Sejak Berdiri, Eatwell Culinary Tetap Fokus Sajikan Makanan Asia
A
A
A
JAKARTA - Kebiasaan mengonsumsi masakan Jepang dan China selama menempuh pendidikan di Amerika Serikat, ternyata memberikan inspirasi buat Sumarno Ngadiman dan rekannya, Bernt Hanlee Ramli untuk membuka bisnis restoran setibanya di Tanah Air pada 1996.
Awalnya, Sumarno, yang merupakan CEO PT Eatwell Culinary Indonesia, dan Bernt (COO PT Eatwell Culinary Indonesia) begitu kecewa saat mencoba untuk membeli kuliner Jepang atau China di Jakarta.
"Ketika itu, kita harus membeli makanan dalam porsi yang besar, padahal kita cuma sendiri atau berdua saja," ucap Sumarno yang mencoba kembali mengingat di masa-masa awalnya kembali ke Tanah Air usai mengenyam pendidikan di Negeri Paman Sam.
Bersama Bernt, Sumarno pun akhirnya memutuskan untuk membuka bisnis restoran untuk memberikan akses kepada masyarakat Indonesia agar bisa mencoba makanan Jepang dan Chinese dengan harga yang terjangkau dan porsi yang pas.
Mereka pun mengawali bisnisnya dengan membuka gerai Ichiban Sushi pertama di Plaza Senayan, Jakarta dengan format food-court atau cepat saji pada 1995. Kini, Ichiban Sushi dikenal sebagai rumah makan masakan Jepang full-service dengan jumlah gerai terbanyak di Indonesia.
Menurut Sumarno, Ichiban Sushi menyajikan menu andalan sushi roll dan hidangan Jepang lainnya yang telah dimodifikasi sesuai dengan selera atau lidah masyarakat Indonesia.
Sukses dengan Ichiban Sushi, Sumarno dan Bernt mendirikan restoran masakan China, Ta Wan. Restoran ini berdiri hanya berselang satu tahun setelah dibukanya gerai pertama Ichiban Sushi.
Sebagaimana yang diungkapkan Sumarno sebelumnya, berdirinya restoran mereka ini, karena pelanggan yang datang dengan kelompok kecil tetap harus menerima sajian hidangan dalam porsi yang besar.
"Pada saat itu, mayoritas restoran makanan Chinese selalu menyajikan hidangan dalam porsi besar, sehingga jika pelanggan datang dalam kelompok kecil, akan ada makanan yang tersisa dan pengunjung tidak dapat menikmati menu makanan yang bervariasi," jelas Sumarno di Jakarta, baru-baru ini.
Seiring dengan pesatnya perkembangan Ichiban Sushi dan Ta Wan, Panca Culinary Group akhirnya didirikan. Akan tetapi, Panca Culinary Group per 2017 bertransformasi menjadi Eatwell Culinary Indonesia. Hal ini dilakukan agar posisinya di industri restoran semakin kuat.
Eatwell Culinary pun mengajak food court Eat & Eat untuk bergabung. Saat itu, Eat & Eat berhasil memimpin pasar food court di Tanah Air. Hal ini juga sebagai upaya Eatwell Culinary untuk mengembangkan bisnisnya.
"Dan yang terbaru, salah satu restoran legendaris Indonesia, Dapur Solo juga terintegrasi dengan Eatwell mulai tahun ini. Dapur Solo sendiri sudah hadir hampir tiga dekade," terang Bernt.
Bergabungnya Dapur Solo ini, menurut Sumarno, karena pihaknya ingin mengangkat makanan lokal, dan makanan Indonesia sudah menjadi fenomena baru.
Bernt menambahkan jika Indonesia ini sangat beragam, industri kuliner di Indonesia juga sangat besar. Oleh karena pemain bisnis kuliner dari luar dan dalam sudah terlalu belebih untuk menu-menu dari luar negeri, maka akhirnya masyarakat kembali lagi ke makanan tradisonal.
Sampai sejauh ini, Eatwell Culinary tetap fokus menyajikan tipe makanan Asia. "Yang penting sesuai dengan visi dan misi Eatwell. Sebagaimana konsep awal, memberdayakan UKM yang berkualitas dan mengangkat UKM," jelas Sumarno.
Dalam menjalankan bisnisnya, Eatwell juga sangat memperhatikan masyarakat sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan menggaet karyawan dari daerah setempat. Di samping itu, Eatwell juga menggunakan bahan-bahan makanan dari supplier lokal yang masih fresh, agar kualitas makanan tetap terjaga.
Sementara itu, hingga pertengahan tahun ini, Eatwell mengelola sebanyak 189 gerai, dan mempekerjakan sekitar 4.000 tenaga kerja di seluruh Indonesia. Sebagai upaya memperkuat tim manajemennya, Eatwell mengangkat Cuncun Wijaya sebagai Chief Financial Officer.
Awalnya, Sumarno, yang merupakan CEO PT Eatwell Culinary Indonesia, dan Bernt (COO PT Eatwell Culinary Indonesia) begitu kecewa saat mencoba untuk membeli kuliner Jepang atau China di Jakarta.
"Ketika itu, kita harus membeli makanan dalam porsi yang besar, padahal kita cuma sendiri atau berdua saja," ucap Sumarno yang mencoba kembali mengingat di masa-masa awalnya kembali ke Tanah Air usai mengenyam pendidikan di Negeri Paman Sam.
Bersama Bernt, Sumarno pun akhirnya memutuskan untuk membuka bisnis restoran untuk memberikan akses kepada masyarakat Indonesia agar bisa mencoba makanan Jepang dan Chinese dengan harga yang terjangkau dan porsi yang pas.
Mereka pun mengawali bisnisnya dengan membuka gerai Ichiban Sushi pertama di Plaza Senayan, Jakarta dengan format food-court atau cepat saji pada 1995. Kini, Ichiban Sushi dikenal sebagai rumah makan masakan Jepang full-service dengan jumlah gerai terbanyak di Indonesia.
Menurut Sumarno, Ichiban Sushi menyajikan menu andalan sushi roll dan hidangan Jepang lainnya yang telah dimodifikasi sesuai dengan selera atau lidah masyarakat Indonesia.
Sukses dengan Ichiban Sushi, Sumarno dan Bernt mendirikan restoran masakan China, Ta Wan. Restoran ini berdiri hanya berselang satu tahun setelah dibukanya gerai pertama Ichiban Sushi.
Sebagaimana yang diungkapkan Sumarno sebelumnya, berdirinya restoran mereka ini, karena pelanggan yang datang dengan kelompok kecil tetap harus menerima sajian hidangan dalam porsi yang besar.
"Pada saat itu, mayoritas restoran makanan Chinese selalu menyajikan hidangan dalam porsi besar, sehingga jika pelanggan datang dalam kelompok kecil, akan ada makanan yang tersisa dan pengunjung tidak dapat menikmati menu makanan yang bervariasi," jelas Sumarno di Jakarta, baru-baru ini.
Seiring dengan pesatnya perkembangan Ichiban Sushi dan Ta Wan, Panca Culinary Group akhirnya didirikan. Akan tetapi, Panca Culinary Group per 2017 bertransformasi menjadi Eatwell Culinary Indonesia. Hal ini dilakukan agar posisinya di industri restoran semakin kuat.
Eatwell Culinary pun mengajak food court Eat & Eat untuk bergabung. Saat itu, Eat & Eat berhasil memimpin pasar food court di Tanah Air. Hal ini juga sebagai upaya Eatwell Culinary untuk mengembangkan bisnisnya.
"Dan yang terbaru, salah satu restoran legendaris Indonesia, Dapur Solo juga terintegrasi dengan Eatwell mulai tahun ini. Dapur Solo sendiri sudah hadir hampir tiga dekade," terang Bernt.
Bergabungnya Dapur Solo ini, menurut Sumarno, karena pihaknya ingin mengangkat makanan lokal, dan makanan Indonesia sudah menjadi fenomena baru.
Bernt menambahkan jika Indonesia ini sangat beragam, industri kuliner di Indonesia juga sangat besar. Oleh karena pemain bisnis kuliner dari luar dan dalam sudah terlalu belebih untuk menu-menu dari luar negeri, maka akhirnya masyarakat kembali lagi ke makanan tradisonal.
Sampai sejauh ini, Eatwell Culinary tetap fokus menyajikan tipe makanan Asia. "Yang penting sesuai dengan visi dan misi Eatwell. Sebagaimana konsep awal, memberdayakan UKM yang berkualitas dan mengangkat UKM," jelas Sumarno.
Dalam menjalankan bisnisnya, Eatwell juga sangat memperhatikan masyarakat sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan menggaet karyawan dari daerah setempat. Di samping itu, Eatwell juga menggunakan bahan-bahan makanan dari supplier lokal yang masih fresh, agar kualitas makanan tetap terjaga.
Sementara itu, hingga pertengahan tahun ini, Eatwell mengelola sebanyak 189 gerai, dan mempekerjakan sekitar 4.000 tenaga kerja di seluruh Indonesia. Sebagai upaya memperkuat tim manajemennya, Eatwell mengangkat Cuncun Wijaya sebagai Chief Financial Officer.
(nug)