Samin Nosrat, Koki yang Membumi
A
A
A
DIKUTIP situs Bon Appetit, Samin menjadi orang pertama yang menunjukkan adanya koki yang jauh lebih terampil secara teknis. Kebanyakan koki tidak nyaman di depan kamera.
Mereka juga tidak pandai mengajari bagaimana melakukan apa yang mereka lakukan. Samin pun bisa berteman dengan banyak orang. Pada usia 39 tahun, dia sempat mengatakan tidak ingin keberhasilannya datang lebih awal.
“Saya sangat senang bahwa saya memiliki banyak kekecewaan dan bisa melihat dengan jelas. Sekitar 20 lalu, saya akan tersapu,” ucapnya.
Keberhasilannya menandakan era baru selebritas makanan karena program makanan di televisi terbagi di begitu banyak platform. Hanya dua kesamaan, yakni mereka magnetis tanpa terlihat ahli media dan mereka sering memasak di rumah, bukan koki restoran. Dia berbeda. Dia adalah koki rumahan yang memasak seperti selera aslinya.
Dia pun tetap membumi seolah ingin menunjukkan bahwa memasak bukanlah dunia yang gemerlap dan mewah. Memasak bisa dilakukan siapa saja, lintas gender dan SARA. Saking membuminya, keluarganya tidak tahu jika dia sudah menjadi koki terkenal.
Dikutip BBC, dia mengatakan bahwa keluarganya tidak menyadari betapa terkenalnya dia. Sang ibunda baru terperangah ketika melihat iklannya di seri Netflix.Selain itu, dia cukup vokal di bidang politik. Dia menjadi aktivis dan berhasil mengumpulkan lebih dari USD150.000 (Rp2 miliar) melalui penjualan kue untuk berbagai upaya bantuan bencana di Bay Area. Dia menghubungkan karyawan restoran yang dile ceh kan dengan awak media, menolak undangan ke acara yang tidak menyertakan koki dengan warna kulit beragam.
“Saya benar-benar satu-satunya orang (berkulit) cokelat yang diberi hak istimewa untuk berbicara tentang memasak umum,” katanya. Dia mengaku kerap diminta menulis tentang masakan tertentu, misalnya India. Semua ini karena warna kulitnya yang tidak putih. (Susi Susanti)
Mereka juga tidak pandai mengajari bagaimana melakukan apa yang mereka lakukan. Samin pun bisa berteman dengan banyak orang. Pada usia 39 tahun, dia sempat mengatakan tidak ingin keberhasilannya datang lebih awal.
“Saya sangat senang bahwa saya memiliki banyak kekecewaan dan bisa melihat dengan jelas. Sekitar 20 lalu, saya akan tersapu,” ucapnya.
Keberhasilannya menandakan era baru selebritas makanan karena program makanan di televisi terbagi di begitu banyak platform. Hanya dua kesamaan, yakni mereka magnetis tanpa terlihat ahli media dan mereka sering memasak di rumah, bukan koki restoran. Dia berbeda. Dia adalah koki rumahan yang memasak seperti selera aslinya.
Dia pun tetap membumi seolah ingin menunjukkan bahwa memasak bukanlah dunia yang gemerlap dan mewah. Memasak bisa dilakukan siapa saja, lintas gender dan SARA. Saking membuminya, keluarganya tidak tahu jika dia sudah menjadi koki terkenal.
Dikutip BBC, dia mengatakan bahwa keluarganya tidak menyadari betapa terkenalnya dia. Sang ibunda baru terperangah ketika melihat iklannya di seri Netflix.Selain itu, dia cukup vokal di bidang politik. Dia menjadi aktivis dan berhasil mengumpulkan lebih dari USD150.000 (Rp2 miliar) melalui penjualan kue untuk berbagai upaya bantuan bencana di Bay Area. Dia menghubungkan karyawan restoran yang dile ceh kan dengan awak media, menolak undangan ke acara yang tidak menyertakan koki dengan warna kulit beragam.
“Saya benar-benar satu-satunya orang (berkulit) cokelat yang diberi hak istimewa untuk berbicara tentang memasak umum,” katanya. Dia mengaku kerap diminta menulis tentang masakan tertentu, misalnya India. Semua ini karena warna kulitnya yang tidak putih. (Susi Susanti)
(nfl)