Festival Literasi Nagekeo Kenalkan Tenun Ikat NTT

Sabtu, 13 April 2019 - 13:06 WIB
Festival Literasi Nagekeo...
Festival Literasi Nagekeo Kenalkan Tenun Ikat NTT
A A A
JAKARTA - Tenun sudah menjadi budaya di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Kabupaten Nagekeo. Motif tenunnya menggambarkan berbagai kekayaan, mulai air terjun, pegunungan, dan kekayaan wisata alam.

Tenun ikat NTT juga berbeda dengan tenun ikat lainnya. Tiap kabupaten memiliki motif yang berbeda dan itu nilai jualnya. Tidak hanya ikat, ada juga motif sotis dan bunah. Sayang, pesonanya ini belum diketahui secara luas. Hadirnya Festival Literasi Nagekeo yang dihelat tahun ini bisa membuka mata masyarakat, khususnya pecinta fashion akan tenun NTT ini.

Sebetulnya, Ketua Dekranasda dan Istri Gubernur NTT, Julie Sutrisno Laiskodat kerap memperkenalkan tenun ikat daerahnya ini pada masyarakat Indonesia. Selama tujuh tahun, Julie berjuang untuk mengembangkan tenun NTT ini.

Bahkan, kegigihannya itu membuat Julie didaulat menerima piagam penghargaan sebagai “Pelopor Literasi Tenun Ikat Nagekeo NTT” yang diberikan Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do.

“Literasi bukan hanya sekedar buku. Lewat tenun, kami ajarkan agar jangan sampai motif terbalik di kainnya. Bagaimana makna dan filosofi motifnya. Dari satu tenun akan memperkenalkan semua kekayaan NTT,” kata Julie.

Apa yang dilakukan Julie ini bukan tanpa alasan. Dia juga melihat perjuangan para penenun yang sebagian besar ibu-ibu di desa masing-masing di kabupaten kota di NTT yang begitu giat menenun. Semangat itu yang membuatnya terus berjuang.

“Menenun bukan musiman. Menenun bukan pekerjaan melihat musim. Kami sedang kampanyekan bahwa menenun yang awalnya mungkin hanya sambilan, tapi nanti menjadi roda perekonomian,” harapnya.

Namun, harus diakui, banyak kendala yang dihadapi masyarakat untuk memperkenalkan tenun ikat NTT ini. Utamanya, mereka tidak punya modal. Misalnya untuk membeli benang dan alat-alat.

Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do berharap Festival Literasi Nagekeo tak hanya memperkenalkan tenun pada masyarakat Indonesiua, tetapi anak muda di Nagekeo semakin bergeliat menggerakkan ekonomi rakyat.

“Perpustakaan sebagai penyangga peradaban melalui literasi. Mengajak kita, terutama masyarakat Nagekeo untuk mempercepat generasi muda menghadapi tantangan di era digital, salah satunya lewat budaya,” tuturnya.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0958 seconds (0.1#10.140)