Yangon Yang Sedang Mekar

Jum'at, 20 Februari 2015 - 09:31 WIB
Yangon Yang Sedang Mekar
Yangon Yang Sedang Mekar
A A A
YANGON, Myanmar, adalah kota yang sedikit mengejutkan buat saya. Tidak ada motor di kota ini. Adapun harga tanah di kota ini bisa melebihi harga di kota besar di Eropa.

Perjalanan singkat ke Yangon, Myanmar, pada 6-11 Januari 2015, menyisakan beberapa kenangan dan harapan. Sebelum berangkat ke Yangon, saya sempatkan membaca beberapa literatur mengenai kota ini, serta berdiskusi dengan kembaran saya yang sudah pernah berkunjung di sini pada 2012. Mulai tahun lalu, warga Indonesia tidak perlu mengurus visa jika pergi ke Myanmar untuk jangka waktu 14 hari.

Pesawat Asiana OZ 769 mendarat mulus di Yangon International Airport, tepat tengah malam pada Kamis 7 Januari. Udara kala itu mencapai 22 derajat Celsius, sangat berbeda dengan udara di Korea Selatan yang mencapai minus 5 derajat ketika saya berangkat dari Incheon International Airport.

Saya dan satu rekan kerja dari Jepang segera mengganti baju tebal kami dengan baju biasa. Mr Mo yang mengatur program kami selama di Myanmar sudah siap di depan pintu kedatangan. Sebuah mobil Toyota Alphard menghampiri kami. Kami sedikit tertegun melihat ini. Saya kemudian bertanya kepada Mr Mo tentang harga mobil dan bensin di sini.

Menurut dia, harga mobil tidaklah terlalu mahal karena banyak mobil di sini adalah mobil bekas dari Jepang dan Singapura. Namun, untuk bensin, lumayan mahal untuk standar hidup orang Myanmar. Mr Mo adalah orang Korea. Beliau menikah dengan orang Myanmar.

Sesudah pensiun dari pekerjaan beliau di Korea Selatan, Mr Mo pindah dan menetap di Myanmar. Beliau mendirikan usaha bisnis berkaitan dengan investasi luar negeri ke Myanmar. Perusahaan-perusahaan konsultan seperti ini sekarang sedang berkembang pesat di sini.

Kota Yangon yang Indah

Keesokan harinya, kami mulai kegiatan kami di Kota Yangon. Ada pemandangan lain yang dapat saya rasakan dan lihat di Kota Yangon. Kota ini sangat hijau, rapi, bersih, dan teratur. Saya baru sadar bahwa di Kota Yangon tidak ada motor. Masyarakat menggunakan kereta api, taksi, dan bus sebagai alat transportasi.

Pemandangan yang paling umum adalah bus-bus selalu terisi penuh oleh penumpang. Motor-motor hanya ada di luar atau pinggiran kota. Kota Yangon merupakan kota terbesar di Myanmar dan pernah menjadi ibu kota Myanmar sebelum dipindahkan ke Naypyidaw yang berjarak 320 km dari Yangon pada 2006.

Penduduknya mencapai kurang lebih 8 juta dari total 50 juta penduduk. Kebanyakan mereka bekerja di sektor informal. Namun, dalam dua tahun terakhir, kota ini berkembang dengan pesat. Kota Yangon menjadi pusat bisnis di Myanmar. Mr Mo menjelaskan bahwa setelah Myanmar dibuka dalam dua tahun ini, banyak negara asing yang berinvestasi di sini.

Jepang, China, Thailand, dan Korea adalah negara-negara dengan investasi yang sangat besar. Karena ekonomi yang tumbuh, harga properti menjadi sangat mahal di sini. Jangan heran jika harga tanah atau rumah di pusat Kota Yangon bisa lebih mahal daripada di Paris atau New York saat ini.

Bangunan-bangunan tinggi termasuk hotel-hotel juga mulai menjamur. Tahun lalu jumlah turis yang datang mencapai 3 juta. Jumlah kamar di hotel tidak mencukupi. Saat ini hotel-hotel memasang tarif yang cukup tinggi karena kurangnya jumlah kamar. Hotel-hotel berbintang mematok tarif lebih dari USD150 per malam.

Rekan saya yang kebetulan dua tahun lalu pergi ke sini mengatakan bahwa harga menginap di hotel yang sama naik 100%. Memang, potensi pariwisata di sini juga sangat menjanjikan. Selain Yangon, tempat-tempat yang biasa dikunjungi wisatawan adalah Bagan dan Mandalay.

Jumlah wisatawan juga diperkirakan terus meningkat sejalan dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015, yaitu saat perdagangan bebas dimulai di ASEAN.

Ony Jamhari
Kontributor KORAN SINDO Tinggal di Korea Selatan
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0962 seconds (0.1#10.140)