Meet Me After Sunset Tetap Romantis Tanpa Kontak Fisik
A
A
A
JAKARTA - Setelah sekian lama menunggu, MNC Pictures akhirnya dengan bangga merilis film terbaru berjudul Meet Me After Sunset. Film arahan sutradara Danial Rifki ini bercerita tentang percintaan anak muda, yang dibalut dengan drama serta sedikit unsur komedi.
Berbeda dengan film remaja kebanyakan, Meet Me After Sunset justru menyajikan kisah asmara para remaja tanpa adanya kontak fisik seperti bergandengan tangan, berpelukan, apalagi berciuman.
Dalam film berdurasi kurang lebih 90 menit ini, sang sutradara beserta jajarannya nampak menunjukkan bahwa percintaan remaja tak seharusnya dibalut dengan kontak fisik, meskipun memiliki rasa sayang yang cukup dalam.
"Yang membedakan film ini adalah kita menghadirkan sebuah cerita cinta remaja, cintanya adalah enggak ada pegangan tangan, enggak ada ciuman, enggak ada cium kepala, enggak ada cium pipi, tapi dengan rasa yang sama. Itu yang kita hadirkan," ujar pencetus ide cerita film ini, Miftha Syafrian Yahya, yang ditemui di press screening kawasan Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).
"Jadi kita ingin mengedukasi juga sebuah cinta remaja harus yang seharfiah kalau kita sayang harus pelukan tapi rasanya tetep sama," sambungnya.
Sementara itu, Haqi Ahmad menyatakan bahwa dirinya baru pertama kali menulis sebuah skenario yang yak memiliki adegan berapi-api serta kontak fisik. Bahkan saat ikut menonton bersama.para pewarta, penulis beberapa film sukses di Indonesia ini menyatakan bahwa Meet Me After Sunset tidak hanya bisa ditonton oleh remaja, tetapi juga orangtua.
"Kalau dari saya ini cerita yang enggak teriak gitu, kalau yang lain biasanya ada kontak fisik, ada adegan yang berapi-api, sementara di film ini, mungkin pengaruh daerah juga di Ciwidey, dan tadi ikut nonton, saya berasa juga kalo film ini enggak mengejar pangsa pasar remaja tapi juga lebih luas," tutur Haqi.
Lebih lanjut Haqi menyatakan bahwa tantangan dalam menulis skenario bisa dikatakan cukup banyak, lantaran memiliki beberapa aspek penting dalam ceritanya.
Namun dia mengaku terbantu debgan pemilik ide cerita, yakni Miftha Syafrian Yahya, yang ikut membantu terciptanya film yang dibintangi oleh Maximme Bouttier, Agatha Chelsea, Billy Davidson, hingga Iszur Muchtar. "Film ini penuh tantangan nulisnya, karena banyak aspek, ada penyakit, ada filososfi. Ini film pertama yang kaya muatannya banyak banget, tapi untungnya dari ide awalnya mas Miftah koorperatif banget, jadi ini kaya tantangan yang berakhir manis gitu ya," kata dia.
Berbeda dengan film remaja kebanyakan, Meet Me After Sunset justru menyajikan kisah asmara para remaja tanpa adanya kontak fisik seperti bergandengan tangan, berpelukan, apalagi berciuman.
Dalam film berdurasi kurang lebih 90 menit ini, sang sutradara beserta jajarannya nampak menunjukkan bahwa percintaan remaja tak seharusnya dibalut dengan kontak fisik, meskipun memiliki rasa sayang yang cukup dalam.
"Yang membedakan film ini adalah kita menghadirkan sebuah cerita cinta remaja, cintanya adalah enggak ada pegangan tangan, enggak ada ciuman, enggak ada cium kepala, enggak ada cium pipi, tapi dengan rasa yang sama. Itu yang kita hadirkan," ujar pencetus ide cerita film ini, Miftha Syafrian Yahya, yang ditemui di press screening kawasan Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).
"Jadi kita ingin mengedukasi juga sebuah cinta remaja harus yang seharfiah kalau kita sayang harus pelukan tapi rasanya tetep sama," sambungnya.
Sementara itu, Haqi Ahmad menyatakan bahwa dirinya baru pertama kali menulis sebuah skenario yang yak memiliki adegan berapi-api serta kontak fisik. Bahkan saat ikut menonton bersama.para pewarta, penulis beberapa film sukses di Indonesia ini menyatakan bahwa Meet Me After Sunset tidak hanya bisa ditonton oleh remaja, tetapi juga orangtua.
"Kalau dari saya ini cerita yang enggak teriak gitu, kalau yang lain biasanya ada kontak fisik, ada adegan yang berapi-api, sementara di film ini, mungkin pengaruh daerah juga di Ciwidey, dan tadi ikut nonton, saya berasa juga kalo film ini enggak mengejar pangsa pasar remaja tapi juga lebih luas," tutur Haqi.
Lebih lanjut Haqi menyatakan bahwa tantangan dalam menulis skenario bisa dikatakan cukup banyak, lantaran memiliki beberapa aspek penting dalam ceritanya.
Namun dia mengaku terbantu debgan pemilik ide cerita, yakni Miftha Syafrian Yahya, yang ikut membantu terciptanya film yang dibintangi oleh Maximme Bouttier, Agatha Chelsea, Billy Davidson, hingga Iszur Muchtar. "Film ini penuh tantangan nulisnya, karena banyak aspek, ada penyakit, ada filososfi. Ini film pertama yang kaya muatannya banyak banget, tapi untungnya dari ide awalnya mas Miftah koorperatif banget, jadi ini kaya tantangan yang berakhir manis gitu ya," kata dia.
(alv)