Mary Poppins Returns Bangkitkan Nostalgia Klasik Penuh Magis
A
A
A
Disney memang jagonya memanggil kembali memori masa lalu yang indah. Mary Poppins, film sekaligus karakter yang pernah sangat populer pada era 1960-an, sukses dimunculkan kembali tahun ini dengan visual yang sangat indah, lagu yang apik, tapi tetap dengan sentuhan klasik yang kental.
Mary Poppins Returns masih mengisahkan tentang keluarga Banks. Hanya saja, kali ini kakak beradik Michael (Ben Whishaw) dan Jane (Emily Mortimer) sudah besar.
Michael sudah menikah, tapi istrinya meninggal setelah mereka memiliki tiga anak yang masih kecil. Mereka yaitu Annabel (Pixie Davies), John (Nathanael Saleh), dan Georgie (Joel Dawson).
Michael dewasa harus mengubur mimpinya menjadi seniman dan beralih bekerja di bank. Sayangnya, bank tempatnya bekerja malah menjadi pihak yang akan mengambil alih rumah Michael satu-satunya.
Disebutkan, Michael berutang pada bank dan rumahnya harus disita untuk melunasinya. Saat itulah Mary Poppins (Emily Blunt) datang lagi ke rumah keluarga Banks. Sasaran pengasuh anak yang gesit dan penuh keajaiban ini tak lain adalah anak-anak Michael.
Sama seperti yang dilakukan Mary pada Michael kecil, ketiganya akan belajar tentang indahnya imajinasi, kekuatan perjuangan, keberanian, dan tentu saja sedikit keajaiban.
Menonton Mary Poppins Returns ibarat menonton pertunjukan teater musikal klasik. Sepanjang film, penonton disajikan sederet lagu-lagu bernada klasik yang dinyanyikan dengan penuh penghayatan.
Belum lagi visual yang terasa penuh keajaiban. Mengambil latar Kota London pada tahun 1930-an saat masa Depresi Besar terjadi, sinematografi film didominasi warna-warna kelam.
Meski begitu, kostum penuh warna ceria yang dipakai para pemainnya seolah ingin mengatakan bahwa di tengah kondisi tak menentu, selalu terselip harapan di sana untuk diwujudkan dan dirayakan.
Meski menempatkan karakter ajaib yang datang dari langit sebagai tokoh utamanya, sutradara Rob Marshall dan penulis skenario David Magee tak menempatkan Mary Poppins sebagai karakter yang selalu memberikan jalan keluar masalah secara instan.
Alih-alih menggunakan ‘sulap’nya, Mary Poppinshanya membantu menunjukkan jalan bagi keluarga Banks, membimbing mereka untuk berpikir sendiri atas masalah yang dihadapi.
Tak bisa dipungkiri, Emily Blunt adalah kekuatan utama film ini. Dia mampu bertransformasi menjadi karakter pengasuh yang enerjik, easy going dan ceria, penuh percaya diri, sekaligus bijak melihat masalah.
Tiap scene yang melibatkan Emily Blunt selalu menyenangkan untuk disimak. Bagi penggemar pertunjukan Broadway dan musikal, kehadiran komposer Lin-Manuel Miranda juga jadi hiburan tersendiri.
Miranda adalah otak di balik indahnya lagu-lagu dalam film Moana. Sepanjang kariernya, dia telah meraih tiga piala Grammy Awards, satu Emmy Award, dan Pulitzer Price.
Dalam film ini, Miranda berperan sebagai Jack, si penyala lampu yang bersahabat dengan Mary Poppins. Meski begitu, Miranda tak terlibat dalam membuat musik dalam film ini.
Musik, lagu, dan lirik dalam film ditangani oleh Marc Shaiman dan Scott Wittman. Bagi penggemar film musikal, Mary Poppins Returns adalah surga, sekaligus nostalgia masa lalu yang menyenangkan. herita endriana
Mary Poppins Returns masih mengisahkan tentang keluarga Banks. Hanya saja, kali ini kakak beradik Michael (Ben Whishaw) dan Jane (Emily Mortimer) sudah besar.
Michael sudah menikah, tapi istrinya meninggal setelah mereka memiliki tiga anak yang masih kecil. Mereka yaitu Annabel (Pixie Davies), John (Nathanael Saleh), dan Georgie (Joel Dawson).
Michael dewasa harus mengubur mimpinya menjadi seniman dan beralih bekerja di bank. Sayangnya, bank tempatnya bekerja malah menjadi pihak yang akan mengambil alih rumah Michael satu-satunya.
Disebutkan, Michael berutang pada bank dan rumahnya harus disita untuk melunasinya. Saat itulah Mary Poppins (Emily Blunt) datang lagi ke rumah keluarga Banks. Sasaran pengasuh anak yang gesit dan penuh keajaiban ini tak lain adalah anak-anak Michael.
Sama seperti yang dilakukan Mary pada Michael kecil, ketiganya akan belajar tentang indahnya imajinasi, kekuatan perjuangan, keberanian, dan tentu saja sedikit keajaiban.
Menonton Mary Poppins Returns ibarat menonton pertunjukan teater musikal klasik. Sepanjang film, penonton disajikan sederet lagu-lagu bernada klasik yang dinyanyikan dengan penuh penghayatan.
Belum lagi visual yang terasa penuh keajaiban. Mengambil latar Kota London pada tahun 1930-an saat masa Depresi Besar terjadi, sinematografi film didominasi warna-warna kelam.
Meski begitu, kostum penuh warna ceria yang dipakai para pemainnya seolah ingin mengatakan bahwa di tengah kondisi tak menentu, selalu terselip harapan di sana untuk diwujudkan dan dirayakan.
Meski menempatkan karakter ajaib yang datang dari langit sebagai tokoh utamanya, sutradara Rob Marshall dan penulis skenario David Magee tak menempatkan Mary Poppins sebagai karakter yang selalu memberikan jalan keluar masalah secara instan.
Alih-alih menggunakan ‘sulap’nya, Mary Poppinshanya membantu menunjukkan jalan bagi keluarga Banks, membimbing mereka untuk berpikir sendiri atas masalah yang dihadapi.
Tak bisa dipungkiri, Emily Blunt adalah kekuatan utama film ini. Dia mampu bertransformasi menjadi karakter pengasuh yang enerjik, easy going dan ceria, penuh percaya diri, sekaligus bijak melihat masalah.
Tiap scene yang melibatkan Emily Blunt selalu menyenangkan untuk disimak. Bagi penggemar pertunjukan Broadway dan musikal, kehadiran komposer Lin-Manuel Miranda juga jadi hiburan tersendiri.
Miranda adalah otak di balik indahnya lagu-lagu dalam film Moana. Sepanjang kariernya, dia telah meraih tiga piala Grammy Awards, satu Emmy Award, dan Pulitzer Price.
Dalam film ini, Miranda berperan sebagai Jack, si penyala lampu yang bersahabat dengan Mary Poppins. Meski begitu, Miranda tak terlibat dalam membuat musik dalam film ini.
Musik, lagu, dan lirik dalam film ditangani oleh Marc Shaiman dan Scott Wittman. Bagi penggemar film musikal, Mary Poppins Returns adalah surga, sekaligus nostalgia masa lalu yang menyenangkan. herita endriana
(don)