Perpaduan Budaya Tiongkok dan Indonesia

Kamis, 26 Maret 2015 - 09:43 WIB
Perpaduan Budaya Tiongkok...
Perpaduan Budaya Tiongkok dan Indonesia
A A A
KELOMPOK seni Teater Koma menunjukkan konsistensi mereka dengan kembali menghadirkan pentas teater yang mengangkat lakon dari legenda tua Tiongkok berjudul Opera Ular Putih.

Acara ini akan digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 3-19 April 2015. Lakon Opera Ular Putih berkisah tentang perjuangan siluman atau tepatnya kisah legenda klasik yang diangkat dari Negeri Tiongkok berjudul Oh Peh Coa yang pertama kali ditulis ulang dan dipentaskan pada 1994. Namun, isi naskahnya tak banyak perubahan dari pementasan sebelumnya. Hanya kali ini ada sentuhan baru, terutama dalam penggunaan bahasa yang lebih enak.

”Enak dalam makna untuk membicarakan semua lewat dialog versi pemain, enak untuk membicarakan apa yang ada di sekitar kita gampangnya. Tapi kali ini saya mencoba menuliskan naskahnya yang sangat Indonesia,” kata sutradara pementasan Opera Ular Putih, Nano Riantiarno, seusai jumpa pers pementasan Teater Koma ke- 139 Opera Ular Putih di Galeri Indonesia Kaya, Selasa (24/3).

Meskipun legenda ini merupakan legenda klasik Tiongkok, namun pementasannya merupakan persatuan Tiongkok dan Jawa. Buktinya dari kostum para pemain yang memiliki corak batik. Ceritanya juga akan dikemas dengan teknik modern dengan bumbu humor serta lagu dan musik yang menyentuh.

”Lakon Opera Ular Putih ini, kisahnya sudah menjadi milik Indonesia karena melihat ceritanya cocok jadi metafor Indonesia saat ini, di mana dalam kisahnya kami membahas apa yang sekarang ada di sekitar kita, seperti politik yang disesuaikan dengan adegan dan kebutuhan artistik yang akan disajikan lewat adegan pemain,” tutur pemilik nama lengkap Norbertus Riantiarno ini.

Tak seperti biasanya yang banyak menggunakan pemain teater mayoritas dari kalangan generasi senior, dalam pementasan kali ini, Teater Koma juga menampilkan pemain muda sebagai cikal bakal pemain teater profesional. ”Saya kagum dengan semangat anak-anak pemain muda Teater Koma. Mereka komitmen berlatih, bahkan seminggu 5 kali latihan sampai tengah malam setiap harinya,” ujarnya.

Dari sisi tata gerak yang akan dibawakan para pemain, sang koreografer, Elly Luthan, sengaja menampilkan sesuatu yang dihimpun bukan dari kolaborasi, tapi dari hasil interpretasi naskah ke dalam gerakan, di mana Indonesia dan Tiongkok harus disatukan.

”Kalau dikatakan kolaborasi, saya rasa kurang tepat. Di sini saya ingin memunculkan energi yang lebih menginterpretasikan naskah dengan yang bernuansa Indonesia. Bagaimana pemain memaknai gerak menjadi sesuatu yang memperkuat apa yang ingin sutradara ingin sampaikan,” tutur Elly.

Adapun dari segi tata artistik, Taufan S Chn yang bertanggung jawab ingin memadukan semua unsur yang berkaitan dengan memetakan naskah agar terjalin komunikasi di dalamnya. Penonton akan disuguhkan dengan atmosfer Tiongkok lewat balutan kostum yang penuh warna, namun tetap dipadukan dengan cita rasa Indonesia yang diwakili batik.

Untuk alat musiknya, mereka memakai instrumen khas Tiongkok, yakni guhzen dan ehru . ”Etnis Indonesia dalam arti luas. Ada ukel, batik Lasem, batik Pekalongan, dan banyak lagi yang akan kami tampilkan,” kata Taufan.

Untuk tiket pertunjukan dibagi dalam empat kategori. Pada hari pementasan Selasa-Kamis, harga dibuka mulai Rp75.000 hingga Rp250.000. Adapun untuk akhir pekan, harga mulai Rp125.000 hingga Rp350.000. Tiket dapat diperoleh melalui www.blibli.com atau telepon 082122777709.

Thomasmanggalla
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1240 seconds (0.1#10.140)