Fahmi Hendrawan Menggebrak Ranah Mode Muslim Pria

Minggu, 03 Juni 2018 - 09:57 WIB
Fahmi Hendrawan Menggebrak Ranah Mode Muslim Pria
Fahmi Hendrawan Menggebrak Ranah Mode Muslim Pria
A A A
JAKARTA - Di antara sederet desainer busana muslimah yang telah mengukir prestasi di kancah mode dunia, ada seorang lelaki berprofesi serupa yang sedang merintis kesuksesannya di mancanegara.

Dialah Fahmi Hendrawan. Bersama label baju kokonya, Fatih, Fahmi mulai merangkak ke posisi puncak di ranah fashion busana muslim.Baju koko Fatih yang dirilis sejak tiga tahun lalu, saat ini sudah semakin dikenal publik. Desainnya yang stylish dan kasual mampu menyedot perhatian pencinta mode.

Motif batik garutan unik yang diusungnya sukses memberikan alternatif baru di lini baju koko. Baju koko Fatih bahkan tak hanya cocok dipakai untuk beribadah, juga pantas dikenakan sebagai outfit dalam berbagai acara. Sang desainer, Fahmi, sejatinya bukan seorang perancang busana.

Lantas, dari mana dia bisa mendapatkan ide untuk mendesain Fatih? Apa pula kiat sukses, mimpi, serta cerita di balik berdirinya label milik Fahmi ini? Berikut wawancara KORAN SINDO dengan pria yang pernah sukses menggelar pameran di Jepang dan Rusia itu.

Jadi, Anda baru belajar mendesain saat membuat Fatih?
Iya. Saya mulai dari nol, menjadi desainer tanpa sekolah fashion . Semua bermula ketika saya memutuskan resign dari jabatan manajer bank. Saya belum tahu ingin menjadi apa, tapi memang sudah punya persiapan tabungan. Saya juga sempat menjadi musisi, tapi merasa itu bukan passion yang saya cari.

Saya pernah mencoba bisnis hingga merugi dan menghabiskan seluruh uang tabungan. Saya lalu mencari lagi bisnis yang ingin saya kerjakan. Akhirnya, karena sebuah keyakinan dan dengan modal Rp10 juta hasil meminjam teman, saya bertekad membuat Fatih. Inspirasi Fatih hadir saat saya sedang bingung dan ingin mengaji.

Saya membuka Alquran secara acak. Entah kenapa yang saya baca ialah Al A’raf ayat 31. Inti dari arti ayat ini, “Hai anak Adam, pakailah pakaian bagus saat memasuki masjid.” Dari situ saya merasakan perbedaan dari ayat tersebut. Ayat itu paling menyentuh. Ada perbedaan feeling daripada ayat yang lain.

Saya berpikir, di Alquran saja kita disuruh berpakaian bagus. Sementara orang-orang ke masjid untuk beribadah, mau bertemu Tuhan, kok pakai baju biasa saja. Sepertinya saya harus buat baju bagus untuk orang beribadah. Setelah mantap ingin berbisnis busana muslim, saya riset dan fokus melakukan persiapan dengan membuat business plan .

Saya survei, mencari bahan, penjahit, dan sebagainya. Saya belajar sendiri bagaimana sebuah baju dibuat. Saya magang menjadi penjahit di Mayestik. Benar-benar ikut ke mana perginya si bapak penjahit. Dia beli bahan, angkut-angkut bahan, membuat pola, saya terus perhatikan hingga proses jahit. Semua saya pelajari secara autodidak.

Kenapa Anda akhirnya memilih baju koko dan fokus pada busana muslim pria?
Indonesia akan menjadi pusat fashion muslim dunia pada 2020 dan 2018 untuk Asia. Perkembangan fashion di Indonesia sangat pesat, tapi bisa dilihat, fashion muslim di sini kebanyakan hanya untuk perempuan. Saya sebagai muslim pria berharap ada baju koko yang lebih stylish , beda dari yang selama ini ada.

Kebanyakan belum ada atau jumlahnya masih sedikit. Jadi, saya ingin mengangkat busana muslim pria. Belum lagi, banyak sekali jenis pakaian muslim pria yang berasal dari luar negeri. Seperti qurta dari Turki, baju koko tapi panjangnya sepertiga.

Ada juga gamis pria, panjangnya hingga mata kaki, dan sarung. Kita masih kurang mengeksplor. Saya ingin membawa nama Indonesia, maka saya gunakan batik, tapi tetap dirancang dengan gaya kasual sehingga nanti bisa dipakai bukan cuma untuk ke mesjid, juga ke berbagai acara.

Apa ciri khas rancangan Anda?
Batik Garut. Jadi, setiap baju menunjukkan batik Indonesia. Kenapa saya pilih Garut? Alasannya sederhana, karena itu tanah kelahiran saya. Setiap orang bangga dengan daerahnya. Begitu juga saya. Batik Garut ternyata bagus, sayang kurang dikenal. Garut tidak terkenal akan batiknya.

Mungkin kita tahu Garut karena dodol, domba, ataupun tukang cukurnya. Orang tidak banyak tahu bahwa ada beragam jenis batik dari Garut yang indah. Potensinya sebenarnya besar. Saya ambil peluang dari potensi tersebut dan ingin agar batik Garut semakin dikenal di seluruh dunia.

Saya belajar batik dari perajinnya langsung sampai menginap di rumahnya. Saya belajar mulai dari teknik hingga filosofi dari setiap jenis batik Garut. Cutting -nya lebih slim fit karena pria modern lebih suka baju yang pas di badan. Desain batik dibuat tidak monoton, ada yang ke samping, di tengah, di bawah, ya macam-macam.

Dibuat semenarik mungkin. Warna yang ditampilkan juga berani. Kalau baju koko biasanya putih atau warna netral. Nah, Fatih bermain di warna cerah seperti merah, ungu, hijau, dan biru dongker. Itu gebrakan yang saya keluarkan.

Apa tantangan yang Anda hadapi saat mendirikan Fatih sampai sekarang?
Pada awal mem-branding baju koko, itu memang sedikit susah. Karena niat saya ingin baju koko ini bukan cuma untuk beribadah, tapi juga dipakai sehari-hari. Banyak juga yang underestimate karena menurut mereka, bisnis ini dilihat sebagai usaha yang momentum saja. Hanya ada saat Ramadan. Jadi, saya harus terus mem-branding baju koko ini dengan baik.

Salah satu caranya dengan masuk bazar modern dan acara fashion . Iseng, saya daftar Indonesia Fashion Week (IFW). Awalnya ditolak, karena Fatih belum genap setahun. Akhirnya pada 2016, saat saya sedang dalam posisi down dan bingung bagaimana Fatih ini berkembang, saya dihubungi panitia IFW untuk masuk dan membuka booth pameran di sana.

Saya disuruh membawa business plan, company profile , dan sampel produk untuk wawancara. Dengan persiapan seadanya, namun optimistis yang tinggi, saya pun dinyatakan lolos, gratis pula. Hal tersebut bagi saya sebuah rezeki tiba-tiba. Secara mengejutkan lagi, panitia menghubungi saya bahwa ada satu brand mengundurkan diri untuk ikut fashion show .

Brand tersebut kebetulan fashion pria. Jadi, mereka meminta saya menggantikan. Ini tantangan sekaligus kesempatan yang harus saya ambil. Lagi-lagi saya menyanggupi dan memberikan yang terbaik. Itulah fashion show pertama saya di acara fashion teratas di Indonesia.

Saya tidak mengecewakan orang-orang yang sudah mempercayakan Fatih. Kalau sudah masuk IFW, berarti image brand sudah bagus. Dari situlah Fatih semakin dikenal. Booth pameran kami selalu ramai.

Pasar Tanah Air sudah Anda kuasai. Bagaimana cerita Anda mulai go international?
Setelah IFW 2016, orang mulai melihat Fatih. Kemudian saya diundang ke Malaysia, ikut pagelaran Asia Islamic Fashion Week. Perwakilan dari Indonesia Dian Pelangi. Ini juga menjadi sebuah kebanggaan. Siapa yang tidak kenal Dian Pelangi dengan rancangannya? Mau tidak mau, saya seperti sudah disejajarkan dengan Dian Pelangi.

Tanggapan dari pelanggan juga sangat bagus. Mereka senang, ternyata ada baju muslim untuk pria. Kalau di Malaysia baju muslim itu memang baju sehari-hari. Jadi, Fatih sangat cocok bagi orang-orang Malaysia. Di Malaysia, kalau kita ke mal atau di mana saja, pasti sering melihat laki-laki mengenakan gamis.

Waktu di Malaysia ada orang Jepang muslim, beliau baru masuk Islam dan ternyata dia punya event di Jepang. Kami banyak bercerita, kemudian dia mengajak saya untuk ikut pameran di sana. Antusias pengunjung pun tidak kalah ramai. Saya sempat bertemu seorang pembeli yang sering membuat acara di Rusia, lalu tidak lama dia mengajak saya untuk melakukan pameran di Moskow.

Waktu di Jepang saya juga bertemu pembeli dari Singapura dan Brunei. Mereka katakan, ingin juga jualan Fatih di negara mereka. Saya lantas meminta mereka untuk datang ke Indonesia jika serius. Ternyata memang serius.

Mereka datang ke Jakarta untuk berdiskusi dan menjalin kerja sama dengan Fatih. Memang seperti bola salju perjalanan Fatih dari awal hingga bisa seperti sekarang. Lumayan cepat sampai akhirnya juga dikenal di luar negeri. Saya hanya bisa berucap syukur.

Menurut Anda, apa yang membuat Fatih bisa cepat melesat?
Banyak yang bertanya seperti itu. Mungkin karena saya punya persiapan matang ketika memutuskan membuat brand Fatih, karena saya tahu apa yang ingin saya lakukan. Saya juga melakukan riset serta belajar sendiri sampai paham dan mengerti. Lalu bisa membuat sebuah produk yang memang saya kuasai.

Bagaimana Anda menghadapi persaingan?
Pada awal 2015 memang seperti gebrakan. Fatih ada di antara pasar fashion muslim di Indonesia. Pesaing cuma Shafira, tapi brand tersebut tidak sama dengan Fatih karena menjual busana muslim untuk perempuan juga. Pemiliknya pun mentor saya di kampus ITB.

Lalu saya melihat saingan saya Rabbani, tapi balik lagi, brand tersebut beda dengan kami, yaitu tidak punya ciri khas batik. Seiring berjalannya waktu, Fatih semakin besar. Pada tahun kedua, banyak sekali brand baru bermunculan, yang sama dengan Fatih. Bahkan sampai namanya mirip, dengan harga yang lebih murah.

Itu menjatuhkan pasar Fatih. Namun, saya tetap mem-branding Fatih dengan benar. Menurut saya, yang namanya ekor tidak akan bisa jadi kepala dan kepala akan terus menjadi kepala. Alhamdulillah, Fatih tetap menanjak sampai sekarang. Pada tahun ketiga ini, saya masih terus mengikuti bazar, tapi bazar kategori atas, juga ikut fashion show.

Banyak media yang sudah meliput. Stasiun TV banyak pula yang bekerja sama dengan saya sehingga baju saya sering tampil di televisi. Fatih semakin berkibar. Tantangan selanjutnya bagi saya beserta tim, yaitu bagaimana Fatih tetap eksis dan bikin sesuatu yang tidak bisa ditiru.

Hidup Lebih Bahagia
Fahmi merasa kini hidupnya jauh lebih bahagia karena sudah bekerja sesuai dengan yang dicarinya selama ini. Linked In, sebuah perusahaan jaringan profesional terbesar di dunia, ingin ikut membagikan kisah sukses Fahmi sekaligus membuktikan studi terbaru mereka bahwa 70% orang Indonesia percaya, sukses itu adalah bahagia. Diikuti yang memilih sehat sebanyak 60% serta 62% memilih menjaga keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi.

Data studi tersebut juga mengungkap, orang Indonesia paling optimistis dalam hal meraih sukses dilihat selama rentang waktu satu tahun dibandingkan orang di negara lain di Asia Pasifik. Fahmi telah membuktikan hal tersebut. “Dulu saya merasa hanya kerja untuk mendapat gaji.

Mengerjakan apa yang disuruh atasan. Memang secara materi tercukupi, tapi saya belum mengerjakan apa yang saya senangi,” ujar Fahmi. Lelaki 31 tahun ini terkadang berpikir, jika nanti meninggal dunia, apa yang bisa dia torehkan untuk orang lain. Apa pula kesan yang melekat pada dirinya.

Jawaban dari semua kegelisahan itu ialah, Fahmi ingin bermanfaat bagi orang lain. Fahmi teringat saat Fatih masih berusia kurang dari satu tahun, dia merasa tidak ada keuntungan yang didapat. Pengeluaran selalu berlebih untuk biaya jahit. Pada saat yang bersamaan, datang pula tawaran pekerjaan dengan penghasilan besar.

Ketika Fahmi ingin meninggalkan usaha yang dirintisnya itu, seorang penjahit malah menunjukkan sesuatu kepadanya. “Penjahit saya ini membawa saya ke sebuah rumah setengah jadi. Kata dia, setiap upah yang diterimanya dari menjahit baju koko Fatih dibelikan batu bata dan semen.

Di situlah saya sadar, ini yang saya cari. Meskipun yang saya dapatkan tidak terlalu besar, ada yang ikut terbantu,” cerita Fahmi, penuh haru. Dari situ tekad Fahmi semakin bulat untuk membangun Fatih agar dapat membantu orang lain. Sukses baginya adalah saat berani keluar dari zona nyaman demi mengikuti apa yang disenangi.

Kebahagiaan bagi Fahmi, yaitu kesenangannya yang dapat pula dirasakan oleh karyawan karena kehidupan mereka ikut terbantu. Pelanggan juga memberikan feedback yang positif terhadap apa yang ia buat. “Sukses itu ya bukan buat kita sendiri,” tegasnya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3528 seconds (0.1#10.140)