Memaknai Tradisi Leluhur lewat Pasar Purnama
A
A
A
JAKARTA - Cerita dan gerak tari tersuguhkan dengan apik dalam pementasan bertajuk Pasar Purnama di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, sore kemarin. Ritual dan tari klasik ini dalam rangka interpretasi mengisahkan penghormatan masyarakat Sunda kepada Dewi Sri sebagai perlambang kesuburan.
Mereka percaya bahwa keseimbangan alam tak lepas dari peran ma nusia dan segala aktivitas yang dilakukan. Berbagai ritual dan tradisi leluhur yang ada ini diyakini saling berhubungan dan saling mendukung antara masyarakat dan alam. Dalam durasi 50 menit, pertunjukan yang dipentaskan komunitas seni Sasi kirana Dancelab itu mampu memukau penikmat seni yang hadir.
Dalam proses kreatifnya, Sasikirana Dancelab melakukan riset tarian Sunda klasik berjudul Dewi dari sang maestro tari Sunda Irawati Durban. Hasil kerja sama empat koreografer menginterpretasikan kembali karya tersebut menjadi sebuah pertunjukan yang menautkan hubungan antara ritual, tradisi, dan lingkungan.
“Bagi kami, mengembangkan seni pertunjukan kontemporer juga merupakan sebuah usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat kepada persoalan identitas dan jati diri bangsa. Semoga apa yang kami tampilkan dapat tersampaikan dan dipahami oleh para penonton yang hadir,” ujar Tyoba Armei, salah satu koreografer.
Sasikirana Dancelab merupakan komunitas yang memiliki inisiatif untuk membangun ekosistem seni tari kontemporer berkelanjutan di berbagai daerah di Indonesia. Meskipun fokus terhadap seni tari kontemporer, komunitas yang berasal dari Bandung ini tetap menyisipkan unsur-unsur tradisi budaya Indonesia dalam setiap karya seni pertunjukannya.
Sasikirana Dancelab juga sebuah platform terbuka untuk alumni @sasikirana.dc pascaworkshop intensif yang mereka jalani di @nuartpark. Platform ini membuka kesempatan bagi alumni untuk melakukan berbagai proses dan eksperimentasi dalam bentuk apa pun, yang dapat berkontribusi pada perkembangan infrastruktur seni pertunjukan di Indonesia.
“Kami harap, semakin banyak seniman muda Indonesia yang terinspirasi dengan ke unikan dan keragaman budaya Indonesia, yang kemudian diangkat dalam sebuah pementasan, membuat warisan budaya kita akan tetap lestari,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Sasikirana Dancelab sendiri salah satu dari 10 kelompok seni dari berbagai daerah yang telah terpilih untuk menampilkan karya seninya di Galeri Indonesia Kaya sepanjang Maret ini.
Melalui program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia yang digagas Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Garin Workshop, penyelenggara berkeinginan menumbuhkan bakat-bakat baru kreator muda seni Indonesia yang mampu terus konsisten berkarya sekaligus membangun komunitas seni dilingkungannya.
Baromban dan Mitos Tambang
Pekan sebelumnya, komunitas seni lainnya yang terpilih melalui program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia dan berkesempatan tampil di Galeri Indonesia Kaya adalah Indonesia Performance Syndicate. Mengusung tajuk Baromban dan Mitos Tambang, kelompok seni asal Sumatera Barat ini bercerita tentang kehidupan masyarakat di sekitar tambang pasir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Padang Panjang.
Baromban dan Mitos Tambang yang terinspirasi dari buku puisi karya Iyut Fitra dan disutradarai Wendy HS ini sekaligus jawaban bahwa masyarakat sejahtera dengan adanya usaha tambang pasir, sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Ini juga sebagai refleksi keprihatinan atas dampak penggunaan lahan untuk pertambangan hingga membuat bumi tidak lestari.
Banyak bentang alam mengalami kerusakan, menimbulkan berbagai bencana, dan yang paling terdampak manusia yang hidup di wilayah itu. Yang menarik, pertunjukan yang dimainkan Wendy HS, Leva Khudri Balti, dan Emri ini hanya menggunakan masker, jubah plastik, pipa, dan paralon yang dijadikan properti multifungsi menjadi alat musik, rakit, dayung, dan sebagainya.
Praktis, pesan moral dan kritik sosial dalam pementasan ini hanya diungkap dengan bahasa tubuh, bunyi entakan kaki, dan suara-suara dari property-properti tadi yang dibunyikan serupa musik. Ya, paralon yang digunakan juga sebagai bagian internal performer membentuk kebaruan artistik yang ditawarkan. Bisa dikatakan, pementasan Baromban dan Mitos Tambang adalah teater tanpa percakapan.
Adapun pola gerak yang ditampilkan Indonesia Performance Syndicate dalam pertunjukan ini berdasarkan hasil pengembangan atas konsep salah satu produk budaya Minangkabau, yaitu randai.
“Pementasan ini menjadi pertunjukan perdana kami di 2018. Kami menyuarakan itu (suara para penambang) untuk memberi penyadaran bahwa masyarakat yang tinggal di daerah tambang hidup tidak sejahtera. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penonton yang telah meluangkan waktunya untuk menikmati pertunjukan ini dan tentu nya kepada Bakti Budaya Djarum Foundation dan Garin Workshop sehingga kami berkesempatan untuk tampil di Galeri Indonesia Kaya,” terang Wendy HS, sang sutradara. (Hendri Irawan)
Mereka percaya bahwa keseimbangan alam tak lepas dari peran ma nusia dan segala aktivitas yang dilakukan. Berbagai ritual dan tradisi leluhur yang ada ini diyakini saling berhubungan dan saling mendukung antara masyarakat dan alam. Dalam durasi 50 menit, pertunjukan yang dipentaskan komunitas seni Sasi kirana Dancelab itu mampu memukau penikmat seni yang hadir.
Dalam proses kreatifnya, Sasikirana Dancelab melakukan riset tarian Sunda klasik berjudul Dewi dari sang maestro tari Sunda Irawati Durban. Hasil kerja sama empat koreografer menginterpretasikan kembali karya tersebut menjadi sebuah pertunjukan yang menautkan hubungan antara ritual, tradisi, dan lingkungan.
“Bagi kami, mengembangkan seni pertunjukan kontemporer juga merupakan sebuah usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat kepada persoalan identitas dan jati diri bangsa. Semoga apa yang kami tampilkan dapat tersampaikan dan dipahami oleh para penonton yang hadir,” ujar Tyoba Armei, salah satu koreografer.
Sasikirana Dancelab merupakan komunitas yang memiliki inisiatif untuk membangun ekosistem seni tari kontemporer berkelanjutan di berbagai daerah di Indonesia. Meskipun fokus terhadap seni tari kontemporer, komunitas yang berasal dari Bandung ini tetap menyisipkan unsur-unsur tradisi budaya Indonesia dalam setiap karya seni pertunjukannya.
Sasikirana Dancelab juga sebuah platform terbuka untuk alumni @sasikirana.dc pascaworkshop intensif yang mereka jalani di @nuartpark. Platform ini membuka kesempatan bagi alumni untuk melakukan berbagai proses dan eksperimentasi dalam bentuk apa pun, yang dapat berkontribusi pada perkembangan infrastruktur seni pertunjukan di Indonesia.
“Kami harap, semakin banyak seniman muda Indonesia yang terinspirasi dengan ke unikan dan keragaman budaya Indonesia, yang kemudian diangkat dalam sebuah pementasan, membuat warisan budaya kita akan tetap lestari,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Sasikirana Dancelab sendiri salah satu dari 10 kelompok seni dari berbagai daerah yang telah terpilih untuk menampilkan karya seninya di Galeri Indonesia Kaya sepanjang Maret ini.
Melalui program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia yang digagas Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Garin Workshop, penyelenggara berkeinginan menumbuhkan bakat-bakat baru kreator muda seni Indonesia yang mampu terus konsisten berkarya sekaligus membangun komunitas seni dilingkungannya.
Baromban dan Mitos Tambang
Pekan sebelumnya, komunitas seni lainnya yang terpilih melalui program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia dan berkesempatan tampil di Galeri Indonesia Kaya adalah Indonesia Performance Syndicate. Mengusung tajuk Baromban dan Mitos Tambang, kelompok seni asal Sumatera Barat ini bercerita tentang kehidupan masyarakat di sekitar tambang pasir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Padang Panjang.
Baromban dan Mitos Tambang yang terinspirasi dari buku puisi karya Iyut Fitra dan disutradarai Wendy HS ini sekaligus jawaban bahwa masyarakat sejahtera dengan adanya usaha tambang pasir, sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Ini juga sebagai refleksi keprihatinan atas dampak penggunaan lahan untuk pertambangan hingga membuat bumi tidak lestari.
Banyak bentang alam mengalami kerusakan, menimbulkan berbagai bencana, dan yang paling terdampak manusia yang hidup di wilayah itu. Yang menarik, pertunjukan yang dimainkan Wendy HS, Leva Khudri Balti, dan Emri ini hanya menggunakan masker, jubah plastik, pipa, dan paralon yang dijadikan properti multifungsi menjadi alat musik, rakit, dayung, dan sebagainya.
Praktis, pesan moral dan kritik sosial dalam pementasan ini hanya diungkap dengan bahasa tubuh, bunyi entakan kaki, dan suara-suara dari property-properti tadi yang dibunyikan serupa musik. Ya, paralon yang digunakan juga sebagai bagian internal performer membentuk kebaruan artistik yang ditawarkan. Bisa dikatakan, pementasan Baromban dan Mitos Tambang adalah teater tanpa percakapan.
Adapun pola gerak yang ditampilkan Indonesia Performance Syndicate dalam pertunjukan ini berdasarkan hasil pengembangan atas konsep salah satu produk budaya Minangkabau, yaitu randai.
“Pementasan ini menjadi pertunjukan perdana kami di 2018. Kami menyuarakan itu (suara para penambang) untuk memberi penyadaran bahwa masyarakat yang tinggal di daerah tambang hidup tidak sejahtera. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penonton yang telah meluangkan waktunya untuk menikmati pertunjukan ini dan tentu nya kepada Bakti Budaya Djarum Foundation dan Garin Workshop sehingga kami berkesempatan untuk tampil di Galeri Indonesia Kaya,” terang Wendy HS, sang sutradara. (Hendri Irawan)
(nfl)