Mengangkat Fashion Lokal
A
A
A
BERTAJUK “Sunday Dress Up 2015”, fashion Indonesia ingin berbicara lebih luas dengan mengangkat kekuatan lokal. Dihelat pada Minggu (1/2), ajang ini juga mengajak masyarakat mencintai produk fashion lokal.
Meski Jakarta pagi itu diguyur hujan deras, antusiasme terhadap gerakan mencintai fashion lokal tetap berlangsung. Sekitar 1.000 pencinta dan penggiat fashion dari berbagai komunitas, sekolah mode, para stakeholder, termasuk desainer serta jajaran pemerintah ikut menyuarakan gerakan fashion lokal yang dimulai dari depan patung kuda di Jalan Merdeka Barat menuju Bundaran Hotel Indonesia.
Sekitar 10 komunitas dan lembaga ikut bergabung di ajang ini. Beberapa misalnya dari Lembaga Kebudayaan Betawi, Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Formi), dan Sekolah Mode Bunka, termasuk desainer yang tergabung dalam Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).
Ivan Gunawan dan Lenny Agustin, Deden Siswanto, Ali Charisma, Sony Muchlison, dan Sofie, merupakan beberapa desainer yang terlihat ambil andil menyuarakan fashion lokal di ajang ini. Tak hanya lewat suara, fashionista dari berbagai elemen ini ikut menampilkan busana terbaiknya yang berunsur lokal lewat batik maupun tenun, dengan tema tahun ini “Urban Style”.
“Tahun ini penyelenggara IFW kembali mengajak masyarakat lebih luas, khususnya para pelaku dan penikmat mode untuk ramai-ramai menyuarakan rasa cinta, bangga, dan dukungan terhadap produk fashion lokal dalam “Sunday Dress Up 2015” yang sudah dua kali kami adakan,” sebut Dina Midiani, Direktur Indonesia Fashion Week saat acara. Menurut Dina, ajang “Sunday Dress Up 2015” ditujukan agar masyarakat makin sadar fashion lokal.
“Kita akan menjadikan IFW sebagai etalasenya kecintaan terhadap fashion lokal. Sementara “Sunday Dress Up 2015” ini untuk meningkatkan kepekaan pada fashion lokal dan kita berharap acara ini juga diduplikasi menularkan kecintaan lokal di daerah-daerah selain Jakarta,” pungkas Dina. Menteri Pariwisata Arif Yahya yang membuka acara tersebut mengemukakan, fashion masuk dalam sektor bisnis yang besar dan jika dibulatkan, bisa menyokong pendapatan hingga Rp200 triliun atau sebanyak 30% dari bidang ekonomi kreatif.
Tak hanya itu, fashion juga menyerap banyak tenaga kerja sekitar 4 juta di industri ini. “Fashion kita bisa unggul di seluruh dunia, terutama karena proposisi pakaian muslim untuk pasar domestik dan internasional begitu berpotensi. Yang kemudian fashion muslim akan kita buat dengan istilah modes fashion agar inklusif dan nonmuslim bisa memakainya,” kata Arief. Pada ajang IFW yang keempat ini fokus mengangkat ragam kreativitas fashion lokal Indonesia.
Ke depan kata Arief, “Sunday Dress Up pun 2015” dapat digabungkan dengan acara seperti Jakarta Great Sale pada pertengahan tahun agar semakin meningkatkan antusiasme masyarakat terhadap kekuatan fashion lokal. IFW 2015 ini juga sudah mulai melangkah ke arah B2B atau business to business dengan keikutsertaan sekitar 665 label di dalamnya. Minat berbagai label dan desainer meningkat hingga 1.200 peserta.
Namun, IFW hanya bisa menampung 700 fashion desaigner yang telah melewati masa kurasi untuk menampilkan produk berbeda. Kegiatan IFW untuk memajukan fashion lokal pun tak hanya sampai di situ. Salah satu desainer anggota APPMI Lenny Agustin mengungkapkan, ada berbagai kegiatan lain seperti pelatihan dan pengenalan batik di sekolah-sekolah di Jakarta.
“Saya kebetulan pegang tiga sekolah dan mereka sangat tertarik untuk tahu itu batik dan unsur lokal lain. Bagi saya, mengajak generasi muda sebagai pengenalan ideologi fashion lokal akan lebih melekat nantinya,” tambah Lenny. Sementara itu, Ivan Gunawan yang ikut serta dalam acara itu, mengungkapkan memberi dukungan yang kuat untuk gerakan fashion lokal.
Keterlibatan generasi muda untuk fashion lokal amat penting, termasuk dirinya sebagai desainer untuk menyuarakan lebih mencintai produk dalam negeri. “Jangan pernah takut pakai fashion lokal dan pakai produk dari desainer lokal,” pesannya.
Dyah ayu pamela
Meski Jakarta pagi itu diguyur hujan deras, antusiasme terhadap gerakan mencintai fashion lokal tetap berlangsung. Sekitar 1.000 pencinta dan penggiat fashion dari berbagai komunitas, sekolah mode, para stakeholder, termasuk desainer serta jajaran pemerintah ikut menyuarakan gerakan fashion lokal yang dimulai dari depan patung kuda di Jalan Merdeka Barat menuju Bundaran Hotel Indonesia.
Sekitar 10 komunitas dan lembaga ikut bergabung di ajang ini. Beberapa misalnya dari Lembaga Kebudayaan Betawi, Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Formi), dan Sekolah Mode Bunka, termasuk desainer yang tergabung dalam Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).
Ivan Gunawan dan Lenny Agustin, Deden Siswanto, Ali Charisma, Sony Muchlison, dan Sofie, merupakan beberapa desainer yang terlihat ambil andil menyuarakan fashion lokal di ajang ini. Tak hanya lewat suara, fashionista dari berbagai elemen ini ikut menampilkan busana terbaiknya yang berunsur lokal lewat batik maupun tenun, dengan tema tahun ini “Urban Style”.
“Tahun ini penyelenggara IFW kembali mengajak masyarakat lebih luas, khususnya para pelaku dan penikmat mode untuk ramai-ramai menyuarakan rasa cinta, bangga, dan dukungan terhadap produk fashion lokal dalam “Sunday Dress Up 2015” yang sudah dua kali kami adakan,” sebut Dina Midiani, Direktur Indonesia Fashion Week saat acara. Menurut Dina, ajang “Sunday Dress Up 2015” ditujukan agar masyarakat makin sadar fashion lokal.
“Kita akan menjadikan IFW sebagai etalasenya kecintaan terhadap fashion lokal. Sementara “Sunday Dress Up 2015” ini untuk meningkatkan kepekaan pada fashion lokal dan kita berharap acara ini juga diduplikasi menularkan kecintaan lokal di daerah-daerah selain Jakarta,” pungkas Dina. Menteri Pariwisata Arif Yahya yang membuka acara tersebut mengemukakan, fashion masuk dalam sektor bisnis yang besar dan jika dibulatkan, bisa menyokong pendapatan hingga Rp200 triliun atau sebanyak 30% dari bidang ekonomi kreatif.
Tak hanya itu, fashion juga menyerap banyak tenaga kerja sekitar 4 juta di industri ini. “Fashion kita bisa unggul di seluruh dunia, terutama karena proposisi pakaian muslim untuk pasar domestik dan internasional begitu berpotensi. Yang kemudian fashion muslim akan kita buat dengan istilah modes fashion agar inklusif dan nonmuslim bisa memakainya,” kata Arief. Pada ajang IFW yang keempat ini fokus mengangkat ragam kreativitas fashion lokal Indonesia.
Ke depan kata Arief, “Sunday Dress Up pun 2015” dapat digabungkan dengan acara seperti Jakarta Great Sale pada pertengahan tahun agar semakin meningkatkan antusiasme masyarakat terhadap kekuatan fashion lokal. IFW 2015 ini juga sudah mulai melangkah ke arah B2B atau business to business dengan keikutsertaan sekitar 665 label di dalamnya. Minat berbagai label dan desainer meningkat hingga 1.200 peserta.
Namun, IFW hanya bisa menampung 700 fashion desaigner yang telah melewati masa kurasi untuk menampilkan produk berbeda. Kegiatan IFW untuk memajukan fashion lokal pun tak hanya sampai di situ. Salah satu desainer anggota APPMI Lenny Agustin mengungkapkan, ada berbagai kegiatan lain seperti pelatihan dan pengenalan batik di sekolah-sekolah di Jakarta.
“Saya kebetulan pegang tiga sekolah dan mereka sangat tertarik untuk tahu itu batik dan unsur lokal lain. Bagi saya, mengajak generasi muda sebagai pengenalan ideologi fashion lokal akan lebih melekat nantinya,” tambah Lenny. Sementara itu, Ivan Gunawan yang ikut serta dalam acara itu, mengungkapkan memberi dukungan yang kuat untuk gerakan fashion lokal.
Keterlibatan generasi muda untuk fashion lokal amat penting, termasuk dirinya sebagai desainer untuk menyuarakan lebih mencintai produk dalam negeri. “Jangan pernah takut pakai fashion lokal dan pakai produk dari desainer lokal,” pesannya.
Dyah ayu pamela
(ars)