Berbagai Terapi Pengganti Ginjal
A
A
A
PASIEN yang sudah masuk stadium V penyakit gagal ginjal kronik memiliki tiga pilihan terapi, yaitu hemodialisis (HD), continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.
HD masih menempati porsi dialisis terbanyak 82,4%, CAPD 12,8%, dan transplantasi 2,6%. Sepanjang 2012-2015, ada peningkatan pasien yang menjalani CAPD, tetapi tidak signifikan. "CAPD masih dianaktirikan RS/klinik karena tidak memberi keuntungan, bahkan justru menimbulkan kerugian. Dokter dan perawat pun mungkin tidak mendapat bayaran dari pelayanan CAPD," ujar Dr dr Aida Lidya SpPD-KGEH, Ketua Pernefri.
Transplantasi ginjal sekarang sudah makin diminati dan dapat dilakukan di beberapa tempat di daerah, tidak hanya di Jakarta. Pada 2017, misalnya, lebih dari 1.000 pasien sudah menjalani transplantasi ginjal di Indonesia. Di RSCM dilakukan 10-11 transplantasi ginjal per bulan. Survival rate untuk pasien gagal ginjal yang sudah menjalani transplantasi adalah tiga tahun dengan hasil yang sangat baik.
Meski begitu, tidak dimungkiri, untuk transplantasi ginjal, regulasinya masih minim. Donor pun masih sangat terbatas dan masih belum ada kesepakatan mengenai kehalalan donor hidup, ditambah tingginya biaya operasi. Dr Aida menyarankan untuk meningkatkan cakupan pelayanan terapi pengganti ginjal, sehingga kualitas dan kuantitas unit renal perlu ditingkatkan. Distribusi konsultan gastro enterologi hepatologi (KGEH) dan perawat terlatih HD pun perlu didorong.
Rencana masa depan, cakupan CAPD yang masih sangat rendah di Indonesia bisa ditingkatkan sehingga menurunkan ketergantungan terhadap HD. Seperti di Kolombia, di mana cakupan HD dan CAPD hampir sama besarnya. "Di sana pelayanan pasien ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, dari yang paling murah hingga paling mahal, dan merangkul asuransi swasta untuk skema pembiayaan," beber dr Aida.
Targetnya di Indonesia yakni HD 50%, CAPD 30%, dan transplantasi 20%. Sebab, sesungguhnya biaya CAPD bisa lebih murah daripada HD. Maka itu, Kemenkes akan meningkatkan cakupan CAPD dengan pilot project di Jawa Barat. Adapun dr Tengku Djumala Sari, Kasubdit RS Pendidikan Kemenkes, menyebutkan, prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) di Indonesia terus meningkat seiring waktu.
"Terjadi peningkatan besar pada 2000 (735.000 kasus) dari 400.000 kasus pada 1990. Ini menuntut kebijakan baru Kementrian Kesehatan; tidak lagi kuratif dan rehabilitatif, tetapi promotif dan preventif," urai dr Tengku.
HD masih menempati porsi dialisis terbanyak 82,4%, CAPD 12,8%, dan transplantasi 2,6%. Sepanjang 2012-2015, ada peningkatan pasien yang menjalani CAPD, tetapi tidak signifikan. "CAPD masih dianaktirikan RS/klinik karena tidak memberi keuntungan, bahkan justru menimbulkan kerugian. Dokter dan perawat pun mungkin tidak mendapat bayaran dari pelayanan CAPD," ujar Dr dr Aida Lidya SpPD-KGEH, Ketua Pernefri.
Transplantasi ginjal sekarang sudah makin diminati dan dapat dilakukan di beberapa tempat di daerah, tidak hanya di Jakarta. Pada 2017, misalnya, lebih dari 1.000 pasien sudah menjalani transplantasi ginjal di Indonesia. Di RSCM dilakukan 10-11 transplantasi ginjal per bulan. Survival rate untuk pasien gagal ginjal yang sudah menjalani transplantasi adalah tiga tahun dengan hasil yang sangat baik.
Meski begitu, tidak dimungkiri, untuk transplantasi ginjal, regulasinya masih minim. Donor pun masih sangat terbatas dan masih belum ada kesepakatan mengenai kehalalan donor hidup, ditambah tingginya biaya operasi. Dr Aida menyarankan untuk meningkatkan cakupan pelayanan terapi pengganti ginjal, sehingga kualitas dan kuantitas unit renal perlu ditingkatkan. Distribusi konsultan gastro enterologi hepatologi (KGEH) dan perawat terlatih HD pun perlu didorong.
Rencana masa depan, cakupan CAPD yang masih sangat rendah di Indonesia bisa ditingkatkan sehingga menurunkan ketergantungan terhadap HD. Seperti di Kolombia, di mana cakupan HD dan CAPD hampir sama besarnya. "Di sana pelayanan pasien ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, dari yang paling murah hingga paling mahal, dan merangkul asuransi swasta untuk skema pembiayaan," beber dr Aida.
Targetnya di Indonesia yakni HD 50%, CAPD 30%, dan transplantasi 20%. Sebab, sesungguhnya biaya CAPD bisa lebih murah daripada HD. Maka itu, Kemenkes akan meningkatkan cakupan CAPD dengan pilot project di Jawa Barat. Adapun dr Tengku Djumala Sari, Kasubdit RS Pendidikan Kemenkes, menyebutkan, prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) di Indonesia terus meningkat seiring waktu.
"Terjadi peningkatan besar pada 2000 (735.000 kasus) dari 400.000 kasus pada 1990. Ini menuntut kebijakan baru Kementrian Kesehatan; tidak lagi kuratif dan rehabilitatif, tetapi promotif dan preventif," urai dr Tengku.
(amm)