Chef Ragil, Optimalkan Bahan Pangan Asli Indonesia

Minggu, 29 April 2018 - 17:30 WIB
Chef Ragil, Optimalkan Bahan Pangan Asli Indonesia
Chef Ragil, Optimalkan Bahan Pangan Asli Indonesia
A A A
WAJAH chef satu ini tidak asing lagi karena kerap muncul di layar kaca dalam program memasak. Dialah Ragil Imam Wibowo.

Ragil bukan sekadar celebrity chef, namun punya dedikasi tinggi terhadap eksistensi makanan Indonesia. Baru-baru ini dalam ajang World Gourmet Summit Awards of Excellence (AOE) 2018 yang berlangsung di Singapura. Ragil mendapat penghargaan sebagai Asian Cuisine Chef of the Year atau koki ahli masakan Asia terbaik.

Bagaimana chef berbadan subur ini bisa mendapatkan penghargaan tersebut? Sejauh mana pula dia bangga terhadap bahan masakan dari alam Indonesia dan punya optimisme untuk kemajuan kuliner Nusantara? Inilah cerita Chef Ragil kepada KORAN SINDO.

Selamat atas penghargaan koki ahli masakan Asia terbaik. Bisa diceritakan bagaimana proses penerimaan penghargaan ini?
Mereka merupakan organisasi Singapura yang bergerak di bidang food and beverage dan industri hospitality yang didukung oleh pemerintah Singapura, yakni Singapore Tourism Board. Penyelenggaraan ini sudah tahun ke-15. Mereka lebih mementingkan para chef mengeksplorasi bahan makanan dari negara masing-masing. Saya diberi tahu oleh panitia bahwa ada yang memasukkan saya dan restoran milik saya, Nusa Indonesian Gastronomy, ke dalam kompetisi ini. Mereka menilai kami, tapi tetap ada penjurian berdasarkan voting. Saya jadi harus launch lagi supaya ada yang vote. Kami sebar voting kepada pengunjung sampai masuk semifinal, lalu masuk putaran kedua, kemudian lolos untuk dinilai juri yang berarti masuk final. Pada putaran ketiga restorannya tidak masuk, tapi saya yang terus maju sampai menang.

Apa kesan dan arti penghargaan ini bagi karier Anda?
Terlepas dari siapa yang memasukkan saya dan restoran Nusa Indonesian Gastronomy, saya sangat bangga karena memang ini dinilai dari voting. Kita harus melihat ini sebagai penerimaan yang baik terhadap masakan Indonesia oleh orang di luar negeri. Paling tidak tamu di sini yang ikutan voting. Mereka sudah menerima konsep yang kami bawa dan terapkan di Nusa Gastronomy. Padahal votingnya lumayan ribet, jadi memang yang mau ambil suara pasti sangat berminat untuk memberi penilaian. Makanya, saya sangat berterima kasih. Tidak semua orang mau meluangkan waktu untuk memberi penilaian terhadap sebuah restoran, terlebih ini bukan voting yang terdiri atas jawaban "ya" atau "tidak". Melainkan bentuk pertanyaan terbuka atau esai yang jumlahnya sampai sepuluh.

Saya menjalani profesi sebagai koki memang dari hati. Ketika dapat penghargaan, ini pengakuan untuk tim yang ada di belakang saya. Apa pun yang kita kerjakan, harus tahu tujuan idealnya. Bisa bermanfaat sampai ke orang-orang yang mempersiapkan barang-barang yang mau kita pakai untuk masak. Seperti petani, nelayan, dan orang-orang yang membantu saya dari hutan ke hutan untuk mencari bahan masakan asli Indonesia. Mudah-mudahan ini akan membuka mata para chef muda, memberikan ide untuk mereka bahwa bahan-bahan Indonesia itu hebat. Jadi kalau dipakai di banyak restoran oleh banyak chef, pasti akan memberi manfaat untuk orang-orang di belakang itu.

Saya sangat sedih ketika petani kita tidak dianggap. Padahal kalau kita mau bersatu, tidak usah dulu memikirkan ekspor. Cukupi kebutuhan orang Indonesia saja, ditambah semua mau makan menggunakan pangan lokal, maka masyarakat akan merata ekonominya.

Bagaimana Anda melihat makanan Indonesia di kancah Asia dan dunia?
Masih belum seterkenal makanan dari negara lain. Di Asia saja masih kalah dari negara lain. Kalau saya boleh memberi peringkat, yang pertama China, kemudian Jepang, Thailand, Korea, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Indonesia sebagai negara besar, termasuk tiga besar di Asia, tapi kenapa untuk peringkat makanan saja masih jauh? Sebenarnya itu bagaimana kita melihatnya.

Saya mengibaratkan lagu Indonesia zaman dulu tidak banyak yang suka. Namun, setelah musisi muda saat ini menggubahnya dengan cara berbeda, akhirnya musik Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Film pun demikian. Memang masih jauh, tapi anak-anak zaman sekarang sudah mulai ke arah memilih menonton film Indonesia untuk lebih menghargai sineas kita. Begitu juga dengan makanan. Kita berharap chef muda mulai menyadari bahwa bahan-bahan Indonesia itu luar biasa. Ketika bisa mengeksplorasinya, akan luar biasa. Meskipun nanti dia memasak sesuai gayanya. Misalnya masakan Barat, Jepang, dan lain-lain, tapi menggunakan bahan asli Indonesia, itu akan jadi nilai lebih. Seperti di Jepang, tidak semua menjadi chef khusus sushi.

Banyak yang ahli masakan Prancis atau negara lain, tapi tiap kali memasak, mereka menggunakan bahan-bahan lokal Jepang. Itu yang harus dicontoh bila kita belum percaya diri dengan makanan Indonesia, walaupun sebenarnya makanan Indonesia banyak yang cari. Para bule suka sekali.

Apakah Anda optimistis suatu hari nanti makanan Indonesia akan berada di puncak dan menjadi favorit masyarakat Asia, bahkan dunia?
Kita akan jauh lebih besar dari mereka karena makanan mereka hanya dari satu atau dua bahan masakan. Sementara kita bisa bermacam-macam. Orang bule tahu makanan asli Bali. Namun, mereka belum tahu masakan dari Manado atau Padang. Sangat banyak makanan khas Indonesia yang bisa dieksplor. Menurut saya, cuma China yang bisa mengalahkan jumlah makanan Indonesia atau kita setara dengan mereka dalam hal keragaman makanan. Makanan dari China sama seperti Indonesia, tidak akan pernah habis. Alam berbeda, musim bermacam-macam, China susah untuk ditaklukkan.

Di Indonesia, walaupun cuma dua musim, tapi hasil alamnya beraneka jenis. Prancis yang bentuk alamnya hanya seperti itu dan luas negaranya tidak lebih besar daripada Sulawesi, punya standar makanan sendiri. Bisa seperti sekarang, butuh waktu hingga seratus tahun. Saya yakin Indonesia bisa. Keunggulan kita, semua makanan memiliki cerita di belakangnya. Istimewanya lagi, makanan Indonesia cenderung memiliki efek baik untuk kesehatan. Makanan luar belum tentu seperti kita. Mereka tidak punya jamu atau herbal drink lain. Tinggal tunggu waktu saja, menunggu para chef muda mewujudkannya, kita pasti bisa.

Apa yang harus diperbaiki dan pesan untuk chef muda?
Ketika kamu masak, harus selalu disadari bahwa darah kamu Indonesia. Paling tidak, kamu harus bisa masak makanan Indonesia 10 jenis saja, dari daerah sendiri dulu. Ketika mereka yang muda bisa berkreasi lalu berkolaborasi, pesannya jangan berhenti belajar, terus tambah wawasan. Kembangkan makanan Indonesia karena kamu orang Indonesia. Paling tidak, manfaatkan sebanyak apa pun bahan makanan dari Indonesia, walau keahlian kamu masakan luar negeri.

Apa kiat sukses Anda?
Saya melihat diri sendiri yang beda dari orang lain sampai saya bisa ada di titik sekarang. Saya orang yang tidak pernah puas, nggak bisa diam. Nggak terlalu punya tujuan atau impian, tapi saya bosanan. Mau bikin sesuatu yang baru terus. Hal itu tercermin dari salah satu restoran saya yang saya ganti menunya kalau saya sudah bosan. Sampai bagian operasional bilang, kenapa diganti, padahal tamu masih senang dengan menunya. Saya senang melihat hal yang sedang terjadi di dunia masak. Senang melihat perkembangan makanan di dunia, yang pada akhirnya saya berpikir bagaimana saya bisa membuat masakan Indonesia seperti ini.

Saya selalu berusaha untuk punya buku masak dari seluruh dunia. Koleksi buku saya sudah mencapai 500 lebih. Obsesi saya bisa membaca semua buku sampai selesai. Pokoknya bagaimana otak saya tidak berhenti untuk berpikir. Saya juga senang browsing mengenai tren makanan zaman sekarang. Jangan merasa sukses lalu puas sehingga menjadi tidak ingin berkembang. Moto saya cuma satu, jangan berhenti belajar. Belajar dari siapa saja, apa saja, dari yang lebih muda, dari yang tua. Belajar dari karyawan yang lebih muda karena buat saya di setiap tempat, kapan pun kita pasti bisa mengambil hal positif.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5585 seconds (0.1#10.140)