Tenun Ikat Kota Kediri Berpotensi Menjadi Industri Besar

Jum'at, 14 Desember 2018 - 07:41 WIB
Tenun Ikat Kota Kediri...
Tenun Ikat Kota Kediri Berpotensi Menjadi Industri Besar
A A A
KEDIRI - Produk kain tenun ikat Kota Kediri yang menjadi ikon tunggal acara Dhoho Fashion Street bertajuk "Warisan Agung Panji Sekartaji" mampu memukau desainer nasional yang hadir di Taman Sekartaji Kota Kediri.

Bukan hanya mencuri perhatian para sosialita dari luar Kediri, acara yang berlangsung meriah ini juga dihadiri dua orang desainer nasional Didiet Maulana dan Lenny Agustin. Bahkan Didiet Maulana cukup terkesima dengan kain tenun ikat Kota Kediri.

"Lebih berbeda dengan daerah lain (tenun ikat Kota Kediri). Di sini lebih memiliki kekhasan motif-motif yang berani dengan pola geometris yang kontras," puji Didit di hadapan wartawan pada Kamis (13/12).

Dhoho Fashion Street, yang tahun ini merupakan penyelenggaraan yang keempat, merupakan event tahunan yang diselenggarakan Pemkot Kediri. Acara ini menggelar fashion show dengan catwalk di jalanan.

Dalam perhelatan tersebut, Didiet dan Lenny memamerkan masing masing 24 karya. Semua desain yang dilenggak-lenggokkan model cowok dan cewek itu menggunakan bahan tenun ikat Kota Kediri. Begitu juga dengan sejumlah karya desainer lokal, seperti Desty Rachmaning, Ahmad Qosim, Numansa dan perwakilan SMKN 03 Kediri, semuanya juga berbahan tenun ikat Kota Kediri.

Menurut Didit, tenun ikat Kota Kediri berpotensi menjadi industri besar. Selain para penenun memiliki paradigma berfikir yang bersemangat, tenun ikat Kota Kediri bisa diproduksi dalam jumlah ratusan meter. Di sisi lain, pemerintah daerah setempat gencar melakukan promosi, membuka channel penjualan dan channel kreativitas.

Belum lagi, kata dia, ditambah adanya sekolah yang memiliki ekstra kurikuler khusus tenun di mana menyiapkan anak muda menjadi penenun sekaligus pengusaha tenun. "Mudah-mudahan bisa menjadi satu kekuatan di Kota Kediri," harapnya.

Dalam kesempatan ini, Didiet juga berpesan, kemampuan memperluas pasar tenun ikat hendaknya terus ditingkatkan. Sikronisasi antara laju permintaan pasar dengan pertumbuhan pengrajin harus dijaga stabilitasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Kerajian Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri, Ferry Silviana Abu Bakar mengatakan, kolaborasi dengan mengundang desainer berkelas nasional diharapkan bisa mengangkat kepercayaan diri desainer lokal. "Selain itu tenun ikat sangat diminati. Karena kualitasnya bagus dan harganya bersaing," ujarnya.

Tenun ikat khas Kediri sendiri sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Awalnya industri tenun ikat di Kota Kediri dipelopori para pendatang Tionghoa. Bersamaan dengan masuknya mesin tenun ke Indonesia pada 1985, kejayaan tenun ikat Kediri tenggelam.

Kain tenun ikat yang dikerjakan manual (tenaga manusia) atau alat tenun bukan mesin (ATBM) kalah bersaing dengan produksi tenun mesin yang lebih ekonomis. Namun, meskipun begitu tidak semua bisa dikerjakan tenaga mesin yang hanya mampu menghasilkan kain motif kotak.

Sementara motif yang dihasilkan ATBM lebih varian, yakni motif ceplok, kawung, tirto kirjo, kuncup, es lilin, bunga, gelombang air dan sejumlah motif abstrak lainnya. Hal itu yang membuat tenun ikat produksi ATBM bisa bertahan. Bahkan pada 1990 mulai bangkit hingga sekarang. Salah satu yang menjadi sentral kerajinan tenun ikat Kediri adalah Kelurahan Bandar Kidul Kota Kediri. Di sana terdapat 11 pengusaha tenun ikat ATBM yang setidaknya telah menyerap 500 orang tenaga kerja.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0817 seconds (0.1#10.140)