Tiga PLBN Dibangun Megah, Imigran Nyaman dan Warga NTT Bangga
A
A
A
TIMOR TENGAH UTARA - Satu tahun pascadiresmikannya tiga Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan. Baik dari para imigran negara tetangga maupun warga setempat yang bermukim tak di sekitar PLBN khususnya dan umumnya warga NTT.
Beragam respons itu diketahui saat tim MNC Media bersama MNC Travel sebagai partner Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengunjungi tiga PLBN di Provinsi NTT yakni Mota'ain, Motamasin dan Wini.
"Jelas sangat berbeda dengan pos lintas batas sebelumnya. Sekarang sangat baik dan nyaman, baik gedungnya maupun pelayananya. Toh kita juga tak pernah ada masalah dengan dokumen keimigrasian (izin kerja, visa dan paspor) jadi melintas dari Timor Leste ke Indonesia melalui PLBN Wini, semuanya mudah lancer-lancar saja," ungkap Fathoni, 39, pekerja swasta asal Indonesia yang sudah lima tahun bekerja di Timor Leste saat ditemui di PLBN Wini, Senin (20/05).
Selain itu, dia juga mengaku bangga dengan perubahan kondisi bangunan PLBN Indonesia yang dulu dengan sekarang. "Jelas saya bangga, dulu sejak awal saya datang (lima tahun lalu) di pos lintas batas milik Timor Leste lebih baik daripada Indonesia, tapi sekarang malah sebaliknya PLBN milik Indonesia yang megah," ujar dia.
Hal senada diungkapkan Napoleon Laranzina, 27, Warga Negara Asing (WNA) atau imigran asal Timor Leste. Dia mengapresiasi upaya BNPP selaku pemerintah Indonesia yang membangun PLBN di Wini, Mota'ain maupun Motamasin lebih megah dibanding dinegaranya.
"Saya kadang bisa seminggu hingga sebulan sekali melintas kesini (Wini, Indonesia) dari Oekusi, Timor Leste hanya untuk keperluan membeli barang. Saya kira PLBN Indonesia saat ini sudah enak, lebih bagus dan banyak kemajuan. Tak hanya gedungnya, tapi pelayanan dan kordinasi antar kedua negara cukup bagus," kata dia.
Sementara itu, Kepala PLBN Wini, Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Don Gasper Ukat mengatakan konsep kemegahan bangunan di PLBN yang dikelolanya ini mengambil tema adat istiadat warga setempat.
"Contoh yang bisa kita lihat bersama disini di setiap tempat pelayanan ada kain tenun bermotif khas daerah lokal sini yaitu Kecamatan Insana Utara. Begitu pula dengan ornamen di dinding terdapat ukiran kerajinan khas daerah setempat," katanya.
Dia menambahkan, terkait dengan dinding bangunan PLBN ini terbuat dari batu alam berwarna merah yang ada diproduksi di daerah sekitar Insana Utara. "Jadi semua bahan baku diberdayakan dari asli lokal sini untuk pembangunan PLBN Wini. Bahkan guna menarik minat bukan hanya pelintas tapi warga setempat di sekeliling PLBN ini ada spot spot untuk berfoto selfie, bahkan jika dari arah Indonesia ke sebelum kesini ada spot pantai Wini," katanya.
Pihaknya berharap dengan megahnya bangunan PLBN ini dapat meningkatkan jumlah pelintas dari negara tetangga. Sebab, ada rencana pemerintah Timor Leste menjadikan Oekusi sebagai kota transit.
"Sehingga ke depan wilayah enclave negara tetangga tersebut makin ramai yang juga diperkirakan berdampak pada meningkatnya jumlah pelintas batas," ucap dia.
Dia menjelaskan saat ini, rata-rata perhari, jumlah pelintas batas di PLBN ini, hanya berkisar 200—300 orang. Jauh lebih ramai PLBN Mota'ain yang jumlahnya bisa mencapai 300—600 orang. Meski demikian, PLBN Terpadu Wini tidak kalah megah dibandingkan sejumlah PLBN lain yang juga telah direnovasi pemerintah.
PLBN Wini memiliki total luas bangunan mencapai 5.025,7 meter persegi. Bangunan utama berdampingan jembatan timbang, pemindai kendaraan, pemeriksaan kendaraan kargo, dan pemeriksaan terpadu mobil. Pos dilengkapi dengan gudang sita berat dan ringan, lapangan penimbunan, utilitas, kennel, check point, monumen garuda, gerbang lintas batas negara, parkir tamu negara, hingga helipad.
"Saya bertugas untuk mengkoordinasikan pelayanan dari sejumlah instansi terkait. Antara lain, petugas bea cukai, imigrasi, karantina, dan aparat keamanan," katanya.
Sementara itu, Primusmana, 54, warga Motamasin, Kobalima Timur, Kabupaten Malaka, mengatakan jelas perbedaan kondisi infrastruktur dan megahnya bangunan PLBN Motamasin menjadi kebanggaan tersendiri.
"Selain patut dibanggakan bagi masyarakat setempat asal Indonesia juga, masyarakat perbatasan merasa diperhatikan dan ini saya kira sebagai bentuk pemerataan pembangunan. Ini baru kami rasakan merdekanya Indonesia saat ini," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek di dekat PLBN Motamasin.
Dia berharap pembangunan di daerah perbatasan ini bisa menjadi lebih baik lagi, bukan hanya infrastruktur tapi segala hal. "Agar semua pembangunan di daerah perbatasan seperti Motamasin ini menjadi lebih maju. Supaya masyarakat sekitar sini bisa tahu. Bisa merasakan kemakmuran Indonesia seperti ini," ujar dia.
Sementara itu, Kepala PLBN Motamasin Andreas Hanaka menyatakan di PLBN yang dikelolanya ini tak terlalu banyak dengan dua PLBN lainnya yakni Mota'ain dan Motamasin. Namun demikian pihaknya optimis dari tahun ke tahun para pelintas batas di PLBN Motamasin bisa terus meningkat.
"Di Motamasin, ini para pelintas batas hanya 30—70 orang saja tak seramai di Mota'ain dan Wini. Tapi pada hari hari tertentu, contoh pada hari pasar Selasa dan Jumat kemudian hari Natal dan Tahun baru bisa mencapai 100 orang," katanya.
Dia menambahkan, sebagian besar jika akhir tahun atau pada saat ramai itu kebanyakan warga Timor Leste yang melintas ke Indonesia dengan berbagai macam keperluan atau urusan.
"Mulai dari mengunjungi keluarga saat natal bersama hingga urusan keluarga lainnya di akhir tahun. Kemudian jika warga Indonesia yang ke Timor Leste itu biasanya saat acara adat, seperti kematian atau rumah adat, begitupun sebaliknya," kata dia.
Sementara terkait dengan tingginya minat masyarakat setempat atau warga NTT pada umumnya yang hendak berkunjung namun hanya sebatas berwisata foto selfie, pihaknya memberi keleluasaan.
"Dengan catatan kunjungan wisata foto di sekeliling PLBN ini saat bukan jam kerja atau hari libur. Mereka dipersilahkan untuk berfoto karena kemegahan PLBN disini menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan berdasarkan data di buku tamu, wisatawan yang berkunjung kesini bisa mencapai 100 orang lebih," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, Kabupaten Malaka ini hanya gedung PLBN Motamasin saja yang paling bagus. Pihaknya bangga karena meski sepi pelintas, tapi luas areanya masih lebih besar PLBN Motamasin dibandingkan Mota'ain dan Motamasin.
"Sebab akses pintu masuk ke Dili, ibukota Timor Leste bukan disini, tapi di Mota'ain. Kalau Motamasin hanya ke Kota Suai untuk ke Dili jalannya lebih parah, makanya banyak pelintas dari Tumor Leste maupun sebaliknya lebih memilih PLBN Mota'ain," ujar dia.
Dia mengaku hingga saat ini nyaris tak ada kendala dalam melakukan pelayanan, hanya dibutuhkan tambahan Sumber Daya Manusia (SDM) saja.
"Keterbatasan teknis operasional karena jumlah SDM kurang, terutama unsur pelayan, karantina, bea cukai dan imigrasi. Jadi aksesnya yang kita pakai baru gedung utama saja, padahal sudah banyak gedung sekitar sini dibangun," paparnya.
Beragam respons itu diketahui saat tim MNC Media bersama MNC Travel sebagai partner Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengunjungi tiga PLBN di Provinsi NTT yakni Mota'ain, Motamasin dan Wini.
"Jelas sangat berbeda dengan pos lintas batas sebelumnya. Sekarang sangat baik dan nyaman, baik gedungnya maupun pelayananya. Toh kita juga tak pernah ada masalah dengan dokumen keimigrasian (izin kerja, visa dan paspor) jadi melintas dari Timor Leste ke Indonesia melalui PLBN Wini, semuanya mudah lancer-lancar saja," ungkap Fathoni, 39, pekerja swasta asal Indonesia yang sudah lima tahun bekerja di Timor Leste saat ditemui di PLBN Wini, Senin (20/05).
Selain itu, dia juga mengaku bangga dengan perubahan kondisi bangunan PLBN Indonesia yang dulu dengan sekarang. "Jelas saya bangga, dulu sejak awal saya datang (lima tahun lalu) di pos lintas batas milik Timor Leste lebih baik daripada Indonesia, tapi sekarang malah sebaliknya PLBN milik Indonesia yang megah," ujar dia.
Hal senada diungkapkan Napoleon Laranzina, 27, Warga Negara Asing (WNA) atau imigran asal Timor Leste. Dia mengapresiasi upaya BNPP selaku pemerintah Indonesia yang membangun PLBN di Wini, Mota'ain maupun Motamasin lebih megah dibanding dinegaranya.
"Saya kadang bisa seminggu hingga sebulan sekali melintas kesini (Wini, Indonesia) dari Oekusi, Timor Leste hanya untuk keperluan membeli barang. Saya kira PLBN Indonesia saat ini sudah enak, lebih bagus dan banyak kemajuan. Tak hanya gedungnya, tapi pelayanan dan kordinasi antar kedua negara cukup bagus," kata dia.
Sementara itu, Kepala PLBN Wini, Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Don Gasper Ukat mengatakan konsep kemegahan bangunan di PLBN yang dikelolanya ini mengambil tema adat istiadat warga setempat.
"Contoh yang bisa kita lihat bersama disini di setiap tempat pelayanan ada kain tenun bermotif khas daerah lokal sini yaitu Kecamatan Insana Utara. Begitu pula dengan ornamen di dinding terdapat ukiran kerajinan khas daerah setempat," katanya.
Dia menambahkan, terkait dengan dinding bangunan PLBN ini terbuat dari batu alam berwarna merah yang ada diproduksi di daerah sekitar Insana Utara. "Jadi semua bahan baku diberdayakan dari asli lokal sini untuk pembangunan PLBN Wini. Bahkan guna menarik minat bukan hanya pelintas tapi warga setempat di sekeliling PLBN ini ada spot spot untuk berfoto selfie, bahkan jika dari arah Indonesia ke sebelum kesini ada spot pantai Wini," katanya.
Pihaknya berharap dengan megahnya bangunan PLBN ini dapat meningkatkan jumlah pelintas dari negara tetangga. Sebab, ada rencana pemerintah Timor Leste menjadikan Oekusi sebagai kota transit.
"Sehingga ke depan wilayah enclave negara tetangga tersebut makin ramai yang juga diperkirakan berdampak pada meningkatnya jumlah pelintas batas," ucap dia.
Dia menjelaskan saat ini, rata-rata perhari, jumlah pelintas batas di PLBN ini, hanya berkisar 200—300 orang. Jauh lebih ramai PLBN Mota'ain yang jumlahnya bisa mencapai 300—600 orang. Meski demikian, PLBN Terpadu Wini tidak kalah megah dibandingkan sejumlah PLBN lain yang juga telah direnovasi pemerintah.
PLBN Wini memiliki total luas bangunan mencapai 5.025,7 meter persegi. Bangunan utama berdampingan jembatan timbang, pemindai kendaraan, pemeriksaan kendaraan kargo, dan pemeriksaan terpadu mobil. Pos dilengkapi dengan gudang sita berat dan ringan, lapangan penimbunan, utilitas, kennel, check point, monumen garuda, gerbang lintas batas negara, parkir tamu negara, hingga helipad.
"Saya bertugas untuk mengkoordinasikan pelayanan dari sejumlah instansi terkait. Antara lain, petugas bea cukai, imigrasi, karantina, dan aparat keamanan," katanya.
Sementara itu, Primusmana, 54, warga Motamasin, Kobalima Timur, Kabupaten Malaka, mengatakan jelas perbedaan kondisi infrastruktur dan megahnya bangunan PLBN Motamasin menjadi kebanggaan tersendiri.
"Selain patut dibanggakan bagi masyarakat setempat asal Indonesia juga, masyarakat perbatasan merasa diperhatikan dan ini saya kira sebagai bentuk pemerataan pembangunan. Ini baru kami rasakan merdekanya Indonesia saat ini," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek di dekat PLBN Motamasin.
Dia berharap pembangunan di daerah perbatasan ini bisa menjadi lebih baik lagi, bukan hanya infrastruktur tapi segala hal. "Agar semua pembangunan di daerah perbatasan seperti Motamasin ini menjadi lebih maju. Supaya masyarakat sekitar sini bisa tahu. Bisa merasakan kemakmuran Indonesia seperti ini," ujar dia.
Sementara itu, Kepala PLBN Motamasin Andreas Hanaka menyatakan di PLBN yang dikelolanya ini tak terlalu banyak dengan dua PLBN lainnya yakni Mota'ain dan Motamasin. Namun demikian pihaknya optimis dari tahun ke tahun para pelintas batas di PLBN Motamasin bisa terus meningkat.
"Di Motamasin, ini para pelintas batas hanya 30—70 orang saja tak seramai di Mota'ain dan Wini. Tapi pada hari hari tertentu, contoh pada hari pasar Selasa dan Jumat kemudian hari Natal dan Tahun baru bisa mencapai 100 orang," katanya.
Dia menambahkan, sebagian besar jika akhir tahun atau pada saat ramai itu kebanyakan warga Timor Leste yang melintas ke Indonesia dengan berbagai macam keperluan atau urusan.
"Mulai dari mengunjungi keluarga saat natal bersama hingga urusan keluarga lainnya di akhir tahun. Kemudian jika warga Indonesia yang ke Timor Leste itu biasanya saat acara adat, seperti kematian atau rumah adat, begitupun sebaliknya," kata dia.
Sementara terkait dengan tingginya minat masyarakat setempat atau warga NTT pada umumnya yang hendak berkunjung namun hanya sebatas berwisata foto selfie, pihaknya memberi keleluasaan.
"Dengan catatan kunjungan wisata foto di sekeliling PLBN ini saat bukan jam kerja atau hari libur. Mereka dipersilahkan untuk berfoto karena kemegahan PLBN disini menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan berdasarkan data di buku tamu, wisatawan yang berkunjung kesini bisa mencapai 100 orang lebih," ujarnya.
Sebab, lanjut dia, Kabupaten Malaka ini hanya gedung PLBN Motamasin saja yang paling bagus. Pihaknya bangga karena meski sepi pelintas, tapi luas areanya masih lebih besar PLBN Motamasin dibandingkan Mota'ain dan Motamasin.
"Sebab akses pintu masuk ke Dili, ibukota Timor Leste bukan disini, tapi di Mota'ain. Kalau Motamasin hanya ke Kota Suai untuk ke Dili jalannya lebih parah, makanya banyak pelintas dari Tumor Leste maupun sebaliknya lebih memilih PLBN Mota'ain," ujar dia.
Dia mengaku hingga saat ini nyaris tak ada kendala dalam melakukan pelayanan, hanya dibutuhkan tambahan Sumber Daya Manusia (SDM) saja.
"Keterbatasan teknis operasional karena jumlah SDM kurang, terutama unsur pelayan, karantina, bea cukai dan imigrasi. Jadi aksesnya yang kita pakai baru gedung utama saja, padahal sudah banyak gedung sekitar sini dibangun," paparnya.
(alv)