Rokok Elektrik Tidak Sepenuhnya Aman
A
A
A
Rokok elektrik (roktrik) sering dianggap mampu mengurangi zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh perokok. Padahal, rokok elektrik belum sepenuhnya aman, bahkan bisa menjadi faktor seseorang untuk mencoba rokok.
Rokok elektrik adalah Inhaler berbasis baterai yang mengandung Electronik Nicotine Delivery System (ENDS), Propilen glikol, Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA), Diethylene Glycol (DEG), dan zat perasa (8.000 jenis rasa). Zat perasa inilah yang menjadi daya tarik utama seseorang untuk memakai roktrik.
Di Amerika, konsumsi roktrik terus meningkat, dua kali lebih tinggi dari 2011. Data WHO pada 2014 menunjukkan, ada 466 merek roktrik. ”Kualitas tidak sama. Ada pembuatan dengan kualitas baik, ada juga yang kurang,” ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) MARS DTM&H OTCE, Kepala Badan Litbang Kesehatan, dalam acara seminar ilmiah ”Dampak Konsumsi Rokok Elektrik Pada Kesehatan Masyarakat”, yang diadakan Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia di Hotel Royal Kuningan, Selasa (3/3).
Menurut Prof Tjandra, ada kemungkinan bahaya dari konsumsi rokok elektrik berasal dari cairan aerosolnya atau dari alatnya yang suatu waktu bisa meledak dan mengandung zat nikotin yang sudah pasti buruk bagi kesehatan. Dia khawatir, adanya persepsi bahwa roktrik tidak berbahaya sama sekali, sebagai pengganti rokok dan program penghentian asap rokok.
”Banyak persepsi roktrik ini sebagai pengganti rokok, lebih baik dari rokok. Itu persepsi salah, tidak sepenuhnya benar. Rasa aman yang dihasilkan adalah palsu dan bisa jadi awal untuk merokok,” katanya. Alasannya, roktrik belum memiliki standar produksi yang jelas, jadi kandungan, mekanisme pembuatan, dan kualitasnya menjadi berbeda-beda. Prof Tjandra menjelaskan, roktrik belum bisa dimasukkan dalam kategori produk kesehatan atau bukan.
Di Indonesia, roktrik juga belum bisa diresmikan karena masih menjadi bahan perbincangan dalam masyarakat dan pemerintah pun sedang memproses regulasinya. ”Banyak yang harus dipertimbangkan karena jenisnya bermacam-macam, ada yang pakai nikotin, ada juga yang tidak,” paparnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Sub-Direktorat Pengawasan Rokok Napza BPOM Dra Lela Amelia Apt MEpid yang menyebutkan, roktrik dipaksakan sebagai pengganti rokok, tidak berasap, dan diklaim banyak manfaatnya. Dia bahkan berpendapat, roktrik bisa diperkirakan menjadi pintu masuk obat-obatan terlarang lainnya.
Dra Lela memberikan data dari Duke University pada 2014 bahwa konsumen roktrik kebanyakan dari kalangan pelajar/mahasiswa dengan angka 4,9%-7%, sedangkan pengguna roktrik dewasa hanya 0,6 % sampai 6,2 %. ”Roktrik dijual bebas tanpa cukai, label, dan tanpa peringatan. Banyak yang memperoleh dari toko online dan jejaring sosial,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, di Indonesia roktrik masuk sebagai produk elektronik, bukan produk kesehatan. Dia mengaku, BPOM sedang memproses regulasi penggunaan roktrik di Indonesia. Jadi, roktrik belum bisa dibilang diperbolehkan atau tidak.
Adapun Prof Tjandra menganjurkan masyarakat Indonesia harus terbiasa dengan hidup sehat dan mengatur bagaimana cara membangun hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. ”Hidup sehat itu dengan mengatur gizi seimbang, istirahat cukup, stres dikelola, perbanyak aktivitas fisik, dan yang terpenting jangan merokok,” kata dia.
Iman firmansyah
Rokok elektrik adalah Inhaler berbasis baterai yang mengandung Electronik Nicotine Delivery System (ENDS), Propilen glikol, Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA), Diethylene Glycol (DEG), dan zat perasa (8.000 jenis rasa). Zat perasa inilah yang menjadi daya tarik utama seseorang untuk memakai roktrik.
Di Amerika, konsumsi roktrik terus meningkat, dua kali lebih tinggi dari 2011. Data WHO pada 2014 menunjukkan, ada 466 merek roktrik. ”Kualitas tidak sama. Ada pembuatan dengan kualitas baik, ada juga yang kurang,” ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) MARS DTM&H OTCE, Kepala Badan Litbang Kesehatan, dalam acara seminar ilmiah ”Dampak Konsumsi Rokok Elektrik Pada Kesehatan Masyarakat”, yang diadakan Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia di Hotel Royal Kuningan, Selasa (3/3).
Menurut Prof Tjandra, ada kemungkinan bahaya dari konsumsi rokok elektrik berasal dari cairan aerosolnya atau dari alatnya yang suatu waktu bisa meledak dan mengandung zat nikotin yang sudah pasti buruk bagi kesehatan. Dia khawatir, adanya persepsi bahwa roktrik tidak berbahaya sama sekali, sebagai pengganti rokok dan program penghentian asap rokok.
”Banyak persepsi roktrik ini sebagai pengganti rokok, lebih baik dari rokok. Itu persepsi salah, tidak sepenuhnya benar. Rasa aman yang dihasilkan adalah palsu dan bisa jadi awal untuk merokok,” katanya. Alasannya, roktrik belum memiliki standar produksi yang jelas, jadi kandungan, mekanisme pembuatan, dan kualitasnya menjadi berbeda-beda. Prof Tjandra menjelaskan, roktrik belum bisa dimasukkan dalam kategori produk kesehatan atau bukan.
Di Indonesia, roktrik juga belum bisa diresmikan karena masih menjadi bahan perbincangan dalam masyarakat dan pemerintah pun sedang memproses regulasinya. ”Banyak yang harus dipertimbangkan karena jenisnya bermacam-macam, ada yang pakai nikotin, ada juga yang tidak,” paparnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Sub-Direktorat Pengawasan Rokok Napza BPOM Dra Lela Amelia Apt MEpid yang menyebutkan, roktrik dipaksakan sebagai pengganti rokok, tidak berasap, dan diklaim banyak manfaatnya. Dia bahkan berpendapat, roktrik bisa diperkirakan menjadi pintu masuk obat-obatan terlarang lainnya.
Dra Lela memberikan data dari Duke University pada 2014 bahwa konsumen roktrik kebanyakan dari kalangan pelajar/mahasiswa dengan angka 4,9%-7%, sedangkan pengguna roktrik dewasa hanya 0,6 % sampai 6,2 %. ”Roktrik dijual bebas tanpa cukai, label, dan tanpa peringatan. Banyak yang memperoleh dari toko online dan jejaring sosial,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, di Indonesia roktrik masuk sebagai produk elektronik, bukan produk kesehatan. Dia mengaku, BPOM sedang memproses regulasi penggunaan roktrik di Indonesia. Jadi, roktrik belum bisa dibilang diperbolehkan atau tidak.
Adapun Prof Tjandra menganjurkan masyarakat Indonesia harus terbiasa dengan hidup sehat dan mengatur bagaimana cara membangun hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. ”Hidup sehat itu dengan mengatur gizi seimbang, istirahat cukup, stres dikelola, perbanyak aktivitas fisik, dan yang terpenting jangan merokok,” kata dia.
Iman firmansyah
(bbg)