Sego Roomo, Makanan Khas Gresik yang Unik dan Langka
A
A
A
GRESIK - Gresik ternyata memiliki beragam kekhasan. Mulai diikenal sebagai kota seribu wali, kota industri hingga kota dengan sejuta makanan khas. Salah satu makanan khas yang rasanya tidak ada duanya, adalah Sego Roomo.
Makanan ini memang tidak setenar Nasi Krawu, Bandeng Kropok, sampai Otak-otak Bandeng. Bisa jadi pola penyajiannya dan penjualannya di emperan membuat Sego Roomo masih kalah kelas dengan makanan khas Gresik lainnya. Padahal, Sego Roomo juga menjadi makanan khas warga Gresik sejak dahulu kala.
Makanan ini pun punya cerita sejarah tersendiri. Konon, ceritanya, ada seorang perempuan warga Desa Roomo yang serba kekurangan. Dia kemudian berkeluh kesah kepada seorang dari Sembilan Wali. Sang Wali kemudian menyarankan agar si wanita menjual desanya. Si wanita itu kebingunan menerjemahkan petunjuk tersebut.
Akhirnya, si wanita menemukan jawaban teka-teki tersebut. Dia diminta untuk menjual Sego Roomo yang memang menjadi makanan khas desa setempat. Dan, jadilah kebiasaan warga Roomo berjualan Sego Roomo jika berada di luar desa tersebut.
Disebut Sego Roomo karena kuliner tersebut berasal dari Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sebagian orang Gresik menyebutnya Bubur Roomo. Disebut demikian karena memang bentuk atau teksturnya yang memang mirip dengan bubur.
Sego Roomo punya karakter yang berbeda dengan makanan khas lainnya. Makanan ini disajikan di atas wadah dari daun pisang yang disebut takir yang dituangi sayur dan krupuk dan diberi bubur berwarna kuning yang disebut dengan Roomo. Di bagian atas ditaburi koya yang terbuat dari parutan kelapa goreng yang juga dicampuri sambal. Rasanya ada gurih, ada pedasnya dan bercampur rasa bubur yang dominan rempahnya.
“Dulu makanan Sego Roomo hanya ada di Desa Roomo, Manyar, Gresik. Tetapi, karena rasanya dan bentuknya khas, akhirnya banyak orang yang suka,” tutur Mak Supiah, 61, penjual Sego Roomo di Jalan Sindojoyo, Kroman, Gresik.
Tidak seperti Nasi Krawu yang banyak dijual di Gresik, hanya beberapa orang yang berjualan Sego Roomo. Lokasi jualannya hanya di sekitaran Pasar Gresik. Itu pun dijual saat pagi hingga pukul 09.00 WIB. Selebihnya dijamin sulit mendapatkan Sego Roomo.
Selain Mak Supiah di Jalan Sindojoyo, ada juga Mbah Waroh, 75, yang berjualan di ujung kampung Kelurahan Karangpoh, Kecamatan/Kabupaten Gresik, Jawa Timur atau di Jalan Abdul Karim. Satu lagi Mak Ju, 62, jualan Sego Roomo di Kampung Langgar Karangpoh, Gresik. Ketiganya merupakan warga asli Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik.
Keterbatasan itu disebabkan karena untuk mengolah Sego Roomo tidak sembarang orang. Hanya keturunan Desa Roomo, Manyar, yang dapat membuat. Karena memang resep maupun menunya didapat secara turun-temurun. Sehingga, tidak semua orang dapat membuat Sego Roomo sedahsyat warga Roomo.
“Saya dulu diajari nenek saya,” aku Mbah Waroh.
Kendati begitu, setiap pagi, tempat-tempat Mak Supiah, Mbah Waroh maupun Mak Ju berjualan selalu dipadati pembeli. Apalagi, harga satu porsi Sego Roomo cukup terjangkau, hanya Rp7.000—8.000. Pembelinya tidak hanya orang Gresik, namun mereka yang bukan asli Gresik juga menggemari Sego Roomo,
“Awalnya saya gak suka saat melihat bentuknya. Tetapi, setelah saya mencoba, jadi ketagihan. Sebab, istri saya orang Karangpoh, Gresik,” ujar Adi Kurniawan, 42, warga Surabaya yang tinggal di Perumahan Gresik Kota Baru.
Sego Roomo juga kerap membuat rindu warga Gresik perantauan. Mereka yang keseharianya bekerja di luar kota, luar pulau, saat mudik ke Gresik, selalu menyempatkan beli Sego Roomo. Puncaknya, saat lebaran setiap tahunya, warga Gresik perantauan yang mudik, ternyata kuliner yang dicari pertama adalah Sego Roomo.
“Saya kalau mudik setiap tahunya, selalu minta dua. Satu Sego Roomo dan Nasi Bali ikan Bali Belut. Karena memang dari kecil saya setiap hari makan dua makanan khas Gresik itu,” kata Henny, 41, alumnus SMAM 1 Gresik yang saat ini tinggal di Depok.
Makanan ini memang tidak setenar Nasi Krawu, Bandeng Kropok, sampai Otak-otak Bandeng. Bisa jadi pola penyajiannya dan penjualannya di emperan membuat Sego Roomo masih kalah kelas dengan makanan khas Gresik lainnya. Padahal, Sego Roomo juga menjadi makanan khas warga Gresik sejak dahulu kala.
Makanan ini pun punya cerita sejarah tersendiri. Konon, ceritanya, ada seorang perempuan warga Desa Roomo yang serba kekurangan. Dia kemudian berkeluh kesah kepada seorang dari Sembilan Wali. Sang Wali kemudian menyarankan agar si wanita menjual desanya. Si wanita itu kebingunan menerjemahkan petunjuk tersebut.
Akhirnya, si wanita menemukan jawaban teka-teki tersebut. Dia diminta untuk menjual Sego Roomo yang memang menjadi makanan khas desa setempat. Dan, jadilah kebiasaan warga Roomo berjualan Sego Roomo jika berada di luar desa tersebut.
Disebut Sego Roomo karena kuliner tersebut berasal dari Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sebagian orang Gresik menyebutnya Bubur Roomo. Disebut demikian karena memang bentuk atau teksturnya yang memang mirip dengan bubur.
Sego Roomo punya karakter yang berbeda dengan makanan khas lainnya. Makanan ini disajikan di atas wadah dari daun pisang yang disebut takir yang dituangi sayur dan krupuk dan diberi bubur berwarna kuning yang disebut dengan Roomo. Di bagian atas ditaburi koya yang terbuat dari parutan kelapa goreng yang juga dicampuri sambal. Rasanya ada gurih, ada pedasnya dan bercampur rasa bubur yang dominan rempahnya.
“Dulu makanan Sego Roomo hanya ada di Desa Roomo, Manyar, Gresik. Tetapi, karena rasanya dan bentuknya khas, akhirnya banyak orang yang suka,” tutur Mak Supiah, 61, penjual Sego Roomo di Jalan Sindojoyo, Kroman, Gresik.
Tidak seperti Nasi Krawu yang banyak dijual di Gresik, hanya beberapa orang yang berjualan Sego Roomo. Lokasi jualannya hanya di sekitaran Pasar Gresik. Itu pun dijual saat pagi hingga pukul 09.00 WIB. Selebihnya dijamin sulit mendapatkan Sego Roomo.
Selain Mak Supiah di Jalan Sindojoyo, ada juga Mbah Waroh, 75, yang berjualan di ujung kampung Kelurahan Karangpoh, Kecamatan/Kabupaten Gresik, Jawa Timur atau di Jalan Abdul Karim. Satu lagi Mak Ju, 62, jualan Sego Roomo di Kampung Langgar Karangpoh, Gresik. Ketiganya merupakan warga asli Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Gresik.
Keterbatasan itu disebabkan karena untuk mengolah Sego Roomo tidak sembarang orang. Hanya keturunan Desa Roomo, Manyar, yang dapat membuat. Karena memang resep maupun menunya didapat secara turun-temurun. Sehingga, tidak semua orang dapat membuat Sego Roomo sedahsyat warga Roomo.
“Saya dulu diajari nenek saya,” aku Mbah Waroh.
Kendati begitu, setiap pagi, tempat-tempat Mak Supiah, Mbah Waroh maupun Mak Ju berjualan selalu dipadati pembeli. Apalagi, harga satu porsi Sego Roomo cukup terjangkau, hanya Rp7.000—8.000. Pembelinya tidak hanya orang Gresik, namun mereka yang bukan asli Gresik juga menggemari Sego Roomo,
“Awalnya saya gak suka saat melihat bentuknya. Tetapi, setelah saya mencoba, jadi ketagihan. Sebab, istri saya orang Karangpoh, Gresik,” ujar Adi Kurniawan, 42, warga Surabaya yang tinggal di Perumahan Gresik Kota Baru.
Sego Roomo juga kerap membuat rindu warga Gresik perantauan. Mereka yang keseharianya bekerja di luar kota, luar pulau, saat mudik ke Gresik, selalu menyempatkan beli Sego Roomo. Puncaknya, saat lebaran setiap tahunya, warga Gresik perantauan yang mudik, ternyata kuliner yang dicari pertama adalah Sego Roomo.
“Saya kalau mudik setiap tahunya, selalu minta dua. Satu Sego Roomo dan Nasi Bali ikan Bali Belut. Karena memang dari kecil saya setiap hari makan dua makanan khas Gresik itu,” kata Henny, 41, alumnus SMAM 1 Gresik yang saat ini tinggal di Depok.
(alv)