Jejak Kerabat Sunan Ampel di Masjid Wadi Al Hussein, Thailand
A
A
A
NARATHIWAT - Thailand merupakan negara dengan beragam destinasi wisata religi yang sangat menarik untuk dikunjungi, tidak hanya untuk masyarakat nonmuslim tapi juga masyarakat muslim.
Ya, selain memiliki ribuan candi seperti Wat Arun, Wat Pho, atau Wat Phra Kaew. Negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha ini juga memiliki ribuan masjid bernilai sejarah. Salah satunya adalah Masjid Wadi Al Hussein yang berada di Lubuk Sawo, Bachok, Narathiwat, Thailand Selatan.
Berbatasan langsung dengan Malaysia, provinsi yang dihuni 800.000 jiwa ini, lebih dari 80 persen penduduknya beragama Islam. Tak heran jika budaya Melayu dan nilai-nilai Islam banyak mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Tidak sulit untuk bisa menikmati wisata sejarah Masjid Wadi Al Hussein dari Indonesia. SINDOnews yang mendapat kesempatan untuk mengunjungi masjid bersejarah tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Setelah terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Svarnabhumi, Bangkok untuk transit. Penerbangan dilanjutkan ke Bandara Internasional Hat Yai. Dari bandara tersebut, perjalanan diteruskan dengan menggunakan transportasi darat.
Tiba di lokasi, tampak bangunan berusia 300 tahun tersebut masih berdiri kukuh. Dibangun pada 1014 Hijriah atau 1605 Masehi keaslian bangunan masih sangat terawat. Masjid berbentuk panggung dengan tinggi dari permukaan tanah 1,5 meter ini memiliki ukuran 20 x 9 meter persegi.
Terbuat dari kayu dengan arsitektur perpaduan China dengan Melayu. Masjid ini dibangun seorang alim ulama bernama Wadi Al Hussein. Ada kedekatan emosional antara Wadi Al Hussein dengan salah satu wali dari Indonesia yakni Sunan Ampel.
"Jadi Wadi Al Hussein adalah sepupu dengan Sunan Ampel dari Demak," ucap Khatib Masjid Wadi Al Hussein, Yusuf, 54.
Pria kelahiran Pattani, Thailand yang sudah 25 tahun mengurus masjid ini menjelaskan, saat dibangun, nama daerah ini masih bernama Teluk Manok. "Masjid ini pernah didatangi Sultan Demak, Sultan Palembang. Dari Malaysia macam datuk-datuk datang untuk melihat," sambung Yusuf.
Seiring waktu, terjadi dua kali pemugaran besar pada pondasi masjid. Pertama, kaki-kaki masjid yang dari kayu diperbaiki, namun karena termakan usia dan lapuk, pondasi kaki masjid ditambahi semen pada 1357 Hijriah. Saat ini, Imam masjid adalah Ramli Talokding, 63, yang merupakan generasi ketujuh Wadi Al Hussein.
"Bangunan masjid menggunakan kayu yang orang Melayu sebut kayu cengah. Ada kolaborasi budaya Melayu dan China (di segi arsitektur masjid). Budaya Melayu tampak pada ukiran bunga yang ada di ujung-ujung atap. Budaya China nampak pada atap masjid," ujar Yusuf.
Dia menjelaskan, banyak falsafah yang terkandung dalam arsitektur masjid. "Dibangun rendah karena apabila kita berdiri, salat, pandangan tidak ke luar, sehingga kita khusuk salat. Kemudian saat kita duduk, terasa angin terus masuk," ucapnya.
Bagian dalam masjid berlantai kayu ini terdiri dari tiga ruangan, yaitu depan, tengah dan belakang. Bagian depan masjid, lanjut Yusuf, telah tersentuh pemugaran. Namun bagian tengah dan dalam masih asli.
"Bagian depan sudah desain baru, bagian belakang asli yaitu konstruksinya tidak menggunakan paku," kata Yusuf.
Bagian ruang depan dengan tengah bangunan masjid disekat dinding kayu dengan dua pintu berukuran besar dan kecil yang menghubungkan kedua ruangan.
"Pintu besar dan kecil falsafahnya kita masuk dengan sombong dengan pintu besar. Kita masuk dengan pintu kecil, maka harus hati-hati dan tunduk, rendah. Ukiran di pintu adalah bunga awan-awan yang memiliki falsafah tidak berkesudahan, bersatu padu," terang dia.
Pada hari-hari tertentu seperti Jumat, Sabtu, Minggu dan hari libur sekitar 400 hingga 500 umat muslim berkumpul di Masjid Wadi Al Husein.
"Biasanya banyak wisatawan luar negeri yang berkunjung ke sini Kapasitas masjid 400 sampai 500 jamaah, dari dalam sampai di halaman masjid. Yang berkunjung paling banyak orang sini jamaah. Tapi banyak orang dari Malaysia juga," katanya.
Untuk biaya perawatan masjid, kata dia, anggaran berasal dari jamaah dan Pemerintah Thailand. "Biaya perawatan masjid banyak berasal dari amal jariyah dan rutin dari Pemerintah setiap tahun juga ikut membantu," ucapnya.
Ya, selain memiliki ribuan candi seperti Wat Arun, Wat Pho, atau Wat Phra Kaew. Negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha ini juga memiliki ribuan masjid bernilai sejarah. Salah satunya adalah Masjid Wadi Al Hussein yang berada di Lubuk Sawo, Bachok, Narathiwat, Thailand Selatan.
Berbatasan langsung dengan Malaysia, provinsi yang dihuni 800.000 jiwa ini, lebih dari 80 persen penduduknya beragama Islam. Tak heran jika budaya Melayu dan nilai-nilai Islam banyak mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Tidak sulit untuk bisa menikmati wisata sejarah Masjid Wadi Al Hussein dari Indonesia. SINDOnews yang mendapat kesempatan untuk mengunjungi masjid bersejarah tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Setelah terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Svarnabhumi, Bangkok untuk transit. Penerbangan dilanjutkan ke Bandara Internasional Hat Yai. Dari bandara tersebut, perjalanan diteruskan dengan menggunakan transportasi darat.
Tiba di lokasi, tampak bangunan berusia 300 tahun tersebut masih berdiri kukuh. Dibangun pada 1014 Hijriah atau 1605 Masehi keaslian bangunan masih sangat terawat. Masjid berbentuk panggung dengan tinggi dari permukaan tanah 1,5 meter ini memiliki ukuran 20 x 9 meter persegi.
Terbuat dari kayu dengan arsitektur perpaduan China dengan Melayu. Masjid ini dibangun seorang alim ulama bernama Wadi Al Hussein. Ada kedekatan emosional antara Wadi Al Hussein dengan salah satu wali dari Indonesia yakni Sunan Ampel.
"Jadi Wadi Al Hussein adalah sepupu dengan Sunan Ampel dari Demak," ucap Khatib Masjid Wadi Al Hussein, Yusuf, 54.
Pria kelahiran Pattani, Thailand yang sudah 25 tahun mengurus masjid ini menjelaskan, saat dibangun, nama daerah ini masih bernama Teluk Manok. "Masjid ini pernah didatangi Sultan Demak, Sultan Palembang. Dari Malaysia macam datuk-datuk datang untuk melihat," sambung Yusuf.
Seiring waktu, terjadi dua kali pemugaran besar pada pondasi masjid. Pertama, kaki-kaki masjid yang dari kayu diperbaiki, namun karena termakan usia dan lapuk, pondasi kaki masjid ditambahi semen pada 1357 Hijriah. Saat ini, Imam masjid adalah Ramli Talokding, 63, yang merupakan generasi ketujuh Wadi Al Hussein.
"Bangunan masjid menggunakan kayu yang orang Melayu sebut kayu cengah. Ada kolaborasi budaya Melayu dan China (di segi arsitektur masjid). Budaya Melayu tampak pada ukiran bunga yang ada di ujung-ujung atap. Budaya China nampak pada atap masjid," ujar Yusuf.
Dia menjelaskan, banyak falsafah yang terkandung dalam arsitektur masjid. "Dibangun rendah karena apabila kita berdiri, salat, pandangan tidak ke luar, sehingga kita khusuk salat. Kemudian saat kita duduk, terasa angin terus masuk," ucapnya.
Bagian dalam masjid berlantai kayu ini terdiri dari tiga ruangan, yaitu depan, tengah dan belakang. Bagian depan masjid, lanjut Yusuf, telah tersentuh pemugaran. Namun bagian tengah dan dalam masih asli.
"Bagian depan sudah desain baru, bagian belakang asli yaitu konstruksinya tidak menggunakan paku," kata Yusuf.
Bagian ruang depan dengan tengah bangunan masjid disekat dinding kayu dengan dua pintu berukuran besar dan kecil yang menghubungkan kedua ruangan.
"Pintu besar dan kecil falsafahnya kita masuk dengan sombong dengan pintu besar. Kita masuk dengan pintu kecil, maka harus hati-hati dan tunduk, rendah. Ukiran di pintu adalah bunga awan-awan yang memiliki falsafah tidak berkesudahan, bersatu padu," terang dia.
Pada hari-hari tertentu seperti Jumat, Sabtu, Minggu dan hari libur sekitar 400 hingga 500 umat muslim berkumpul di Masjid Wadi Al Husein.
"Biasanya banyak wisatawan luar negeri yang berkunjung ke sini Kapasitas masjid 400 sampai 500 jamaah, dari dalam sampai di halaman masjid. Yang berkunjung paling banyak orang sini jamaah. Tapi banyak orang dari Malaysia juga," katanya.
Untuk biaya perawatan masjid, kata dia, anggaran berasal dari jamaah dan Pemerintah Thailand. "Biaya perawatan masjid banyak berasal dari amal jariyah dan rutin dari Pemerintah setiap tahun juga ikut membantu," ucapnya.
(nug)