katanya. (Hasan Kurniawan)
Di tempat ini, pengunjung bukan hanya disajikan suguhan menu angkringan seperti wedang jahe, susu jahe, wedang sereh, teh teler, dan nasi bakar lengkap dengan sate kikilnya. Tetapi juga nuansa nyaman, tenang, dan nyeni.
Dari depan, angkringan yang dikelola Suyoko, pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur, ini tampak sangat sederhana. Namun, saat masuk ke dalamnya, pengunjung akan dibuat terkesima dengan meja-meja besar dan bangku panjang yang terbuat dari kayu jati asli yang telah berusia ratusan tahun.
Begitu pun dengan ukiran-ukiran kayunya, mulai dari topeng ondel-ondel sebesar tampah, berwarna putih dan merah, kendi, serta berbagai ukiran dari kayu lainnya. Dijamin itu akan membuat Anda semakin betah berlama-lama.
”Saya memulai bisnis ini sejak beberapa bulan lalu. Saat itu, saya sudah tidak bekerja sebagai wartawan di Jakarta. Setiap liputan ke rumah-rumah pejabat, saya banyak melihat ukiran antik dari kayu. Ini sangat menarik minat saya, karena saya juga suka dengan seni kerajinan ini," kata Yoko, kepada KORAN SINDO.
Dijelaskan Yoko, keahliannya memahat kayu telah dilakoninya sejak SMP. Kayu-kayu yang dipahat biasanya berasal dari limbah yang sengaja dibuang di sungai. Tetapi, kayu-kayu tersebut sebenarnya telah berusia sangat tua, dan jika dijadikan bahan kerajinan akan memiliki serat sangat bagus dan menawan.
"Sejak masih SMP saya suka memahat. Ngambil kayu-kayu limbah di hutan untuk dibuat menjadi kerajinan tangan dan barang-barang di angkringan. Ini hasil kerajinan tangan saya sendiri. Di angkringan ini, saya ingin sembari menyalurkan hobi saya memahat kayu," katanya sembari menunjukkan topeng.
Sembari melayani tamu yang datang silih berganti, Yoko dengan terampil menghidangkan nasi bakar. Aroma daun pisang yang terbakar dan nasi yang mulai masak dengan isi ikan langsung menusuk hidung dan membuat selera makan bertambah.
Di angkringan ini, Yoko memang tidak mematok harga tinggi. Kisaran Rp5.000 sampai Rp10.000. Dengan uang Rp20 ribu, para pengunjung juga sudah bisa makan nasi bakar dengan sate kikil, dan minum wedang jahe. Jika sedang panen melon, pengunjung akan mendapat menu cuci mulut ini secara cuma-cuma.
"Menu nasi bakarnya beragam. Mulai dari nasi bakar jamur, ayam pedas, tuna lada hitam, dan ikan teri pilihan. Kalau di kafe-kafe lain bawa uang Rp100.000 saja mungkin kurang. Tapi, kalau ke sini bawa Rp10.000 saja sudah kenyang. Saya biasa buka mulai habis Magrib sampai pukul 24.00 WIB," jelasnya.
Namun, tidak jarang Yoko buka hingga pagi buta. Jika ada pelanggan yang minta ditemani untuk mengobrol, apalagi soal bisnis, proyek, dan ide-ide kreatif, dirinya akan menimpali hingga dini hari, sampai mata terasa mengantuk. Yoko memang tidak pernah menganggap pembelinya sebagai konsumen biasa.
"Setiap pembeli saya anggap sebagai teman saya sendiri. Mereka akan saya sambut seperti kawan lama yang tidak pernah ketemu. Ini untuk menciptakan rasa nyaman para pembeli agar betah berlama-lama di angkringan," ungkapnya.
Fiesta, salah seorang pengunjung angkringan Marga Rimba mengatakan, dari seluruh tempat makan dan nongkrong pernah dikunjunginya tidak pernah ada yang memiliki konsep seperti angkringan Marga Rimba ini.
"Ini paduan yang sangat unik. Tempat makan, dan nongkrong, sekaligus rumah seni. Saya tidak pernah melihat yang seperti ini. Pedaganganya juga ramah dan mudah bergaul, bahkan dengan orang baru dikenalnya," katanya. (Hasan Kurniawan)
(nfl)